KABAR duka menyelimuti dunia musik Indonesia. Raden Darmawan Dajat Hardjakusumah, atau yang lebih akrab dikenal sebagai Acil Bimbo, meninggal dunia pada Senin malam, 1 September 2025, di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung pada usia 82 tahun setelah berjuang melawan kanker paru-paru.
Pesan duka itu pertama kali dibagikan oleh cucunya yang juga seorang penyanyi dan aktris, Adhisty Zara, yang menuliskan bahwa sang kakek kini sudah terbebas dari rasa sakit.
Jenazahnya kemudian disemayamkan di rumah duka di Bandung, kota tempat ia dilahirkan dan membangun jejak panjang dalam dunia musik serta kebudayaan.
Bagi bangsa ini, Acil Bimbo bukan sekadar musisi, melainkan simbol dari harmoni, kepekaan sosial, serta cinta budaya.
Lahir di Bandung pada 20 Agustus 1943, ia bersama kakak-kakaknya Sam dan Jaka, serta adiknya Iin Parlina, membentuk grup musik Bimbo yang berdiri sejak 1966.
Grup ini dikenal dengan warna vokal yang khas, syair-syair puitis, religius, hingga sarat kritik sosial. Lagu-lagu seperti Tuhan, Sajadah Panjang, Rindu Rasul, hingga Melati dari Jayagiri menjadi warisan abadi yang tak lekang oleh zaman, kerap diputar setiap Ramadan dan mengisi ruang batin masyarakat Indonesia.
Meski dikenal sebagai musisi besar, perjalanan hidup Acil tidak hanya berhenti di panggung musik. Ia adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran tahun 1974 dan melanjutkan pendidikan notariat pada 1994.
Kepeduliannya pada masyarakat dan kebudayaan membuatnya aktif mendirikan serta membina berbagai organisasi, salah satunya LSM Bandung Spirit. Dalam banyak kesempatan, ia menyerukan pentingnya menjaga budaya Sunda, memperkuat nilai kebersamaan, serta melestarikan lingkungan yang kian tergerus modernisasi.
Suaranya yang lantang dalam membela hutan Tangkubanparahu dan kawasan Bandung Utara menjadi bukti bahwa cintanya pada tanah kelahiran tak pernah pudar.
Di balik sosok musisi, Acil adalah suami dari Ernawati dan ayah dari empat anak. Sejumlah cucunya, termasuk Zara dan Hasyakyla Utami, mewarisi darah seni sang kakek dengan terjun ke dunia hiburan. Bahkan, di masa tuanya, ia masih terus berkarya dan menyumbangkan pikiran untuk musik, budaya, dan lingkungan.
Kepergian Acil Bimbo meninggalkan duka mendalam, namun jejak karyanya adalah cahaya yang tak akan padam. Ia bukan hanya memberi nada dalam kehidupan, tetapi juga makna dalam kebersamaan dan keberanian menjaga budaya. Indonesia kehilangan seorang maestro, namun warisan harmoni dari Kang Acil akan terus hidup dalam ingatan, doa, dan lantunan lagu yang abadi.
KOMENTAR ANDA