Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

TAHUKAH bunda, kejenuhan dan kekhawatiran terhadap pandemi ternyata juga dirasakan anak-anak kita.

Namun demikian, cara mereka menyikapi pandemi tidak sama dengan yang dilakukan orang dewasa. Orangtua harus jeli melihat perubahan sikap anak agar si kecil tidak merasa depresi.

Mereka—seperti halnya kita—membaca dan melihat berita seputar dampak Covid-19 terutama berita buruk yang mendominasi. Ada berita tentang kasus Covid-19 yang terus bertambah, ada pula berita ayah kehilangan pekerjaan hingga tak bisa membayar SPP anak.

Ditambah lagi pengalaman pribadi mereka: tidak bisa berkumpul dan bermain dengan teman-teman, tidak bisa pergi berlibur, dan harus mengenakan masker saat keluar rumah serta mencuci tangan sesering mungkin. Disadari atau tidak, pandemi menyebabkan perubahan emosi anak.

Satu perubahan besar yang harus dijalani anak adalah “sekolah online”. Di masa awal pandemi, ada banyak anak sempat merasa gembira karena merasa liburan bertambah lama. Tapi, setelah lebih dari tiga bulan #dirumahaja, rasa kangen bertemu teman-teman, jajan di kantin sekolah, senam pagi bersama seluruh warga sekolah, juga suasana meriah di ruang kelas terasa kian menggebu-gebu.

Di saat new normal, hanya segelintir sekolah yang mengaktifkan kembali proses KBM dengan tatap muka. Sisanya, jauh lebih banyak anak Indonesia yang harus menjalani PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) melalui berbagai platform digital.

Minimnya interaksi langsung secara fisik, terlebih bagi anak usia TK dan SD, menjadi sebuah kekurangan yang sulit ditemukan penggantinya. Meskipun siswa dan guru bisa ‘bertatap muka’ di layar zoom, kendala sinyal dan kondisi virtual tanpa kontak fisik seolah menjadikan belajar jauh dari kata menarik.

Nah, bagaimana menjaga mood anak agar tetap semangat belajar meski harus menjalani PJJ?

#1 Jaga dan tularkan positive vibe. Untuk meningkatkan mood, anak harus memiliki pemikiran yang positif. Dan untuk mewujudkan kondisi tersebut, orangtua adalah kuncinya.

Kita sebagai orangtua WAJIB menjaga pikiran positif dan bersikap tenang. Sekali pun kita sangat khawatir tentang apa yang akan terjadi esok hari, tetaplah tenang. Ingat, positive vibe sangatlah menular. Ketika orangtua tidak dapat menutupi kecemasannya, maka anak bisa merasa lebih cemas karena tak punya tempat untuk bersandar.

Khususnya para bunda, jangan lelah untuk menyediakan ‘stok’ sabar dalam membimbing anak belajar di rumah. Jadikan ini sebagai pengalaman terbaik bagi kita dan si kecil.

#2 Peluk anak, katakan “you are safe”, dan hadirlah. Ada anak yang menyikapi pandemi dengan menjadi lebih pendiam, ada yang menjadi cerewet alias banyak bertanya. Ada yang jadi susah tidur, ada yang justru terlalu banyak tidur. Ada yang cuek, ada yang sering tantrum.

Jika kita melihat hal-hal tidak biasa terjadi pada anak, jangan ragu memeluknya berkali-kali dalam sehari untuk meyakinkan anak bahwa kondisi tidak ideal yang dijalani saat ini adalah upaya menuju masa depan lebih indah.

Untuk menenangkan, kita juga bisa menjalankan simple breathing exercise; mengajak si kecil membayangkan berada di taman bunga sambil menghirup dalam-dalam wangi bunga yang harum dan menenangkan.

Untuk para teen, kita bisa mengajak mereka bicara dari hati ke hati. Jelaskan bahwa belajar dari rumah adalah bagian dari usaha kita terhindar dari Covid-19 sekaligus menekan penyebarannya. Buka mata mereka untuk melihat banyaknya kegiatan yang bisa dilakukan dari rumah.

#3 Buatlah jadwal harian yang super fun. Yakinkan anak bahwa rutinitas di saat pandemi adalah gaya hidup baru yang cheerful. Buatlah porsi seimbang agar anak punya waktu untuk belajar, beraktifitas fisik, dan bermain. Mereka juga punya waktu istirahat yang fleksibel yang tidak pernah mereka miliki sebelum pandemi.

Dengan rutinitas yang beragam, anak diharapkan tidak bosan bahkan menambah lebih banyak pengetahuan dan keterampilan dibandingkan sebelum pandemi.

Untuk anak usia SD atau lebih kecil, jangan memaksakan terlalu banyak waktu belajar. Tanyakan pada anak apa yang ingin dia lakukan hari ini. Dia akan bersemangat karena merasa mempunyai kontrol terhadap sesuatu hal (memilih dan menentukan kegiatan) di tengah kondisi yang tidak dapat dikontrolnya (tidak bisa masuk sekolah dan bermain bersama teman-teman).

Untuk si kakak, ajaklah dia mulai menulis jurnal, membuat vlog, belajar baking dan masak hidangan yang serba simpel, menonton film-film favorit, menekuni e-sport atau melatih kemampuan olahraga lain seperti basket, juga aktif di berbagai kegiatan webinar seputar dunia remaja.

#4 Buat pandemic goals bersama. Lebih seru lagi, kita bisa mengajak anak membuat daftar “pandemic goals” yang ingin dicapai hingga penghujung tahun 2020.

Dari segi akademik misalnya, sepakati nilai minimal 90 untuk tiap mata pelajaran. Dari segi sosial, ajak anak berkontribusi dengan berdonasi dalam penggalangan dana atau berpartisipasi dalam kegiatan sosial lain. Dari segi keterampilan, targetkan minimal ada dua atau tiga hal baru yang dikuasai.

Demikian juga dari segi kesehatan, contohnya gowes bersama setiap akhir pekan dan lari pagi dua kali seminggu untuk menjaga tubuh tetap segar dan bugar.

Dengan 4 langkah di atas, mudah-mudahan tidak hanya anak yang semangat tapi juga kita—para orangtua—bisa semakin optimis menjalani new normal.

 




Seringkali Diabaikan dan Tidak Dianggap, Waspadai Dampak Depresi pada Anak Laki-Laki

Sebelumnya

Anak Remaja Mulai Menjauhi Orang Tua, Kenali dan Pahami Dulu Alasannya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Parenting