Ilustrasi perang Ahzab (perang Khandaq)/Erfan
Ilustrasi perang Ahzab (perang Khandaq)/Erfan
KOMENTAR

PERTAMA kalinya dalam sejarah Jahiliyah, suku-suku Arab bersatu-padu demi memerangi Rasulullah dan kaum muslimin. Oleh sebab itulah perang ini dinamakan perang Ahzab (golongan-golongan yang bersekutu), karena suku-suku Arab yang biasanya saling berperang malah berhimpun untuk menghancurkan dakwah Islam.

Pasukan Ahzab menyerbu bagaikan gelombang tsunami, jumlahnya memecahkan rekor sejarah perang Jahiliyah, mencapai sekitar 10.000 prajurit.

Akram Dhiya' AI-Umur pada bukunya Seleksi Sirah Nabawiyah (2022: 465-466) menceritakan:

Rasulullah saw. mengatur barisan pasukannya. Beliau menyuruh mereka membelakangi Gunung Sil'u yang terdapat di dalam Madinah. Sementara wajah mereka menghadap ke parit yang memisahkan mereka dengan pasukan orang-orang musyrikin yang saat itu sudah berada di Rumat yang terletak antara daerah Juruf, Ghabat, dan Nuqmi.

 Jumlah pasukan orang-orang musyrikin cukup besar sehingga mencapai 10.000 personil. Ibnu Sa’ad menyebutkan bahwa jumlah pasukan kafir Quraisy berikut sekutu-sekutunya ada 4.000 personel. Mereka membawa 300 ekor kuda dan 1.500 unta. Di daerah Marr aI-Zhahran pasukan Bani Sulaim sebanyak 700 orang ikut bergabung dengan mereka.

Ibnu Al-Jauzi menambahkan bahwa suku Bani Fazarah sebanyak 1.000 orang, suku Asyja’ sebanyak 400 orang, dan suku Bani Murrah juga sebanyak 400 orang. Dengan demikian secara keseluruhan jumlah mereka sebanyak 6.500 orang pasukan. Hal itu belum termasuk pasukan dari Bani Asad dan dari suku Ghathafan.

Jumlah keseluruhan penduduk Madinah saja tidak sampai sebesar pasukan Ahzab yang datang menyerang. Dalam bayangan kaum musyrikin betapa mudahnya menghancurkan Madinah, yang tidak mungkin berdaya melawan pasukan terbesar dalam sejarah Jahiliyah. 

Pada mulanya pasukan Ahzab mendatangi Uhud, karena mengira Rasulullah dan kaum muslimin akan memilih bertempur di sana. Ternyata tidak ada siapa-siapa di sana, dan pasukan Ahzab girang karena akan berlangsung perang kota. Abu Sufyan mengerahkan pasukan musyrikin menyerang langsung ke Madinah.

Perang yang tadinya dibayangkan akan berlangsung sangat mudah, ternyata berbeda dengan kenyataan yang terhampar di depan mata. Seketika rasa percaya diri pasukan Ahzab yang tadinya menyala akhirnya runtuh, karena mereka dihadang oleh benteng parit raksasa. Dari itu pula perang ini disebut juga perang Khandaq (parit).

Belum pernah ada perang dalam sejarah Arab yang seunik perang Ahzab. Betapa geramnya Abu Sufyan saat berkata, “Cara seperti ini tidak pernah dikenal bangsa Arab.”

Di seberang parit, Nabi Muhammad mendirikan kemah merah sebagai pos pasukan muslimin. Rasulullah terus menyemangati 3000 umat Islam yang bertahan dalam kondisi lapar dan persenjataan terbatas.

Terlebih dahulu Rasulullah menyerahkan kepemimpinan Madinah kepada Ibnu Ummi Maktum, sehingga beliau bisa fokus bersiaga di dekat parit. Setiap kali prajurit Ahzab mencoba menyeberangi parit, Rasulullah memberi komando agar pasukan muslimin langsung menggempur dengan panah atau lemparan batu.

Ternyata dibutuhkan konsentrasi tingkat tinggi dalam mempertahankan benteng parit. Sedikit saja lengah maka pasukan musuh bisa menyusup ke Madinah. Nabi Muhammad dan pasukannya nyaris tidak tidur, bahkan beliau terus mondar-mandir tiada henti demi menyiagakan kaum muslimin. Bahkan di tengah gelap gulitanya malam Rasulullah tidak mengendorkan kewaspadaan.

Sayyid Quthb pada Tafsir Fi Zhilalil Qur`an Jilid 18 (2004: 44) mengungkapkan:

Muhammad bin Maslamah dan yang lainnya berkata, “Ketika Perang Khandaq terjadi, malam-malam kami berubah menjadi siang. Sedangkan, orang-orang musyrik saling bergantian dan bergiliran dalam berpatroli di antara sesama mereka.

Abu Sufyan bin Harb berpatroli bersama pasukannya di suatu hari. Kemudian di hari lainnya Khalid bin Walid bersama pasukannya. Hari berikutnya Amr bin Ash bersama pasukannya. Kemudian Hubairah bin Abi Wahab di hari berikutnya, kemudian lkrimah bin Abi Jahal berpatroli di hari selanjutnya. Dan, di hari yang lain giliran Dhirar ibnul-Khaththab berpatroli. Sehingga, ujian dan kedahsyatan bertambah-tambah dan orang-orang pun bertambah takut”

Terlihat betapa bernafsunya pasukan Ahzab dengan mempergilirkan beberapa brigade pasukan untuk mengintai titik lemah pertahanan parit. Serangan-srangan sporadis mereka lakukan demi menjebol pertahanan parit. Wajar pula rasa takut mulai menghinggapi hati penduduk Madinah melihat musuh demikian ganasnya.

Namun, Nabi Muhammad tiada henti menyerukan semangat jihad. Beliau terus mengingatkan pasukannya agar tidak lengah dalam bertahan. Sejatinya perang itu adalah ujian bagi mental.

Perang campuh besar-besaran yang diharapkan pasukan Ahzab memang tidak terjadi. Tetapi perang-perang kecil berupa aksi panah memanah dan lemparan batu sering mewarnai konflik kedua kubu.

Akhirnya, Nabi Muhammad mulai realistis memperhitungkan kenyataan. Perang ini tidak bisa berlangsung lama, mengingat Madinah terkepung dan tidak ada pasokan logistik. Lambat laun nyawa seluruh penduduk Madinah akan melayang dilumat oleh kelaparan.

Ketika kondisi fisik makin menurun, maka 3000 pasukan muslimin akan kehilangan tenaga bertahan dari 10.000 pasukan musuh. Rasulullah perlu merancang sesuatu untuk melemahkan kekuatan musuh.




Mukjizat Nabi pada Periuk Istri Jabir

Sebelumnya

Taktik Brilian Menghadang Pasukan Ahzab

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Sirah Nabawiyah