Ilustrasi anak yang melompat penuh semangat. (Freepik/jcomp)
Ilustrasi anak yang melompat penuh semangat. (Freepik/jcomp)
KOMENTAR

DI tengah budaya pendidikan yang masih terlalu menitikberatkan pada nilai akhir dan peringkat kelas, satu hal penting justru kerap terabaikan: GRIT. Istilah ini dipopulerkan oleh Angela Duckworth, psikolog dari University of Pennsylvania, sebagai kombinasi antara passion (gairah mendalam) dan perseverance (ketekunan jangka panjang) untuk meraih tujuan.

Duckworth bahkan menegaskan bahwa grit berperan lebih besar daripada IQ, latar belakang ekonomi, atau bakat alami dalam menentukan kesuksesan anak di masa depan. Namun sayangnya, grit belum banyak diajarkan di rumah atau sekolah. Anak-anak masih terlalu sering diukur dari nilai ujian atau ranking kelas, bukan dari bagaimana mereka bertahan saat menghadapi kegagalan.

Padahal, kehidupan nyata jauh dari sekadar hasil akhir. Dalam hidup, anak akan dihadapkan pada berbagai kegagalan, kritik, dan situasi yang tidak selalu menyenangkan. Di sinilah grit memainkan peranan vital. Anak yang memiliki grit akan belajar bangkit meski tak ada yang menyemangati, tetap mencoba meski berkali-kali gagal, dan menjaga tujuan jangka panjang meski jalan terasa berat.

Sayangnya, banyak orang tua dan guru yang tanpa sadar justru melumpuhkan potensi grit anak. Misalnya, terlalu cepat menolong saat anak kesulitan, atau memberi pujian hanya ketika anak berhasil, bukan saat mereka berusaha keras. Ini mengirim pesan bahwa hasil lebih penting daripada proses.

Sebagai pendidik—baik di rumah maupun di sekolah—kita perlu mengubah pendekatan. Berikan ruang bagi anak untuk mencoba, gagal, lalu mencoba lagi. Dukung usaha mereka, bukan hanya hasilnya. Tunjukkan bahwa jatuh itu biasa, dan bangkit adalah kekuatan. Tumbuhkan rasa ingin tahu yang mendalam, bukan sekadar ingin lulus ujian.

Mengasah grit bukan proses instan, tapi investasi jangka panjang. Dengan GRIT, anak tidak hanya cerdas, tapi juga tangguh. Dan dunia saat ini, lebih membutuhkan manusia tangguh yang bisa belajar, beradaptasi, dan terus melangkah—meski sendirian.




Mendampingi Anak Beradaptasi di Jenjang Pendidikan Baru, Ini yang Bisa Ayah Bunda Lakukan

Sebelumnya

Bimbinglah Anak untuk Memahami dan Menghargai Perbedaan Strata Sosial Ekonomi di Sekolah

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Parenting