Ilustrasi fajar menyingsing/Unsplash
Ilustrasi fajar menyingsing/Unsplash
KOMENTAR

IBADAH Ramadan juga memotivasi daya pikir umat Islam tentang perkembangan sains, semisal langit dan segala macam fenomena alam di sana. Di antaranya, perhitungan waktu sahur juga memerlukan pemahaman yang berkaitan dengan benang putih dan benang hitam di langit. Apa maksudnya?

Surat Al-Baqarah ayat 187, yang artinya, “Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam.

Imam As-Suyuthi pada bukunya Asbabun Nuzul (2018: 46) mengungkapkan:

Bukhari meriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad, ia berkata, “Diturunkan ayat, ‘Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam," dan tidak diturunkan, “yaitu fajar.”

Dulu orang-orang ketika hendak berpuasa, salah seorang dari mereka mengikatkan benang putih dan benang hitam di kakinya. Ia terus-menerus makan dan minum hingga terlihat jelas pandangan keduanya. Lantas Allah menurunkan firman-Nya, “yaitu fajar.” Mereka pun tahu bahwa itu artinya malam dan siang.

Pada mulanya, orang-orang muslim mengikat benang putih dan benang hitam, dan mereka pun makan sahur dengan mencermati kedua benang itu dalam kegelapan. Apabila benang hitam dan benang putih sudah terlihat perbedaannya, itulah pertanda hari mulai terang dan waktunya mereka berhenti sahur.

Sehingga Nabi Muhammad memberikan penafsiran tentang ayat ini, bahwasanya benang hitam adalah malam dan benang putih adalah siang. Maksudnya, santap sahur dihentikan tatkala fajar telah menyingsing di ufuk timur.

Sayyid Sabiq dalam buku Fikih Sunnah 2 (2017: 244-245) menerangkan:

Yang dimaksud dengan benang putih dan benang hitam adalah terangnya siang dan gelapnya malam.

Adi bin Hatim berkata, “Ketika turun ayat, ‘...Hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar,’ aku mengambil seutas tali hitam dan tali putih lalu meletakkannya di bawah bantalku. Pada saat malam, aku mencoba untuk melihatnya, tapi tidak ada kejelasan apa-apa bagiku.

Karena itu, aku pergi kepada Rasulullah dan menceritakan hal tersebut. Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya maksudnya adalah gelapnya malam dan terangnya siang.”

Sesekali cobalah keluar dan melihat langit, nun jauh di sana terjadi fenomena menarik transisi di antara gelapnya malam dan terangnya siang. Di antara perpindahan kegelapan menuju terang benderang itulah terjadinya fajar, yang menentukan dalam usainya santap makan minum dan mulainya waktu berpuasa.

Kejadian para sahabat menaruh benang putih dan benang hitam di bawah bantal atau mengikat di kaki mereka merupakan ikhtiar untuk memahami maksud ayat. Dan di masa itu teknologi belum canggih sehingga berbagai upaya mereka lakukan demi meraih kesempurnaan ibadah puasa.

Syukurnya di masa itu ada penafsir Al-Qur’an terbaik yakni Nabi Muhammad, yang menerangkan apa yang dimaksud oleh ayat tersebut. Sehingga bisa dipahami waktu sahur itu resmi berakhir fajar shadiq sudah terbit.

Sekalipun telah diterangkan maksudnya adalah terbitnya fajar, akan tetapi keadaan langit tidak selalu cerah. Kadangkala fajar itu tidak terlihat oleh mata, disebabkan tertutup oleh awan yang gelap atau tersembunyi oleh cuaca yang mendung.

Di sinilah ayat ini mendorong kaum muslimin menjadi umat yang memahami teknologi, sehingga bisa memperhitungkan fajar dengan cermat. Sebab fajar itu sangatlah penting, berhubungan dengan sahur dan dimulainya berpuasa.

Demikianlah proses panjang ditemukannya pemahaman tentang benang putih dan benang hitam di langit Ramadan. Saat ini kita sudah sangat terbantu, yang mana pesatnya teknologi sudah memudahkan kita menemukan jadwal imsakiyah. Kita tidak perlu lagi bersusah payah membedakan benang putih dan benang hitam. Kita tidak mengamati dengan mata telanjang fajar menyingsing.

Namun demikian tercantumnya ayat tentang benang putih dan benang hitam akan terus abadi dan menjadi mata air kebenaran yang terus digali hikmahnya. Ibadah Ramadan ini mendorong olah zikir dan pikir, lagi pula perkembangan sains telah menjadi perhatian Islam.

Sekalipun di masa sekarang begitu mudah diketahui jadwal imsakiyah, ada manfaatnya bagi kita di era modern ini memerhatikan langit di kala fajar. Siapa tahu kita menemukan suatu hikmah yang lebih spektakuler.




Assalamualaikum dan Semangat Mulia yang Menaunginya

Sebelumnya

Tafsir Keadilan Gender di Antara Mukmin Perempuan dan Mukmin Laki-laki

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tafsir