MENYAMBUT Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh setiap 23 Juli, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menggelar Lokakarya Forum Anak Nasional pada 28 Juni. Lebih dari sekadar perayaan, ini adalah momen penting untuk menyuarakan aspirasi anak-anak Indonesia sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan bangsa.
Devy Nia Pradhika, Asisten Deputi Kemen PPPA, menekankan bahwa partisipasi anak bukan hanya simbolik, melainkan hak yang dijamin undang-undang. Anak-anak perlu didengar—lebih dari itu, suara mereka harus ditindaklanjuti dalam kebijakan dan program pembangunan nasional maupun daerah.
Dalam proses penyusunan “Suara Anak Indonesia” (SAI), aspirasi mereka dihimpun secara sistematis dari desa hingga provinsi, menggunakan alat bantu Kanvas Suara Anak yang inklusif dan partisipatif.
Langkah ini bukan tanpa alasan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, anak-anak menjadi pusat perhatian dalam upaya membangun sumber daya manusia yang unggul. Pemerintah telah menetapkan dasar hukum yang kuat, seperti UU No. 35 Tahun 2014, yang menjamin hak anak untuk tumbuh, belajar, dan hidup tanpa kekerasan.
Woro Srihastuti Sulistyaningrum dari Kemenko PMK menegaskan, dengan hampir sepertiga penduduk Indonesia adalah anak-anak, suara mereka sangat penting untuk menghasilkan kebijakan yang tepat sasaran. Anak-anak tak lagi diposisikan sebagai penerima manfaat, melainkan sebagai agen perubahan yang harus dilibatkan secara nyata.
Hal senada disampaikan Yosi Diani Tresna dari Bappenas. Ia menyoroti bahwa perlindungan anak harus diwujudkan melalui program konkret yang menjawab tantangan nyata: dari stunting, putus sekolah, hingga kesehatan mental.
Melalui kegiatan ini, kita diingatkan bahwa masa depan yang lebih baik dimulai dari mendengarkan anak-anak hari ini. Karena mereka bukan hanya harapan bangsa—mereka adalah bagian dari solusi. 
KOMENTAR ANDA