Atalia Praratya Kamil
Atalia Praratya Kamil
KOMENTAR

A: Saya lebih dominan dalam mendidik anak-anak, tetapi anak-anak lebih segan terhadap ayah mereka. Contohnya, Kang Emil hanya satu kali membangunkan anak-anak untuk shalat Subuh, mereka langsung bergerak. Kalau saya, butuh waktu agak lama. Kang Emil juga lebih berperan dalam urusan pendidikan akademik anak-anak. Namun saya juga selalu mengajarkan nilai-nilai kehidupan, seperti mengajarkan kesederhanaan kepada anak-anak, karena tidak pernah tahu kehidupan ke depannya seperti apa.

F: Komunikasi seperti apa yang terjalin dalam keluarga, lebih banyak serius atau bercanda?

A: Sejak pertama bertemu Kang Emil, beliau memang senang bercanda dan lucu. Tidak berubah sampai sekarang. Selalu ada saja celetukan-celetukan lucunya. Meski demikian, sebenarnya Kang Emil itu lebih banyak seriusnya. Beliau juga sosok laki-laki yang multitasking. Contohnya, mampu mendengarkan kita berbicara sambil merancang gambar. Hebatnya, Kang Emil terbiasa membuat mind mapping. Baik itu tentang rencana masa depan rumah tangga, juga tentang Bandung.

F: Jika sudah ada mind mapping-nya, apa yang ingin dicapai 15 tahun ke depan?

A: Kang Emil adalah arsitek sejati yang tak pernah berhenti berkarya. Di sela kesibukan, beliau masih membantu merancang masjid dan alun-alun di berbagai kota dan kabupaten. Kang Emil mengatakan, “Teteh, suatu saat kita akan kembali menjadi warga.”  Maka kami sudah mempersiapkan masa depan kami di luar politik. Mimpi kami adalah memiliki toko khas Indonesia di kota-kota besar dunia, yang khusus menjual produk anak bangsa. Mimpi lainnya adalah ingin memiliki perusahaan berisi para ilmuwan yang menciptakan berbagai inovasi baru untuk kepentingan orang banyak, seperti Stark Industries (perusahaan Tony Stark alias Iron Man-red).

F: Tiga kata apa yang menggambarkan seorang Atalia?

A: Sunda banget...dari penampilan, karakter, dan logat bicara (Teh Cinta mengatakannya sambil tertawa lepas), perempuan yang selalu belajar, manusia yang selalu bersyukur.

F: Tiga kata tentang Ridwan Kamil?
A: Cerdas, mau belajar, pejuang sejati.

*****

Komitmen Menjadi Perempuan Berdaya

Sosok Atalia diidolakan banyak orang. Ia dianggap memiliki inner & outer beauty, punya suami berprestasi dalam kariernya, dan keluarga harmonis. Namun, keinginan lulusan terbaik Program Magister Ilmu Komunikasi Universitas Pasundan ini untuk terus belajar dan menjadi lebih baik tak pernah padam.

F: Adakah cita-cita Ibu yang belum tercapai?

A: Saya berpikir bahwa pendidikan adalah sesuatu yang unlimited dan tidak selalu dalam lingkup pendidikan formal akademik. Saya sangat senang belajar, mempelajari hal baru, termasuk dari orang-orang yang saya temui. Ada satu mimpi saya yang belum tercapai yaitu melanjutkan S3, karena saat ini saya fokus mendampingi Kang Emil untuk Pilkada. Kami saling melengkapi dan bergerak bersama. Karena Kang Emil mengatakan “Teh, saya tidak bisa tanpa Teteh, saya ingin Teteh membantu saya” kepada saya.

Jika di-flashback, selepas lulus S1 Jurusan Internasional  Universitas Parahyangan, saya bercita-cita menjadi diplomat dan entertainer. Tapi cita-cita itu saya kubur karena menikah dengan Kang Emil. Kami sepakat bahwa suami istri adalah satu tim yang harus saling mendukung dan melengkapi. Prioritas utama adalah keluarga, bukan bersaing dengan pasangan. Karena itu, tidak ada dua matahari dalam keluarga kami.

F: Mengapa Ibu tidak tertarik maju mencalonkan diri sebagai Walikota Bandung?

A: Saya bukan tipe perempuan ambisius yang mau merelakan keluarga demi jabatan. Saya tidak bisa membayangkan jika saya dan Kang Emil sama-sama menjabat, apa yang akan terjadi dengan keluarga kami. Meskipun memang banyak warga mengharapkan saya maju menggantikan Kang Emil karena khawatir perjuangan Kang Emil selama ini tidak ada yang melanjutkan. Saya tegaskan, tidak. Jangan sampai mimpi dan cita-cita kami rusak hanya karena ambisi politik.

