KOMENTAR

PENGARUH Nabi Muhammad yang semakin meluas kian mencemaskan kalangan musyrikin, sebab pihak-pihak peziarah dari luar Mekah makin banyak mengikuti syiar Islam. Hal itu membuat pihak Quraisy pun nekat merancang rencana yang teramat keji, yakni pemboikotan.

Tiga tahun lamanya boikot berlangsung, tetapi harapan pihak Quraisy kian hari makin pudar. Pada kenyataannya, orang-orang dari suku-suku Quraisy lainnya turut membantu mereka yang di pengungsian.

 

Khadijah mengorbankan seluruh hartanya demi tegaknya syiar Islam. Perempuan tangguh itu melangkahkan kaki mengarungi padang pasir, mendaki bukit-bukit berbatu demi mengantarkan perbekalan makanan dan pakaian bagi pengungsi. Dia tidak gentar sedikit pun dengan ancaman pihak Quraisy, bahkan dirinya turut hidup di suatu lembah tempat pengasingan demi mendampingi perjuangan suami tercinta.

Ibnu Hisyam (2019: 168) menceritakan kejadiannya:

Abu Jahal bin Hisyam pernah berpapasan dengan Hakim bin Hizam bin Khuwailid bin Asad. Ia disertai oleh seorang budak yang memanggul tepung untuk diberikan kepada bibinya, Khadijah binti Khuwailid. Saat itu Khadijah binti Khuwailid ikut bersama Rasulullah di lembah.

Abu Jahal menghentikan Hakim bin Hazam dan bertanya, “Apakah engkau akan mengantarkan makanan kepada Bani Hasyim? Engkau takkan bisa mengantarkan makanan ini sampai aku mengumumkan perbuatanmu di Mekah!”

Lalu datanglah Abul Bakhtari bin Hasyim bin Harits. Ia bertanya, “Ada masalah apa engkau dengannya?”

Abu Jahal menjawab, “Orang ini membawa makanan kepada Bani Hasyim.”

Abul Bakhtari berkata, “Makanan ini asalnya milik bibinya, lalu ia mengantarkan kepadanya. Apakah engkau melarangnya untuk mengembalikan makanan kepada bibinya? Biarkan ia pergi!”

Abu Jahal tidak bisa menerima saran tersebut sehingga terjadi perselisihan dan perkelahian di antara kedua orang ini. Abul Bahktari mengambil sepotong tulang rahang unta dan memukulkannya kepada Abu Jahal hingga terluka, lalu menginjaknya keras-keras.

Episode ini memperlihatkan kuatnya pengaruh Khadijah di Mekah, yang dimanfaatkannya untuk membela perjuangan Islam. Bantuan yang mengalir bukan hanya dari harta Khadijah, melainkan dari segenap kharisma yang melekat pada dirinya.

Sementara itu, Hisyâm bin ‘Amru yang juga rajin membantu bahan logistik bagi klan Bani Hasyim dan Bani Muthalib kemudian berupaya menghentikan boikot yang tidak berprikemanusiaan tersebut.

Kedua klan tersebut tidak menyerah sedikit pun meski kehancuran ekonomi dan beratnya kehidupan sudah melemahkan sendi-sendi kehidupan mereka, sementara pihak musyrikin Quraisy terus menekan selama tiga tahun yang melelahkan.

Hisyâm bin ‘Amru menghubungi Zuhair bin Abi Umayyah al-Makhzûmiy, yang mana ibunya bernama ‘Âtikah binti ‘Abdul Muthalib termasuk anggaota klan yang tengah diboikot.

Ibnu Hisyam (2019: 181) menceritakan:

Hisyam menemui Zuhair bin Umayyah bin Mughirah. Ibunya adalah Atikah binti Abdul Muthalib. Hisyam berkata, “Zuhair, masa engkau tega makan, berpakaian, dan menikahi perempuan, sedangkan nasib paman-pamanmu dari pihak ibu seperti itu? Mereka tidak bisa melakukan jual beli, juga tidak boleh menikah dan menikahkan.”

Zuhair berkata, “Celakalah engkau, Hisyam! Apa yang harus kulakukan? Aku hanya seorang diri! Demi Allah, andaikan aku punya teman, tentu akan kubatalkan piagam boikot ini!”

Hisyam berkata, “Engkau sudah menemukan orangnya.”

Zuhair bertaya, “Siapa dia?”

Hisyam menjawab, “Aku.”

Zuhair berkata, “Carilah orang ketiga.”

Kedua orang itu pun mendatangi Muth’im bin ‘Adiy sebagai orang ketiga, lalu mereka mencari orang keempat, Abu al-Bukhturiy bin Hisyâm dan diperoleh pula orang kelima, yakni Zam’ah bin al-Aswad bin al-Muththalib bin Asad. Mereka semua sepakat untuk menghentikan boikot yang demikian tidak adil.

Ibnu Hisyam (2019: 182-183) mengisahkan:




Belum Ada Perang Seunik Perang Ahzab

Sebelumnya

Mukjizat Nabi pada Periuk Istri Jabir

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Sirah Nabawiyah