Ilustrasi produk yang berasal dari kulit babi/Getty Images
Ilustrasi produk yang berasal dari kulit babi/Getty Images
KOMENTAR

KULIT babi memiliki permeabilitas udara dan permeabilitas uap air yang baik, kekuatan, dan ketahanan aus yang besar. Kulitnya yang lebih tipis namun memiliki serat tebal yang membuatnya lebih kuat dan lebih kecil kemungkinannya untuk rusak.

Kulit babi terbuat dari kulit dan berpori, lembut, dan mudah ditekuk. Kulit babi juga menawarkan perpaduan sifat yang unik, sehingga cocok untuk interior yang sering digunakan dan pakaian ringan, seperti sarung tangan atau sepatu kets.

Itu mengapa kemudian produk dari kulit babi menjadi sangat viral, apalagi harganya jauh lebih murah dibandingkan kulit sapi. Promosi luar biasa juga membuat kulit babi kian digemari. Dan kini, kulit babi ada dalam produk tas, dompet, sepatu, bahkan pakaian.

Islam dengan tegas mengatakan, babi dan segala turunannya, baik daging, kulit, minyak, dan lain sebagainya, haram hukumnya. Namun, belakangan beberapa pihak menilainya sebagai bahan halal, hanya melekat di tubuh dan bukan sesuatu yang dimakan.

Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi dalam buku Fikih Empat Mazhab Jilid 1 (2015: 47) menulis, mereka mengkhususkan penyamakan kulit yang basah harus benar-benar kering, tidak ada lagi sisa kotoran sehingga tidak ada bau yang tidak enak. Apabila alat menyamaknya adalah najis, berarti kulit yang disamak sama dengan pakaian yang terkena najis, maka wajib dicuci setelah disamak.

Namun untuk kulit babi dan kulit anjing, serta apa yang dilahirkan dari keduanya atau salah satunya, ia tidak bisa disucikan bersama kulit binatang suci. Demikian pula apa yang terdapat pada kulit seperti bulu, rambut, dan wol, tidak bisa disucikan dengan disamak.

Penyamakan kulit babi ataupun dengan proses modern secanggih apapun tidak dapat menggantikan hukum babi yang tetap saja haram. Sekalipun istilahnya dibikin keren dengan sebutan pig skin, tidak akan mengubah hukum babi menjadi halal.

Sementara itu, Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid pada Ensiklopedi Adab Islam (2007: 342) menjelaskan, seorang muslim tidak boleh memakai pakaian yang ada najisnya atau yang terbuat dari bahan najis. Karena selain diharamkan, juga dapat membatalkan salat.

Sebagai muslim yang taat, kita menggunakan sesuatu berdasarkan komitmen syariat bukannya disebabkan terbuai sesuatu yang sedang viral.

Pig skin sendiri merupakan ujian keimanan bagi konsumen muslim dan fenomena seperti ini tidak akan berhenti sampai di sini. Ke depan, bisa saja muncul istilah-istilah keren lain untuk menyelubungi sesuatu yang haram menjadi viral, hingga terdengar menakjubkan.

Dunia bisnis akan terus berkembang pesat, dunia promosi pun kian hari semakin gencar, tetapi akidah konsumen muslim tetap harus dihormati.




Ternyata Siomay Bisa Saja Haram

Sebelumnya

Parsel: Halal atau Haram?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Halal Haram