PENGAJIAN rutin yang digelar di Masjid Baitul Huda, Kota Pasuruan, pada Rabu (20/8) menghadirkan ceramah Ustadz Anang Abdul Malik yang fokus membahas lima landasan kebebasan manusia dalam berkehendak dan berbuat, serta konsekuensi dari setiap pilihan yang diambil.
Ustadz Anang memulai dengan menjelaskan konsep qalb (hati), yang menurutnya harus seimbang antara akal dan perasaan. "Akal yang mengakui kebenaran, tetapi hati yang belum bisa menerima, akan membuat seseorang berada di ambang keraguan," jelasnya.
Ia mencontohkan kisah paman Nabi Muhammad saw, yang secara akal telah yakin akan kebenaran, tetapi hatinya belum sepenuhnya menerima, sehingga meninggal dunia dalam keadaan belum berislam.
Menurut Ustadz Anang, kebebasan manusia untuk memilih didasarkan pada lima hal:
Pertama, Kebebasan Memilih. Manusia diberi kebebasan penuh untuk memilih jalan hidupnya, baik yang beriman maupun yang ingkar. Kebenaran dan kesalahan telah dijelaskan dengan gamblang oleh Allah Swt melalui Al-Qur'an dan wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah saw.
"Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan)." (QS. Al-Balad: 10)
"Dan katakanlah (Muhammad), "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir." Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek." (QS. Al-Kahf: 29)
Kedua, Kelengkapan Manusia. Sebagai makhluk, manusia diciptakan dengan kelengkapan yang sempurna untuk berpikir dan membedakan. "Adanya prefrontal cortex membedakan manusia dengan binatang, memungkinkan kita mengendalikan emosi dan memutuskan sesuatu," kata Ustadz Anang.
Ia juga menegaskan bahwa dengan adanya sidik jari, retina mata, dan DNA yang unik, tidak ada manusia yang bisa mengelak dari kebenaran.
Ketiga, Tanggung Jawab. Setiap pilihan yang diambil di dunia akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Konsekuensi dari pilihan yang benar adalah kebahagiaan abadi, sementara pilihan yang salah akan berujung pada penyesalan selamanya.
"Jika kamu melakukan kebaikan, itu untuk kepentingan dirimu sendiri. Jika kamu menantang peringatan, kamu sendiri yang akan menanggung akibatnya," ujarnya.
Ustadz Anang Abdul Malik (Firnas Muttaqin)
Keempat, Kelanjutan Amalan. Setiap perbuatan di dunia tidak akan berhenti begitu saja, melainkan memiliki kelanjutan di akhirat. Semua manusia akan dihadapkan pada pengadilan Allah, di mana tidak ada yang bisa bersembunyi.
Beberapa dalil Al-Quran yang menjelaskan hal ini di antaranya:
Surah Al-Isra ayat 7: "Jika kamu berbuat baik, (maka) sesungguhnya kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri; dan jika kamu berbuat jahat, maka (sesungguhnya) untuk dirimu sendiri juga." Ayat ini menunjukkan bahwa perbuatan baik dan buruk akan kembali kepada pelakunya.
Surah Al-Qiyamah ayat 2: "Dan aku bersumpah dengan jiwa yang selalu mencela dirinya sendiri." Ayat ini menunjukkan bahwa manusia akan menyesali perbuatannya di akhirat.
Kelima, Pembalasan. Adanya pembalasan yang merupakan kelanjutan dari proses pengadilan. Bagi yang memilih jalan yang benar, mereka akan mendapatkan kenikmatan abadi di surga. Sebaliknya, yang memilih jalan sesat akan menanggung penderitaan di neraka.
Allah berfirman dalam surah Al-Anbiya' ayat 47, "Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun, pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan." Ayat ini menjelaskan tentang keadilan Allah dalam menimbang amal perbuatan.
Ustadz Anang juga menekankan bahwa Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka sendiri yang berusaha mengubahnya.
"Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia." (QS. Ar-Ra'd: 11)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa nasib manusia sejatinya berada di tangan mereka sendiri, bukan takdir yang pasif.
Selanjutnya, Ustadz Anang juga memaparkan perbedaan antara hidayah Al-Irsyad (petunjuk yang bisa diberikan manusia) dan hidayah Taufik (petunjuk dari Allah yang hanya bisa diberikan-Nya). "Kita bisa memberikan hidayah kepada orang lain, tapi hidayah taufik tidak bisa," pungkasnya.
Di akhir ceramah, Ustadz Anang tak lupa mengingatkan para jemaah untuk senantiasa meminta petunjuk kepada Allah Swt. agar terus berada di jalan yang benar.
KOMENTAR ANDA