Peringatan 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (10/12)/Dok. KemenPPPA
Peringatan 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (10/12)/Dok. KemenPPPA
KOMENTAR

FILM dan foto merupakan medium nan humanis yang dapat dimanfaatkan untuk berkampanye. Karena itulah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menggelar pemutaran film dan pameran foto sebagai rangkaian dari peringatan Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan.

Film dan foto dapat dengan lugas mengangkat perspektif dan pengalaman perempuan, terutama tentang banyaknya perempuan korban kekerasan yang tidak berani melapor. Penggunaan medium populer, seperti film pendek dan foto, menjadi satu langkah penting untuk membangun kesadaran mengenai isu-isu perempuan.

“Film dan foto merupakan media yang sangat kuat untuk membangun empati dan membuat kita bisa melihat perspektif lain dari kehidupan perempuan yang mungkin selama ini sering kali kita abaikan,” ujar Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan, Eni Widiyanti, dalam acara peringatan 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP), di Jakarta, Minggu (10/12).

Acara peringatan 16 HAKtP ini diisi pemutaran film pendek berjudul “Cantik” dan pameran 16 karya fotografi yang menyuarakan dorongan perlindungan hak perempuan. 

Film ‘Cantik’ yang diproduksi Suara Hati Perempuan Foundation ini disutradarai Nova Eliza. Film ini bercerita mengenai seorang aktris muda yang mendapatkan kekerasan seksual oleh manajernya. Hingga kemudian, kematian aktris tersebut pun mengguncang dunia entertainment. Film ini diperankan oleh Leony Vitria sebagai Poppy, Jihan Husein sebagai Sonya, dan Ayu Dyah Pasha sebagai Mami.

Nova Eliza (kedua dari kanan) bersama para pemeran film edukasi "Cantik".

Berdasarkan data Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2021, prevalensi kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan usia 15-64 tahun, baik yang dilakukan oleh pasangan maupun selain pasangan menurun dibandingkan tahun 2016, yaitu 33,4 persen menjadi 26,1 persen.

Namun demikian, Eni menilai, saat ini belum banyak perempuan yang berani melaporkan kekerasan yang dialaminya. Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) sepanjang 2023 menunjukkan, hanya 0,1 persen perempuan yang sudah berani melapor.

“Minimnya perempuan korban yang melapor disebabkan berbagai hal, antara lain takut, menganggap kekerasan yang dialaminya sebagai aib, ada stigma negatif pada diri korban, ketergantungan ekonomi kepada pelaku, kurangnya informasi dan masih terbatasnya akses layanan pengaduan, dan ketidaktahuan bahwa dirinya adalah korban,” kata Eni.

“Oleh karena itu, diperlukan upaya lebih lanjut untuk mendorong perempuan korban kekerasan agar berani melapor supaya mendapatkan penanganan yang terbaik dan memberikan efek jera bagi pelaku,” imbuhnya. 

Menurut Eni, diperlukan adanya perubahan paradigma terhadap perempuan dan lingkungannya agar berani melaporkan kekerasan yang dilihat, didengar, atau dialaminya.

“Penting bagi kita untuk terus membicarakan isu kekerasan terhadap perempuan, agar hal ini menjadi diskursus yang umum dan menjadi pemahaman bersama di masyarakat kita. Kami sangat menghargai kontribusi masyarakat sipil, khususnya para pekerja seni dalam mengangkat perspektif dan pengalaman hidup perempuan,” kata Eni.

Founder Suara Hati Perempuan Foundation Nova Eliza mengatakan bahwa kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan merupakan isu yang mengkhawatirkan.

“Berbagai bentuk sosialisasi kami lakukan, seperti photovoice, video campaign, diskusi interaktif, hingga training keahlian bagi perempuan. Malam ini, dengan menggunakan media film, Suara Hati Perempuan Foundation mempersembahkan sebuah film pendek berjudul Cantik,” ungkap Nova.

Cantik adalah film edukasi yang dihadirkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya remaja terkait isu kekerasan seksual. Film pendek ini untuk pertama kali diputar tanggal 10 Desember 2023 yang merupakan puncak peringatan 16 HAKtP.

“Mengingatkan kembali bahwa siapa pun dapat menjadi korban. Pelecehan dan kekerasan seksual tidak mengenal waktu dan status,” pungkas Nova.




ParagonCorp Gelar Kelulusan Women’s Space Bersama 10 Perempuan Penggerak di Jakarta

Sebelumnya

Universitas Mercu Buana Sumbang Dua Sumur Resapan di Masjid At Tabayyun

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel C&E