KOMENTAR

Maha Suci Allah yang telah menghadirkan kisah Isya’ dalam kitab suci-Nya, sehingga menjadi ibrah tentang hati yang berbaik sangka kepada keajaiban yang dapat dihadirkan Ilahi.

Keajaiban yang menjadi anugerah bagi Isya’ itu justru menimbulkan keheranan, termasuk bagi suaminya sendiri, Nabi Zakaria. Wajar sih ada yang terheran-heran, karena yang terjadi adalah kebalikan dari hukum alam; wanita yang dianggap mandul tidak mungkin di rahimnya bisa bersemayam janin.

Hikmahnya, siapapun perlu menyediakan ruang lapang di hatinya untuk menerima kenyataan bahwa Tuhan dapat dengan mudah menciptakan berbagai keajaiban terhadap diri perempuan.

Sebagaimana ditegaskan pada surat Maryam ayat 9, yang artinya, “Dia (Allah) berfirman, ”Demikianlah.” Tuhanmu berfirman, ”Hal itu mudah bagi-Ku; sungguh, engkau telah Aku ciptakan sebelum itu, padahal (pada waktu itu) engkau belum berwujud sama sekali.”

Begitulah Tuhan menyibak rahasia besar di balik berhaknya Isya’ atas suatu anugerah keajaiban yang sulit dinalar logika biasa. Oleh sebab itu, turunnya penjelasan Ilahi adalah pembelaaan terhadap hak seorang perempuan.

Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy pada Tafsir Al-Quranul Majid An-Nur Jilid 3 (2011: 3) mengungkapkan:

Zakaria balik bertanya kepada dirinya sendiri, bagaimana mungkin aku memperoleh anak, padahal istriku seorang yang mandul, dan aku sendiri telah sangat tua. Zakaria bertanya bukan atas dasar dia sama sekali tidak mungkin memperoleh keturunan, tetapi karena sangat mensyukuri nikmat Allah.

(Seakan Tuhan berkata,) “Memberikan seorang anak kepadamu dalam keadaanmu seperti itu adalah hal yang sangat mudah. Apabila Allah berkehendak untuk menjadikan sesuatu, pastilah sesuatu itu akan terwujud dengan tidak perlu kepada sebab-sebab yang biasa seperti digariskan, misalnya, mengandung dan melahirkan anak.

Memberikan keturunan anak yang Aku janjikan kepadamu sesudah engkau berumur tua, sedangkan istrimu perempuan yang mandul pula, tidaklah perlu engkau diherankan. Sebab, engkau sendiri sebelum dijadian adalah tidak ada, begitu pulalah Adam, bapak semua manusia. Setelah dijadikan atas kekuasaan Allah, barulah ada.”

Dari tiada menjadi ada (semisal penciptaan Nabi Adam) saja mudah bagi Allah Ta’ala apalagi menjadikan perempuan yang dianggap mandul malah melahirkan anak, tentu bukan apa-apanya bagi kebesaran Tuhan. Cukuplah keheranan itu dalam bingkai ketakjuban, selebihnya marilah hormati Isya’ yang memang berhak atas anugerah keajaiban tersebut.

Sebetulnya, sampai di era milenial ini pun masih dapat ditemukan wanita-wanita yang nasibnya seperti istri Nabi Zakaria. Usia terus menuju senja tetapi di rahim mereka tak kunjung hadir janin tercinta. Seakan-akan ada yang kurang lengkap pada hidup mereka, setelah menjadi istri betapa ingin hatinya menjadi ibu dari anak-anak yang saleh salehah.

Maha Suci Allah! Setelah wanita-wanita itu bersabar di bawah bayang-bayang kemandulan, serta tiada berputus asa dalam berusaha, akhirnya keajaiban itu hadir pula. Salah satunya, ada salah seorang perempuan yang hamil juga di usia senja, dan memperoleh satu-satunya anak yang menghiasi hidupnya. Dirinya pun resmi menjadi seorang ibu. Dan ini nyata!

Belajar dari kisah hidup Isya’, alangkah baiknya kaum muslimat tidak berpuas diri setelah mendapat status sebagai ibu. Karena mengandung dan melahirkan itu barulah fase awal dari perjuangan panjang dalam mendidik dan membentuk anak yang saleh.

Isya’ sudah kebal dengan kurun waktu yang lama dalam menerima tekanan akibat dirinya yang mandul. Cap mandul itu tidak membuatnya berubah haluan dari jalan kebenaran. Giliran datang anugerah keajaiban dari Ilahi, dirinya menjadikan pengalaman pahit masa lalu sebagai kekuatan jiwanya dalam mendidik anak. Sehingga Yahya menjadi nabi yang membanggakan, punya mental yang tangguh meski menghadapi raja yang zalim. Yahya menyalin dengan baik mental baja sang ibunda.

Demikianlah hendaknya ayat-ayat ini menjadi kekuatan bagi para muslimah untuk tetap berprasangka baik atas rezeki anak yang mungkin belum hadir, seraya berharap karunia Ilahi akan hadirnya keturunan kapan pun itu. Dan bagi muslimah yang sudah punya anak, maka pandanglah itu sebagai amanah Tuhan yang perlu diperjuangkan hingga menjadi anak yang saleh dan salehah. (F)




Assalamualaikum dan Semangat Mulia yang Menaunginya

Sebelumnya

Tafsir Keadilan Gender di Antara Mukmin Perempuan dan Mukmin Laki-laki

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tafsir