BERTAHAN dalam badai yang kita tak tahu kapan akhirnya. Itu kira-kira yang menggambarkan apa yang sedang dihadapi bangsa Indonesia (juga seratus lebih bangsa lain di dunia).
Akibat corona, kita merana. Tapi sejatinya, jika kita masih mau melihat dengan perspektif yang lebih luas dan hati yang lebih jernih, kita bisa melihat banyak hikmah di balik itu.
Salah satunya adalah kita seharusnya bertambah yakin bahwa kekuasaan Allah mutlak adanya. Tak ada satu manusia pun bisa menahan laju takdir Allah. Tak ada satu makhluk pun yang bisa menentang takdir Sang Khalik.
Karena itulah sungguh tak patut kita sebagai manusia masih bisa merasa sombong. Kita kerap merasa lebih dari sesama manusia lainnya. Dari segi harta, kecerdasan, atau keturunan, kita biasanya menganggap derajat kita lebih tinggi dari orang lain. Rasa sombong yang singgah menetap di hati meski kita kerap menyangkalnya.
Kondisi akibat meluasnya wabah Covid-19 ini juga melahirkan empati yang maha dahsyat. Karin Novilda, salah satunya. Influencer sensasional itu kembali menuai banyak pujian karena mewujudkan “kerja nyata” bukan sekadar mengajak orang untuk berbuat baik. Karin bersama para relawan turun langsung menyemprotkan cairan desinfektan di berbagai fasilitas umum dan fasilitas keagamaan.
Sebelumnya, ada Rachel Vennya, influencer berhijab ini sukses menggalang 1 milyar lebih dana “Lawan Virus Corona” hanya dalam waktu 24 jam!
Kementerian BUMN juga telah mempublikasikan lowongan menjadi volunteer untuk masuk garda depan penanganan virus corona—terutama untuk membantu penanganan medis—yang kita harapkan akan segera diisi para pencari pahala yang sehat dan tangguh untuk membantu Indonesia segera keluar dari pandemi corona.
Lalu, bagi kita, awam yang harus tinggal di rumah bersama keluarga tercinta, bagaimana untuk bisa terus menghadirkan sabar, sabar, dan sabar di hati kita?
Pertama, memperbanyak wudhu.
Di rumah, tentulah kesempatan beribadah menjadi lebih banyak. Ini salah satu nikmat yang tak boleh luput disyukuri. Tak ada pembatasan waktu istirahat. Kita bebas menunaikan shalat wajib dan shalat sunnah rawatib. Juga shalat dhuha dan shalat malam yang kerap terlupakan dengan alasan sibuk dan lelah. Dan tilawah quran? Nah, jadikan kesempatan work at home dan stay at home menjadi kesempatan emas untuk khatam quran sekaligus memahami arti ayat-ayat Allah. Dengan banyak berwudhu dan meningkatkan kuantitas ibadah, insya Allah sabar kita akan lebih terjaga.
Kedua, memperbanyak mengingat kisah para Nabi dan Rasul.
Apa kesamaan para Nabi dan Rasul Allah? Ternyata, tidak ada satu pun yang hidup tanpa diuji oleh Allah. Hidup mereka adalah perjuangan. Kita harus sering membaca kembali, bagaimana para utusan Allah tersebut bersusah payah menyebarkan dakwah tauhid di tengah kaum yang jauh dari nilai-nilai Islam.
Tak hanya dimusuhi masyarakat, mereka juga dimusuhi keluarga sendiri (seperti yang dialami Muhammad saw.) Maka, pantaskah kita marah dengan qadarullah (takdir Allah) dengan kondisi serba sulit sekarang ini? Selama ini kita sudah dianugerahi kenikmatan hidup, mengapa tak bisa kita bersabar saat Allah memberi kita ‘kenikmatan’ yang berbeda?
Ketiga, mengingat bahwa kita masih hidup.
Kita mestinya sadar bahwa kita tidak pernah tahu kapan ajal akan menjemput. Karena itulah kita harus selalu menyeimbangkan alur hidup kita agar tidak selalu diburu-buru oleh kepentingan dunia.
Seberat apa pun langkah kita di dunia, yakinlah cahaya Allah akan menuntun kita ke arah kebaikan yang selalu kita mohonkan dalam doa. Dan karena kita masih diberi hidup oleh Sang Maha Kuasa, kita harus bisa menjaga sabar agar tidak lekas memudar dan menghilang dari relung hati kita. Hanya dengan sabarlah, kita bisa menikmati setiap detik hidup kita saat berada di titik yang tidak menyenangkan.
KOMENTAR ANDA