Ilustrasi ayah dan anak (Freepik)
Ilustrasi ayah dan anak (Freepik)
KOMENTAR

DALAM dinamika keluarga modern, peran ayah tak lagi terbatas sebagai pencari nafkah atau "kepala rumah tangga" dalam pengertian konvensional. Kini, menjadi kepala keluarga bukan berarti lepas tangan dari urusan rumah tangga. Justru, ayah yang aktif berbagi peran dengan ibu adalah gambaran pemimpin sejati—yang memimpin dengan teladan, bukan hanya perintah.

Ayah bisa dan seharusnya terlibat dalam mengajarkan anak tentang nilai-nilai kebaikan: kejujuran, tanggung jawab, empati, dan disiplin. Ketika anak melihat ayahnya membacakan buku sebelum tidur, membantu membereskan mainan, atau sabar menasihati saat anak melakukan kesalahan, anak belajar bahwa ayah adalah sosok yang hangat dan tegas, bukan sekadar figur otoritas.

Eksplorasi tugas domestik pun bukan ancaman bagi maskulinitas, melainkan bentuk cinta yang nyata. Mencuci piring, menyapu rumah, atau memasak bersama anak bisa menjadi momen kedekatan keluarga yang berharga. Hal-hal kecil seperti itu menunjukkan pada anak bahwa kerja sama dan tanggung jawab adalah tugas bersama, bukan terbatas pada gender.

Para orang tua muda perlu menghapus stigma bahwa "laki-laki cukup mencari uang." Keluarga yang sehat dibangun dari kolaborasi, bukan dominasi. Dengan saling berbagi peran, rumah menjadi tempat bertumbuh bagi semua, bukan hanya tempat pulang.

Ayah yang mau belajar, mendengar, dan turun tangan adalah investasi jangka panjang bagi tumbuh kembang anak dan keharmonisan rumah tangga. Karena pada akhirnya, menjadi kepala rumah tangga bukan soal siapa yang lebih berkuasa, tapi siapa yang lebih bijak membagi cinta dan tanggung jawab.




Ingatlah, "Demi Anak" Bukan Alasan untuk Menghalalkan Segala Cara

Sebelumnya

Ayah Hadir Utuh: Lebih dari Sekadar “Ada di Rumah”

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Parenting