KOMENTAR

Hasil laut yang mulai langka, kenapa kita yang perlu mengubah perilaku? Soalnya, Mida menegaskan, apa yang kita lakukan di darat akan berpengaruh terhadap apa yang terjadi di laut. Jika kita mengurangi sampah plastik, laut kita akan lebih bersih. Jika kita berpikir kritis apakah ikan yang kita beli ditangkap dengan alat tangkap merusak atau tidak, serta hanya mengonsumsi ikan yang ditangkap secara lestari dan layak panen, nelayan terdorong lebih selektif memilih alat tangkap. 

“Kita harus menjadi konsumen yang hebat, keren, dan bijak. Pilihan kita sebagai konsumen akan menentukan cara produksi perikanan tangkap dan kesehatan laut,” katanya. 

Selain itu, kita juga perlu meminimalkan sampah seafood.

“Di Dewa Kawa, Seram Barat, Maluku, tuna hanya diambil dagingnya saja, rahang dan kepalanya dibuang. Sementara di Sorong rahang itu menjadi makanan yang banyak dijajakan. Tekstur dagingnya kenyal, menempel di tulang. Sisa ikan itu ternyata bisa diolah menjadi masakan yang otentik, segar, dan menarik. Mengolah bagian ikan yang tadinya akan dibuang bisa menjadi value added dan pemasukan baru,” kata Mida.

La Ode juga mengajak pencinta seafood untuk sama-sama menjaga ekosistem laut. Menurutnya, cara paling mudah adalah tidak mengonsumsi hasil laut yang memang belum layak untuk dipanen, misalnya telur kepiting dan bayi gurita. “Itu sama dengan memusnahkan ribuan bibit. Akibatnya, populasi mereka bisa habis.”




Hari Pendidikan Nasional 2024: Semangat Ki Hajar Dewantara untuk Bergerak Bersama Mencerdaskan Bangsa

Sebelumnya

Bali Tawarkan Pariwisata Baru Kolaborasi Seni, Budaya, dan Inovasi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Horizon