Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

DPR RI resmi menetapkan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) menjadi Inisiatif DPR pada Rapat Paripurna, Kamis (30/6).

Ketua DPR Puan Maharani menyatakan bahwa RUU KIA akan menjadi pedoman negara yang memastikan anak-anak generasi penerus bangsa mengalami masa tumbuh kembang yang ideal guna menjadi sumber daya manusia (SDM) yang unggul di masa depan.

Ketua DPR berjanji akan memberikan ruang untuk para pengusaha dan pekerja membahas RUU KIA ini.

"Membuka ruang sebanyak-banyaknya untuk bisa mendapat masukan dari seluruh elemen masyarakat, apakah pengusaha, pekerja nonformal, dan sebagainya," ujar Puan di Senayan (30/6).

Peraturan yang ada dalam RUU KIA memang menghadirkan beragam respons di masyarakat, baik dari pihak pengusaha maupun perempuan bekerja.

Banyak perempuan bekerja yang mengkhawatirkan konsekuensi di balik kebijakan tersebut. 

Dikutip dari laman resmi Universitas Airlangga, Ahli Hukum Ketenagakerjaan Unair Prof. Hadi Subhan menyatakan bahwa RUU KIA tidak bisa berdiri sendiri dan melupakan UU Ketenagakerjaan. Setiap perusahaan diketahui mempunyai peraturan ketenagakerjaan yang lebih khusus dari RUU KIA.

Pemerintah juga diharapkan tidak lepas tangan dengan UU Ketenagakerjaan. Misalnya dalam ketentuan cuti sedikitnya enam bulan yang ditetapkan dalam RUU KIA, perusahaan membayar gaji tiga bulan penuh, lalu sisa tiga bulan setelahnya disubsidi oleh pemerintah. Dengan catatan, perusahaan tidak boleh melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Pemerintah diharapkan dapat mendukung para perempuan bekerja dengan RUU KIA ini agar mereka tidak merasa khawatir perusahaan tidak melaksanakan penerapan aturan cuti melahirkan sesuai RUU KIA.

Pemerintah merupakan pengawas ketenagakerjaan yang wajib memastikan UU Ketenagakerjaan dan UU lain yang terkait, berjalan dengan tertib.

Hal itu mengacu pada pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yaitu "Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan."

Kementerian Ketenagakerjaan RI selama ini telah berupaya memastikan setiap pelanggaran ketenagakerjaan dikenai sanksi meskipun secara administratif. Termasuk di dalamnya, pelanggaran larangan cuti dan pengurangan hak pekerja.




Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Sebelumnya

BMKG: Hujan Intensitas Ringan Hingga Lebat Berpotensi Guyur Sebagian Besar Wilayah di Indonesia Sepanjang Hari

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News