MENJADI orang tua di era modern bukanlah perkara mudah. Tuntutan pekerjaan, dinamika sosial, hingga derasnya arus informasi membuat pola pengasuhan anak ikut berubah. Salah satu konsep penting yang kini banyak ditekankan adalah kemampuan berkompromi.
Kompromi dalam parenting bukan berarti melepas aturan begitu saja, melainkan seni menyeimbangkan kasih sayang dengan realitas kehidupan. Orang tua yang mampu berkompromi adalah mereka yang fleksibel, adaptif, dan peka terhadap kebutuhan perkembangan anak.
“Menjadi orangtua itu dasarnya pada kasih, maka ada hal-hal yang perlu kita kompromikan. Hal ini membuat kita beradaptasi dengan perkembangan dan kehidupan,” ujar Psikolog Klinis Ratih Ibrahim, M.M, dalam acara di Ganara Art Space Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (21/8), dikutip dari Kompas.
Menurut Ratih, kompromi justru menjadi jembatan yang memperkuat hubungan orang tua dan anak. Saat anak merasa didengar dan dihargai, mereka lebih mudah memahami nilai-nilai yang diajarkan. Di sisi lain, orang tua tetap bisa memegang prinsip dengan cara yang hangat, bukan kaku atau otoriter.
Bagi orang tua muda yang aktif dan dinamis, keterampilan berkompromi ini sangat relevan. Misalnya, ketika anak ingin bermain gadget sebelum tidur, orang tua bisa menetapkan kesepakatan: anak boleh bermain 20 menit, tetapi setelah itu wajib membaca buku sebelum lampu dimatikan. Dengan begitu, aturan tetap berjalan, anak pun merasa keinginannya tidak diabaikan.
Konsep kompromi mengajarkan bahwa pengasuhan tidak harus selalu hitam-putih. Ada ruang dialog, ada ruang kasih sayang, dan ada ruang bagi anak untuk belajar bertanggung jawab atas pilihannya. Inilah yang membuat kompromi menjadi salah satu fondasi penting parenting modern: membesarkan anak dengan cinta, tanpa melupakan disiplin dan realitas kehidupan.
KOMENTAR ANDA