Tadarus dan tadabbur Qur'an saat itikaf/Freepik
Tadarus dan tadabbur Qur'an saat itikaf/Freepik
KOMENTAR

DI sepuluh akhir Ramadan, masjid-masjid menjadi ramai disesaki jamaah. Ibadah itikaf membludak sehingga masjid bisa lebih ramai daripada pasar malam. Bahkan di depan masjid sampai bermunculan pasar dadakan demi memenuhi kebutuhan jamaah.

Bagaimana dengan muslimah?

Para jemaah perempuan malahan jumlahnya bisa lebih banyak. Pengurus masjid menyediakan ruangan khusus dan juga berbagai fasilitas pendukung supaya kaum hawa nyaman dalam beribadah itikaf.

Demi suksesnya ibadah itikaf, konsumsi juga disediakan secara gratis. Imam shalat dipilihkan qari yang bersuara merdu. Para petugas masjid terus bersiaga memenuhi kenyamanan dan kebutuhan jamaah.

Begitu besarnya perhatian terhadap ibadah itikaf, jadi bagaimanakah hukum itikaf itu menurut fikih Islam?

Ibnu Rusyd pada kitab Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid: Jilid 1 (2016: 544) menjelaskan:

Itikaf hukumnya sunnah. Tetapi menjadi wajib bila dinazari. Itikaf lebih sering dilakukan oleh Nabi saw. pada akhir bulan Ramadan, terlebih pada sepuluh hari terakhir, dan itulah itikaf terakhir yang beliau lakukan. Secara umum, itikaf mencakup amalan khusus dengan tempat, waktu, syarat, dan larangan yang khusus pula.

Hukum dasarnya itikaf adalah sunnah, tetapi menjadi wajib disebabkan apabila seseorang itu pernah bernazar (berjanji pada Allah) untuk beritikaf. Kendati hukum asalnya adalah sunnah, maka membludaknya jemaah itikaf merupakan sesuatu yang patut diapresiasi.

Ahmad Abdurrazaq al-Kubaisi pada buku Itikaf Penting dan Perlu (1994: 26) menerangkan:

Sehubungan dengan hukum itikaf ini, dalam Shahih Bukhari dan Sunan Abu Daud dikisahkan bahwa Umar bin Khattab datang menghadap Rasulullah saw. seraya berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah bernazar untuk beritikaf semalam di Masjidil Haram.”

Beliau saw. kemudian bersabda, “Penuhi nazarmu, wahai Umar.” Itulah dalil wajibnya itikaf berdasarkan nazar.

Lantas, bagaimana hukum itikaf jika bukan karena nazar?

Bila itikaf dilakukan tanpa nazar, maka hukumnya sunnah. Adapun pelaksanaannya adalah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, seperti yang disepakati seluruh ulama berdasarkan amalan Rasulullah saw. Beliau saw. beritikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan dengan rutin, sejak berhijrah ke Madinah sampai wafatnya.

Pada dasarnya hukum dari itikaf adalah sunnah, suatu amalan yang dianjurkan untuk dilaksanakan. Sebagaimana Nabi Muhammad saw. melakukan itikaf di sepuluh terakhir Ramadan. Memang tidaklah berdosa bagi yang tidak melaksanakan itikaf, tetapi akan membuat kita kehilangan pahala. Karena dalam catatan sejarahnya, Rasulullah senantiasa merutinkan itikaf hingga ke penghujung hayat beliau.

Nah, bagi siapa saja yang hendak melaksanakan itikaf hendaknya memperhatikan tata cara yang berikut ini.

Sayyid Sabiq dalam bukunya Fikih Sunnah Jilid 2 (2021: 288) menerangkan:

Hakikat itikaf adalah menetap di dalam masjid dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Jika tidak menetap di dalam masjid atau tidak disertai dengan niat beribadah kepada Allah, maka dia tidak bisa dikatakan sedang itikaf.

Kewajiban niat untuk itikaf berdasarkan pada firman Allah Swt., yang artinya, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (surah Al-Bayyinah ayat 5)

Dan sabda Rasulullah saw., “Setiap perbuatan tergantung pada niatnya, dan setiap orang (mendapatkan balasan) sesuai dengan apa yang diniatkan.”

Dengan demikian, bagi orang-orang yang duduk-duduk saja berkumpul di masjid tidak bisa disebut itikaf, karena mereka tidak memasang niat ibadah itikaf dan tidak melakukan rangkaian amal. Di dalam Islam, niat itu sangatlah penting, begitu pun dengan itikaf yang harus dipasang niat yang benar.

Kemudian, ibadah itikaf itu hendaknya diisi dengan amalan-amalan yang bernilai pahala, Sayyid Sabiq (2021: 292) menerangkan:

Bagi orang yang sedang itikaf, hendaknya memperbanyak ibadah-ibadah sunnah, shalat, membaca Al-Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istigfar, berdoa, dan membaca shalawat kepada Rasulullah, serta ibadah-ibadah lain yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan mengeratkan hubungan manusia dengan Penciptanya Yang Maha Agung.

Di antara perkara yang dianjurkan ketika itikaf adalah mempelajari ilmu, membaca buku tafsir dan hadis, membaca sejarah para nabi dan orang-orang saleh, buku-buku fikih dan buku keagamaan yang lain. Bagi orang yang sedang itikaf makruh melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat, baik berupa ucapan ataupun perbuatan.

Oleh sebab itu, lengkapilah keberkahan Ramadan ini dengan berupaya menunaikan itikaf. Semoga dengan niat suci yang kita tegakkan maka Allah akan memberikan kekuatan dan kesempatan dalam mewujudkannya, aamin.




Inilah Puasa yang Pahalanya Setara Berpuasa Setahun

Sebelumnya

Saat Itikaf Dilarang Bercampur Suami Istri, Maksudnya Apa?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Fikih