"Kenalilah (ingatlah) Allah di waktu senang, pasti Allah akan mengenalimu di waktu sempit." (HR. Tirmidzi)/ Net
KOMENTAR

KITA kerap dihadapkan pada masalah besar dalam hidup ini. Masalah yang memaksa kita berpikir keras untuk mencari solusinya. Solusi yang notabene bukan perkara mudah untuk dilakukan.

Pada saat itulah, ketika kita hampir menyerah, kita biasanya—secara spontan—mengingat Yang Mahakuasa. Meminta bantuan-Nya. Memohon pertolongan dari Yang Maha Menguasai alam semesta dan seisinya. Karena kita sudah 'mentok', tak tahu lagi harus minta tolong kepada siapa lagi.

Tanpa sadar, situasi terhimpit itu ternyata berkali-kali kita hadapi. Dan berkali-kali pula kita mengingat Allah saat kita diburu tenggat waktu mencari solusi.

Saat sempit, kita mengingat-Nya.

Sesempit itu pemikiran kita.

Padahal Rasulullah mengatakan dengan jelas dalam sebuah hadis beliau.

"Kenalilah (ingatlah) Allah di waktu senang, pasti Allah akan mengenalimu di waktu sempit." (HR. Tirmidzi)

Bagaimana mungkin kita sampai lupa bahwa kita adalah hamba?

Sebagai hamba, kita tidak memiliki kuasa untuk mengendalikan penuh kehidupannya sendiri.

Itulah mengapa kita butuh untuk senantiasa bersandar pada Yang Mahabesar.

Jika kita ingin bersandar kepada Allah, maka kita akan mengingat Allah sepanjang waktu.

Mengingat Allah Swt. di kala lapang maupun sempit, di saat suka maupun duka, di saat bahagia maupun sedih.

Sayangnya, banyak di antara kita yang kerap mendadak lupa dengan Sang Khalik saat kehidupannya bertabur nikmat. Teramat bersuka cita karena merasa dunia dapat digenggamnya.

Banyak dari kita yang sulit menghindar dari sifat pongah. Kita merasa kesuksesan dan kenyamanan yang berhasil diraih saat ini semata buah dari kerja keras. Kita bahkan tak segan 'membeli' pergaulan demi memiliki banyak teman.

Padahal pengalaman bijak para publik figur yang bergelimang harta dan popularitas mengajarkan bahwa teman di saat senang biasanya tak akan menemani di saat susah.

Kehidupan mengajarkan kita bahwa mencari sahabat sejati bukan sebuah hal yang mudah. Pada akhirnya, hanya sedikit sekali sahabat yang menjadi bagian inner circle kita, mereka yang menerima kelebihan dan kekurangan kita dan tidak ragu untuk mengingatkan manakala kita salah melangkah.

Karena itulah kita tak bisa menggantungkan diri kepada sesama manusia.

Kebahagiaan bisa muncul dari senyuman tulus dan hati yang selalu bersyukur. Jika kita mampu mengingat Allah di saat hidup kita dalam keadaan baik bahkan berlimpah, kita tak akan jemawa dengan kenikmatan dunia.

Kelebihan yang kita miliki, kita manfaatkan untuk membantu sesama. Kita menyadari bahwa rezeki sekalipun bisa menjadi satu bentuk ujian. Jika kita sombong, itu artinya kita gagal melewati ujian itu.

Ketika kita mau mengingat Allah di saat senang, bagaimana mungkin Dia melupakan kita di saat sempit?

Orang yang mengingat Allah di saat lapang, sekalipun ditimpa masalah, insya Allah tak akan merasakan kegalauan dan keputusasaan. Ia tahu bahwa Allah senantiasa bersamanya.

Sebaliknya, jika kita selalu mengingat Allah hanya di saat terdesak, maka masalah akan datang lagi dan lagi karena Allah menginginkan kita untuk mengingat-Nya. Itu artinya masalah kita datang dari kesalahan kita sendiri.

Apakah itu yang kita inginkan?

Bukankah Allah mengatakan bahwa barang siapa yang mendekat kepada-Nya sehasta, Dia mendekat kepadanya sedepa, dan jika hamba datang kepada-Nya dengan berjalan (biasa), maka




Menjadi Korban Cinta yang Salah

Sebelumnya

Ana Khairun Minhu

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur