KOMENTAR

Demikianlah, ayat ke-3 menjelaskan tuntunan dan pengajaran agar tidak terulangi ucapan buruk itu. Sungguh Allah Maha Bijaksana dalam menetapkan sanksi hukum dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Ayat ini melanjutkan bahwa yang tidak sanggup memerdekakan budak, maka wajib atasnya berpuasa dua bulan berturut-turut secara sempurna sebelum keduanya bersentuhan.

Selanjutnya siapa yang tidak mampu juga melaksanakan puasa itu, karena satu dan lain alasan yang dapat dibenarkan, maka wajib atasnya memberi makan enam puluh orang miskin sekali makan yang mengenyangkan.

Aus ibn ash-Shamit (dan lelaki yang serupa dengannya) memikul hukuman yang teramat berat disebabkan perkataan yang buruk terhadap istri. Bayangkan, bagaimana kedudukan seseorang di hadapan Tuhan yang tega memukuli pasangannya dengan brutal?

Dari episode yang direkam surat al-Mujadalah ayat 1-3 ini tidak disebutkan adanya kekerasan fisik, semacam dicekik, ditampar, dipukul, dibanting dan sebagainya.

Syukurlah, dalam ketegangan antara Khaulah dan Aus tidak terjadi aksi pemukulan. Karena kita tidak dapat membayangkan betapa marahnya Tuhan andai terjadi kekerasan fisik, Allah yang menciptakan makhluk-Nya, jadi apa hak manusia sampai menyakitinya demikian brutal.

Allah Swt. langsung membela hak-hak perempuan, sebab meskipun tidak ada aksi pemukulan tetapi kekerasan psikis juga dapat terjadi, berupa pengabaian terhadap hak-hak pasangan, termasuk pula dari perkataan dan perlakuan yang tidak mengenakkan.

Kemarahan Aus memuncak bukan berupa kekerasan fisik, melainkan sikapnya yang pergi meninggalkan keluarga dengan mengucapkan kalimat menyakitkan, “Punggungmu sama dengan punggung ibuku!”

Dalam tradisi jahiliyah, perkataan itu mengakibatkan jatuhnya talak terhadap istri. Saat terjadi ucapan kemarahan Aus ibn ash-Shamit itu, belum ada wahyu terkait hukum zhihar, jadi anggapan umum kalimat tersebut masih dipandang sebagai talak.

Ternyata Khaulah tidak diam begitu saja. Dia telah memeluk agama Islam dan tidak mau tunduk aturan jahiliyah yang merugikan kaum hawa. Bukan saja meminta penjelasan Rasulullah, tetapi dia juga meminta keadilan.

Khaulah tidak mau dirinya jadi korban kekerasan berupa sikap semena-mena suami menggantungnya dalam status yang abu-abu, dan tidak mau nasib keluarganya terkatung-katung.

Kuncinya ketegasan, wahai para muslimah!

Ketegasan Khaulah menolak kekerasan macam itu mendatangkan pembelaan dari Allah Swt. Tuhan tidak mengizinkan hamba-Nya tersakiti apalagi diperlakukan dengan sewenang-wenang.

Ayat itu tegas menolak dan membatalkan perkataan zhihar Aus terhadap istrinya. Dia tidak dipandang menjatuhkan talak, dari itu dia harus kembali kepada keluarganya dan berlaku baik terhadap istrinya.

Ayat ini mengusung misi mulia agar setiap keluarga muslim hendaknya menjadikan diri mereka sebagai teladan bagi umat manusia. Betapa menyedihkan apabila justru dari rumah-rumah keluarga muslim itu ada air mata yang mengalir atau hati yang tersakiti disebabkan kejamnya aksi kekerasan. (F)




Assalamualaikum dan Semangat Mulia yang Menaunginya

Sebelumnya

Tafsir Keadilan Gender di Antara Mukmin Perempuan dan Mukmin Laki-laki

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tafsir