Desainer sekaligus Indonesian textile explorer/ Foto: 
Instagram.com/chitras
Desainer sekaligus Indonesian textile explorer/ Foto: Instagram.com/chitras
KOMENTAR

“KECINTAAN saya terhadap kain Indonesia ibarat kebutuhan akan udara yang dihirup sehari-hari. Buat saya, kain bukanlah sekadar penutup dan pelindung tubuh namun representasi dari budaya dan cerita indah bangsa kita,” tulis Chitra di laman Instagramnya.

Bagi seorang Chitra Subyakto, mencintai kain Indonesia adalah satu upayanya untuk merawat tradisi sekaligus merayakan keberagaman.

Sebelum menjadi founder & creative director Sejauh Mata Memandang, Chitra lebih dulu dikenal sebagai seorang fashion stylist. Perjalanan karir sebagai fashion stylist di majalah Cosmo Girl sejak tahun 2000 kian memoles kepiawaiannya menata gaya.

Tidak hanya menjadi penata gaya di majalah, Chitra juga banyak berkontribusi dalam menata gaya aktris yang terlibat dalam pembuatan film, video klip, dan model iklan.

Tiga film di antaranya adalah Laskar Pelangi, Ada Apa Dengan Cinta 2, dan Athirah. Di film Athirah yang menjadi Film Terbaik FFI 2016, kemahiran Chitra bereksplorasi dengan busana membawanya memenangkan Piala Citra untuk Penata Busana Terbaik.

Terlibat dalam pembuatan banyak film membuat Chitra mengunjungi banyak bagian-bagian indah dari Indonesia. Pengalamannya berkeliling Nusantara menginspirasi Chitra untuk menciptakan beragam motif batik yang segar dan eye catching.

Di akhir tahun 2014, ia bersama Arya Dipa mendirikan label fesyen Sejauh Mata Memandang.

Melirik ‘Sejauh Mata Memandang’, nama tersebut terbilang tidak lazim untuk sebuah label fesyen karena terlalu panjang dan terkesan puitis. Ternyata nama tersebut diambil dari kalimat puitis saat Chitra memandang laut. “Sejauh mata memandang yang tampak adalah biru,” kenang adik Jay Subyakto itu.

Salah satu hasil karya Sejauh Mata Memandang adalah seri batik bertajuk “Algae Series”. Motif busana batik tersebut dikeluarkan dalam rangka perayaan setahun berdirinya Sejauh Mata Memandang. Seri batik tersebut terinspirasi dari pemandangan rumput laut nan indah di Pulau Bali.

Yang juga tak kalah unik adalah motif batik ayam jago dan motif batik yang terinspirasi dari tekstur pohon bambu yang tumbuh subur di Indonesia.

Sejauh Mata Memandang memang berangkat dari kepedulian Chitra terhadap perajin kain yang hampir tergerus oleh produksi fesyen massal (fast fashion). Chitra merangkul pekerja-pekerja tersebut untuk mewujudkan Sejauh Mata Memandang dengan cara handmade.

Inspirasi motif batik didapat dari hal-hal kecil seperti bunga, bambu, ladang rumput laut, hingga jalan melingkar Semanggi di Jakarta. Hal-hal kecil yang mengingatkan kita pada Indonesia yang kerap luput dari perhatian.

Chitra melibatkan para perajin kain dari Sumba, Bali, dan Jawa. Motif batik yang dihasilkan Chitra memiliki ciri khusus yakni berbentuk geometris dan terkesan ‘patah-patah’.

Jika melihat sekilas, sebagian orang mungkin tidak mengira jika kain tersebut merupakan batik karena memang tidak dihadirkan dalam motif klasik. Namun corak dalam koleksi Sejauh Mata Memandang digambar menggunakan teknik batik, baik itu tulis atau cap.

Chitra sengaja tidak menampilkan motif konvensional demi menarik perhatian anak muda. Ia ingin batik yang selama ini dipandang sebelah mata anak muda—karena dianggap kaku dan kuno—bisa tampil simpel dan segar.

Sejauh Mata Memandang menghadirkan produk yang timeless dan fleksibel dengan model yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman sekarang. Produk tersebut dapat dipakai untuk acara formal maupun aktivitas santai. Salah satunya adalah outer berpotongan A line yang membebaskan tubuh bergerak sehingga nyaman dipakai dalam berbagai acara berbeda.

Dalam pemilihan bahan, Chitra selektif memilih perusahaan penyedia materi organik. Ia turun langsung untuk mengecek sertifikasi kelayakan material yang dipakai.

Apakah benar material tersebut tidak berdampak bagi lingkungan dan sosial. Apakah kapas yang terkandung dalam materialnya merupakan tanaman yang monokultur atau tidak, karena katun menyerap banyak air. Chitra juga konsisten menggunakan pewarna berbahan alami meskipun harus mengeluarkan ongkos produksi lebih tinggi.

Sosok Chitra memang tak hanya dikenal sebagai desainer yang peduli perajin tapi juga sebagai pegiat lingkungan hidup. Ia menjalankan konsep sustainable fashion. Itu artinya Sejauh Mata Memandang memang bukan sekadar ‘berjualan’ tetapi berkontribusi nyata bagi kesejahteraan perajin dan kelestarian lingkungan hidup.

Salah satu yang menjadi perhatian besarnya adalah masalah sampah. Koleksi “Daur” merupakan jawaban Chitra terhadap isu industri fesyen sebagai penyumbang limbah terbesar kedua di dunia. “Daur” adalah koleksi ramah lingkungan, dengan desain yang trendless dan timeless serta menggunakan kain sisa produksi hingga mengurangi sampah.

Chitra menyarankan para pegiat fesyen untuk berani membayar lebih mahal, belanja lebih sedikit, dan membeli busana yang bermakna. Pesannya: Karena bumi ini hanya satu, jika bukan kita yang menjaganya, siapa lagi?

 




Lengkapi Busana Kerjamu dengan Koleksi Syakeph Official x Anggiasari Mawardi

Sebelumnya

Hijab Pashmina untuk Gaya Simpel nan Anggun

Berikutnya

KOMENTAR ANDA