F: Menurut Ibu, seperti apa sosok Kartini masa kini?
A: Menurut saya, setiap perempuan adalah perempuan hebat. Kartini masa kini tentu berbeda dari pengertian sosok Kartini zaman dahulu. Saat ini, perempuan bisa mengenyam pendidikan tinggi, menggeluti pekerjaan, dan menekuni olahraga yang dulu umumnya hanya boleh dinikmati laki-laki. Selama tidak melupakan kodratnya, menurut saya tidak masalah. Yang saya takutkan justru banyak perempuan yang kebablasan, menganggap diri superior, lalu merasa tidak membutuhkan laki-laki dalam hidup mereka, enggan menikah meski sudah berusia matang. Bagi saya, Kartini masa kini adalah perempuan yang sehebat apapun dirinya, tidak melupakan kodratnya dan terus menuntut ilmu.

F: Di usia yang sudah kepala 4, ibu terlihat awet muda dan memiliki badan proporsional. Apa rahasianya?

A: Saya lebih sering melakukan perawatan di rumah. Yang terpenting adalah gaya hidup sehat. Banyak minum air putih, makan sayur, dan minum multivitamin untuk menjaga stamina. Saya sangat mengapresiasi Kang Emil yang selalu menjadi “satpam” dalam menjaga berat badan ideal. Karena dulu hobi kami traveling, Kang Emil selalu memberikan target berat badan dengan ‘iming-iming’ traveling. Hal itu yang menjadi penyemangat saya. Misalnya, Kang Emil mengatakan “umrah boleh, asal 56 (kilogram)”. Kang Emil meminta saya untuk menjaga penampilan bukan sekadar untuk terlihat cantik, tapi juga untuk kenyamanan diri saya dan membahagiakan suami.

F: Siapa konsultan mode Ibu?

A: Saya adalah tipe orang yang suka mencoba hal baru, terutama dalam fashion. Ketika saya memutuskan berhijab tahun 2003, saya memilih hijab yang nyaman. Kerudung “Si Cinta” ini (sambil menunjuk hijab style khas Atalia) menurut saya cukup nyaman dipakai bekerja dan beraktifitas. Kang Emil juga selalu mengingatkan agar saya menjadi diri sendiri dan tidak latah mengikuti trend. Bisa dibilang, Kang Emil adalah fashion stylist saya. Karena selera Kang Emil bagus, saya mengikuti sarannya.

F: Apakah visi dan misi ibu untuk kemajuan kaum perempuan di Jawa Barat, khususnya di Bandung?

A: Ada 3 hal. Pertama, perempuan harus lebih banyak mendengar dan memperhatikan daripada berbicara. Saya khawatir ada distorsi jika orang baru mendengar sedikit tapi sudah berbicara banyak. Kedua, belajar tanpa mengenal tempat dan waktu. Bagaimana menjadikan keseharian kita menjadi ajang belajar. Karena universitas terhebat adalah “Universitas Kehidupan”, bukan Harvard, Gajah Mada, Padjajaran, atau perguruan tinggi top lainnya. Ketiga, perempuan harus banyak bersabar dan bersyukur. Jika ada masalah dalam rumah tangga, jangan buru-buru memutuskan bercerai. Sekadar info, Bandung termasuk kota dengan tingkat perceraian tinggi.

F: Sejauh mana pemberdayaan perempuan di kota Bandung?

A: Bandung kini memiliki International Women University, sebagai universitas khusus perempuan. Meskipun kini masih embrio, masih diperjuangkan. Universitas ini tidak hanya mendorong perempuan untuk maju secara pendidikan formal, tapi juga cakap dalam pendidikan kekeluargaan. Saya juga bekerja sama dengan berbagai organisasi perempuan untuk mendidik para ibu di pelosok. Program yang dimulai dari grassroot, yaitu saat anak sekolah, ibu pun dididik. Kami memberikan mulai dari pendalaman agama hingga menyusun menu makan keluarga. Kami berusaha agar para ibu ini tetap update terkait permasalahan saat ini.




Memaknai Hakikat Perempuan Hebat dari Sosok Mooryati Soedibyo: Empu Jamu Indonesia hingga Menjadi Wakil Rakyat

Sebelumnya

Mooryati Soedibyo Tutup Usia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women