APA itu falafel? Jajanan kaki lima populer ini bisa ditemukan di hampir seluruh kawasan Timur Tengah, hingga kini mendunia dan menjadi favorit para pecinta kuliner.
Nama falāfil (فلافل) berasal dari bahasa Arab, bentuk jamak dari filfil (فلفل) yang berarti lada. Kata ini serumpun dengan istilah Sansekerta pippalī (lada panjang) maupun Aram pilpāl (benda kecil bulat, merica). Nama “falafil” sendiri tercatat digunakan di Indonesia sejak 1936.
Banyak sejarawan percaya bahwa falafel pertama kali lahir di Mesir, bahkan ada spekulasi bahwa ia sudah dikenal sejak era Firaun. Meski begitu, catatan tertulis paling awal baru ditemukan di abad ke-19. Hingga kini, falafel masih menjadi bagian penting dalam pola makan komunitas Koptik di Mesir, terutama saat hari-hari raya keagamaan.
Falafel memiliki ragam versi tergantung wilayahnya. Di Mesir, falafel umumnya dibuat dari kacang fava. Sementara di Israel, Palestina, Yordania, Lebanon, dan Suriah, bahan utamanya adalah kacang arab (chickpea). Di negara-negara Levant, falafel bahkan dianggap sebagai hidangan nasional dan menjadi makanan jalanan yang ikonik.
Pada 1970-an, falafel mulai dikenal di Eropa lewat kedai makanan dan restoran Turki di Jerman. Di Amerika Utara, sebelum dekade itu, falafel hanya bisa ditemukan di lingkungan Timur Tengah, Mediterania, dan Yahudi. Kini, falafel sudah menjadi menu global—mulai dari restoran khas hingga kafe modern.
Cara Membuat Falafel
Bahan dasar falafel adalah kacang arab atau kacang fava kering yang direndam semalaman, kadang dengan tambahan soda kue agar lebih empuk.
Kacang kemudian digiling bersama bawang putih, daun bawang, peterseli, ketumbar, serta rempah seperti jintan dan ketumbar bubuk. Adonan dibentuk menjadi bola kecil atau pipih, lalu digoreng hingga garing. Ada juga variasi yang dipanggang untuk versi lebih sehat.
Dengan cita rasa gurih, tekstur renyah di luar dan lembut di dalam, serta aroma rempah yang khas, tak heran jika falafel mampu menembus batas budaya dan menjadi salah satu ikon kuliner dunia.
KOMENTAR ANDA