Anak Indonesia harus mendapatkan ilmu yang baik meski di tengah situasi yang serba tidak baik seperti saat ini/ Foto: Agung Hadiawan
Anak Indonesia harus mendapatkan ilmu yang baik meski di tengah situasi yang serba tidak baik seperti saat ini/ Foto: Agung Hadiawan
KOMENTAR

PEMBUKAAN sekolah di masa pandemi seperti saat ini terus menjadi polemik. Sebagian ibu yang merasa mulai lelah lantaran tidak mampu membagi waktu dan keuangan untuk membeli kuota internet, berteriak meminta sekolah segera dibuka. Di sisi lain, para orangtua yang mampu mencukupi kebutuhan anaknya bersekolah daring (dalam jaringan), tidak ingin ada sekolah tatap muka.

Menurut Ki Darmaningtyas, seorang ahli analisa kebijakan pendidikan dan transportasi, saat ini para orangtua sudah terbagi dalam empat kelompok.

Yang pertama adalah kelompok A, kelompok orangtua yang mampu dan memiliki anak cerdas. Kelompok ini tidak memiliki masalah sedikitpun dengan kebijakan sekolah online, lantaran mereka sanggup memenuhi kebutuhan semisal membeli kuota internet, tidak gaptek, dan anak mudah mencerna setiap tugas yang diberikan.

Kelompok B, di sini orangtua mampu memfasilitasi kebutuhan anak, meskipun sang anak tidak terlalu pintar menangkap semua pelajaran yang diberikan secara daring. Namun, orangtua dalam kelompok ini bisa saja mendatangkan guru pembantu ke rumah, untuk memastikan sang anak cukup mendapat ilmu.

Ketiga adalah kelompok C, di mana sang orangtua tidak mampu mencukupi kebutuhan belajar anak, tetapi sang anak cerdas dan cepat menangkap segala materi yang diberikan.

Dan terakhir adalah Kelompok D, baik orangtua dan anak sama-sama tidak mampu memberikan maupun menerima sistem pembelajaran baru ini. Merekalah yang kencang berteriak, memohon untuk sekolah tatap muka dibuka kembali.

"Kelompok D inilah yang perlu dibantu oleh ibu-ibu yang ada di kelompok A, dan B. Cobalah untuk berempati dan ulurkan tangan untuk memenuhi kebutuhan anaknya belajar," tegas Ki Darmaningtyas, dalam live instagram Nina Nugroho Solution.

Memang, menurut Ketua Institut studi Transportasi, NGO Transportasi (INSTAN) ini, baik pemerintah maupun orangtua siswa sebenarnya sama-sama belum siap menjalankan pendidikan melalui jaringan internet. Ada berbagai macam kendala yang menyulitkan, seperti belum siapnya fasilitas maupun jaringan internet yang ada, mengingat murid-murid yang ada di pelosok desa belum bisa menjangkau akses internet dengan baik.

Yang kedua keterbatasan keuangan para orangtua, karena selama pandemi banyak sekali yang kehilangan mata pencaharian. Dan, solusi seperti ini adalah dengan saling membantu antar kelompok-kelompok yang telah disebutkan di atas tadi.

"Sebenarnya, membuka sekolah saat ini sangat berbahaya untuk anak-anak. Sama saja dengan menjerumuskan mereka ke lubang kematian. Jadi solusi terbaik saat ini adalah dengan membuat kelompok-kelompok belajar," tegas dia.

"Kelompok-kelompok belajar ini tidak akan membuat kluster baru, asalkan dibentuk sesuai dengan protokol kesehatan. Artinya, tidak perlu mengambil kelompok belajar dari teman-teman yang berbeda wilayah sangat jauh. Cukup, misalnya satu kompleks saja, atau satu RT saja. Kan materi yang diberikan sama, dari TVRI. Nah, nanti yang memiliki kuota internet bisa membantu temannya melihat pertanyaan yang diberikan lewat google atau yang pintar bisa membantu temannya menjawab tugas-tugas. Seperti itu kira-kira," ucapnya.

Jadi saat ini, tidak perlu lagi berkeluh kesah dengan situasi yang ada. Ciptakan solusi dan saling membantu. Agar anak Indonesia mendapatkan ilmu yang baik meski di tengah situasi yang serba tidak baik seperti saat ini.

 




Peran Bijak Kakek dan Nenek dalam Pengasuhan Cucu, Kapan Boleh Mengintervensi?

Sebelumnya

Berani Bersaing, Siap Belajar: Menanamkan Jiwa Kompetitif yang Sehat pada Anak

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Parenting