Dahlan Iskan/Net
Dahlan Iskan/Net
KOMENTAR

Tahun berikutnya bisa naik sedikit. Tahun ketiga baru bisa 8 ton. Pak Budi terus membelinya dengan harga 10 ton gabah biasa.

Delapan ton itulah hasil terbesarnya. Tidak pernah bisa sama: 10 ton.

Tapi karena harga beras organik 2,5 kali harga beras biasa hasil rupiahnya sudah jauh lebih besar. Saat itulah Pak Budi terbebas dari mensubsidi petani.

Hasil yang nyata itu mulai menarik perhatian petani lain. Anggota petani organik kian banyak.

Tapi Pak Budi keburu meninggal dunia. Hanjar masih belum tamat sekolah.

”Kegiatan kami sempat terhenti tiga tahun,” ujar Harjanto.

Setelah tamat dari Gontor barulah Hanjar meneruskan rintisan bapaknya. Itu pun harus molor: Hanjar harus mengabdi dulu sebagai guru di Bogor --sesuai doktrin Pondok Gontor. ”Sebenarnya saya sudah mendaftar di IPB, tapi gak jadi. Kegiatan bapak saya sudah vacum terlalu lama,” kata Hanjar.

Prestasi Hanjar pasti membuat haru bapaknya --meski tidak sempat melihatnya. Mulailah dibentuk asosiasi petani organik. Kini anggotanya sudah 1.600 petani.

Kuncinya adalah keyakinan: tanah mati bisa dihidupkan. Pupuk kimia bisa diganti pupuk hasil ternak petani sendiri. Tani organik bisa lebih menguntungkan.

Tapi memang ada biaya transisi: tiga tahun pertama itu. Saat hasil panen petani menurun sementara itu.

Memang begitu terjal awalnya. Tapi begitu luhur hasilnya.




Cerita Pengalaman Vloger asal China Menginap di Hotel Super Murah Hemat Bajet

Sebelumnya

Muara Yusuf

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Disway