KOMENTAR

TIDAK ada satu orang di dunia, bahkan seorang atlet Olimpiade paling fit sekali pun, yang bebas dari Covid-19.

Kekhawatiran terhadap Covid-19 bukan hanya dirasakan 11 ribu atlet dari 200 lebih negara tapi juga sekitar 4.000 kru Olimpiade yang berkumpul di Tokyo, Jepang.

Olimpiade Tokyo 2020 memang menyisakan perdebatan terkait penyelenggaraan di tengah pandemi Covid-19. Para ahli kesehatan bahkan khawatir bahwa Covid-19 lah yang justru 'memenangkan medali emas' jika ajang kompetisi olahraga terbesar dunia itu menjadi pusat penyebaran SARS-CoV-2.

Covid-19 tak pelak menjadi satu masalah kesehatan sangat serius yang menjadi tantangan berat Olimpiade Tokyo. Namun siapa sangka, para atlet Olimpiade—dari masa ke masa—terbilang rentan memiliki masalah kesehatan yang serius.

Selama ini, masyarakat menilai para atlet elite tersebut merupakan salah satu kelompok manusia paling sehat di dunia. Dengan asupan gizi, latihan fisik, dan pemeriksaan medis yang terpantau baik, siapa sangka para atlet papan atas tersebut justru rentan menderita penyakit.

Di atas lapangan, para atlet Olimpiade terlihat layaknya manusia super; lebih kuat, lebih cepat, dan lebih berstamina dari masyarakat kebanyakan. Mereka benar-benar tampak sehat sempurna. Namun di luar lapangan, kenyataannya tidak sesederhana itu.

Banyak para atlet terbaik dunia ternyata berhadapan dengan masalah-masalah kesehatan yang serupa dengan apa yang kita (masyarakat umum) hadapi. Mulai dari depresi dan kecemasan, gangguan makan dan penyalahgunaan obat terlarang, hingga kondisi kronis dan penyakit infeksi.

Menurut para ahli kesehatan, kompetisi akbar Olimpiade bisa meningkatkan risiko terhadap berbagai gangguan kesehatan tersebut, ditambah lagi tekanan psikologis dan tantangan fisik yang mengakibatkan ketegangan luar biasa dalam pikiran dan tubuh para atlet.

"Menjadi atlet Olimpiade artinya Anda memiliki kondisi kesehatan paripurna, juga menjaga kesehatan dan kesejahteraan Anda lebih dari masyarakat kebanyakan. Namun Anda tetap bisa sangat berisiko untuk mendapat penyakit menular, kanker, dan terutama masalah kesehatan mental," ujar profesor kebijakan kesehatan masyarakat di George Washington University Leana Wen, MD.

Menanggapi perkataan tersebut, Annie Sparrow, MD, profesor bidang kesehatan, sains, dan kebijakan masyarakat di Icahn School of Medicine, Mount Sinai, NY menambahkan bahwa banyak atlet menghadapi beberapa permasalahan 'unik' lainnya.

"Stres akibat berkompetisi di level tertinggi dapat menyebabkan ketegangan luar biasa; larangan-larangan dalam latihan dan kurangnya dukungan terhadap kesejahteraan mental juga merupakan faktor risiko kesehatan yang harus dihadapi," ujar Prof. Annie.

Atlet Buka Suara

Daftar atlet yang membuka diri terhadap pergulatan kesehatan mereka terus bertambah. Berikut ini beberapa nama di antaranya.

Michael Phelps, perenang Amerika Serikat peraih 28 medali emas Olimpiade yang merupakan atlet paling sukses dalam sejarah Olimpiade dan paling banyak memegang rekor dunia, membuka isu kesehatan mental yang ia alami.

Dalam dokumenter HBO berjudul The Weight of Gold, ia menceritakan pernah berkali-kali berniat bunuh diri bahkan di saat puncak karier renangnya. Michael menyebut depresi dan keinginan bunuh diri di kalangan atlet Olimpiade sebagai sebuah 'epidemi'.

Film dokumenter tersebut juga menghadirkan kisah Bode Miller (ski), Apolo Anton Ohno (speed skating-seluncur es), Shaun White (snowboarding), Lolo Jones (lari gawang), dan Sasha Cohen (seluncur indah).

Beberapa minggu sebelum debutnya di Olimpiade Tokyo, juara tenis keturunan Jepang, Naomi Osaka, buka suara tentang gangguan kecemasan sosial alias fobia sosial yang ia alami dalam sebuah essai bertajuk It's OK Not to Be OK di majalah Time.

Naomi menulis bahwa setiap orang sesungguhnya punya masalah yang berhubungan dengan kesehatan mental atau setidaknya mengenal seseorang yang memiliki masalah tersebut.

Ada pula atlet maraton AS Molly Seidel yang baru-baru ini buka suara kepada ESPN bahwa bukannya mengikuti uji coba Olimpiade tahun 2016 dan menandatangani kontrak, ia justru mengikuti program pengobatan untuk mengatasi gangguan makan yang dideritanya.

Gangguan makan juga menjadi masalah yang diderita Darra Torres (perenang AS peraih 12 medali sepanjang 25 tahun berkarier) dan Francois Imbeau-Dulac (penyelam Kanada).

Pesenam AS Simone Bills juga buka suara tentang trauma dan gangguan stres pasca trauma (post-traumatic stress disorder atau PTSD) yang ia alami. Ia satu-satunya pesenam yang masih berkompetisi sejak mencuatnya skandal mantan dokter tim senam AS Larry Nassar melakukan penyerangan seksual terhadap para gadis selama beberapa generasi.




Bintang Puspayoga: Angka Perkawinan Anak Menurun dalam Tiga Tahun Terakhir

Sebelumnya

Lebih dari 200 Rumah Rusak, Pemerintah Kabupaten Garut Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi Selama 14 Hari

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News