Ilustrasi orang tua mendengarkan cerita anak/IDN Times
Ilustrasi orang tua mendengarkan cerita anak/IDN Times
KOMENTAR

SEBAGIAN besar orang tua sering kali mengeluhkan anak remajanya yang mulai menjauh dari ‘genggaman’. Tidak lagi mau bercerita, berbagi keluh kesah, bahkan enggan lama-lama duduk berdampingan. Pada tahap ini, orang tua menganggap diri telah ‘kehilangan’ anak yang telah lama diidam-idamkan.

Anak mulai menjauh dari orang tua merupakan fenomena yang sering terjadi dalam masa remaja. Jika Anda dapat menyikapo kondisi ini dengan baik, maka hal tersebut dapat dilalui dengan baik sebagai salah satu fase pertumbuhan putra-putri tercinta.

Remaja adalah tahap ketika anak membentuk opini, kesukaan, dan ketidaksukaan mereka sendiri, dan mungkin saja pada fase ini mereka sering berselisih paham dengan orang tua. Masa remaja adalah masa di mana anak mengalami dinamika baru baik secara personal maupun sosial. Masalah-masalah yang dihadapi semakin kompleks dan dapat dengan mudah mempengaruhi kesehatan mental mereka.

Sebenarnya, pada tahapan ini orang tua tidak serta merta memarahi anak, menganggapnya tidak lagi peduli dan perhatian terhadap keluarga, atau sudah membangkang orang tua. Ada baiknya kenali dan pahami apa alasan mereka berbuat demikian, karena pada dasarnya ini adalah waktu dan kesempatan bagi remaja untuk mencari jati diri.

Berusaha untuk mandiri

Tumbuh dewasa merupakan proses yang perlu dilalui oleh setiap orang. Anak akan cenderung berusaha memisahkan diri dari orang tuanya dan mendapatkan pengakuan dari lingkungan tanpa intervensi orang tua.

Jika awalnya mereka selalu mengandalkan orang tua dalam menyelesaikan masalah, beranjak remaja hal itu tidak akan terjadi lagi. Hal ini tentu saja tidak mudah dicapai, karena anak akan berusaha menjadi orang yang terpisah dari orang tua yang telah mengendalikan hampir setiap aspek kehidupannya.

Takut disalahkan dan ingin bebas berekspresi

Sebagian besar anak tidak suka disalahkan. Terutama bagi anak yang tertutup, sikap menghakimi akan mendatangkan trauma tersendiri. Alhasil, remaja cenderung menutupi pendapat atau keputusannya, karena takut disalahkan.

Dalam masa pencarian jati diri ini, tidak sedikit anak yang membutuhkan privacy. Pada umumnya, mereka ingin ada tempat untuk meluapkan ekspresi. Ruang itu akan tercipta jika mereka memiliki jarak dengan orang tua.

Tetapkan aturan dan jangan takut dibenci

Meskipun sikap ini dianggap normal, namun sebagai orang tua tidak boleh mentolerir rasa tidak hormat dari anak remaja Anda. Bagaimanapun, Anda adalah orang tuanya. Jadi, ingatkan jika mereka dapat menyatakan pendapat, ketidakpuasan dan ketidaksetujuan dengan nada yang normal dan kata-kata yang sopan.

Saat anak berada dalam fase emosional, kenalilah apa yang membuatnya menjadi frustasi, stres, atau depresi. Responlah dengan normal dan segera cari tahu apa penyebabnya. Jangan takut anak akan membenci Anda, tetap posisikan diri sebagai orang tua yang dapat mengayomi, karena di luar sana mereka sudah memiliki banyak teman.

Terakhir, bangunlah kepercayaan antara anak remaja dengan orang tuanya. Memang hal ini akan sulit dilakukan, apalagi jika dilakukan terus menerus akan memberi kesan anak diawasi atau sedang didoktrin.

Biarkan semua berproses. Awali dengan memberikan kepercayaan kepadanya dan lanjutkan dengan memberikan bimbingan untuk menjaga kepercayaan yang telah diberikan. Dengarkan dengan seksama apa yang telah terjadi hari ini dan bantu ia menyelesaikan masalah yang ada.




Seringkali Diabaikan dan Tidak Dianggap, Waspadai Dampak Depresi pada Anak Laki-Laki

Sebelumnya

Pemalu atau Social Anxiety? Yuk Kenali Tanda-Tandanya, Bunda!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Parenting