Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

ANGKA Covid-19 pada anak terus bertambah. Pada awal September 2020, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyatakan 4397 kasus Covid-19 di Ibu Kota dialami anak usia 0-19 tahun.

Penambahan angka kasus positif Covid-19 pada anak juga tampak di daerah yang bersebelahan langsung dengan Ibu Kota yaitu Bekasi, ditandai dengan meningkatnya angka klaster keluarga.

Kondisi ini jelas menakutkan bagi orangtua. Padahal, di awal pandemi, orangtua sempat merasa sedikit ‘lega’ karena anak-anak dianggap tidak mudah terpapar Covid-19 dibandingkan orang dewasa dan lanjut usia.

ZoomTalk Farah.id yang digelar Rabu, 16 September 2020, membahas tema Covid-19 Pada Anak: Kenali Gejala, Pencegahan, dan Pengobatannya menghadirkan narasumber dr. R. Lia Mulyani, Sp.A, dokter spesialis anak di RSIA Sam Marie Basra.

Dalam ZoomTalk, dihadirkan video tentang seorang anak perempuan berinisial G yang sedang menjalani isolasi mandiri di rumahnya di kawasan Jakarta Timur. Sang ibu bercerita bahwa berawal dari kakek anak tersebut positif terinfeksi Covid-19 meskipun gejala yang ditunjukkan terbilang tidak terlalu parah yaitu batuk dan bersin-bersin.

Ternyata, setelah diperiksa swab test, satu keluarga ikut terinfeksi. Namun sang ibu sempat heran karena hasil swab G  negatif. Namun demikian, G tetap menjalani isolasi mandiri. “Alhamdulillah, moodnya baik, dia masih ceria, dan masih bisa mengerjakan tugas sekolah,” ujar sang ibu.

Bagaimana sebenarnya gejala Covid-19 yang harus diwaspadai para orangtua? Berikut ini petikan tanya jawab dalam ZoomTalk yang dipandu moderator Amelia Fitriani (redaktur Farah.id).

Q: Dokter, bagaimana sebenarnya penggunaan masker pada anak? Orangtua takut masker membuat sesak.

A: Masker tidak dianjurkan untuk anak berusia di bawah 2 tahun. Kenapa, karena anak berusia di bawah 2 tahun belum bisa memasang dan melepas sendiri maskernya. Anak bayi, jika memang harus keluar rumah, misalnya untuk imunisasi ke rumah sakit, bisa memakai face shield. Demikian pula pada orang tua (usia lanjut). Jika sudah tidak bisa melepas sendiri maskernya, tidak boleh.

Terkait takut anak merasa sesak, sudah ada penelitian ilmiahnya bahwa KADAR OKSIGEN dalam tubuh TIDAK MENURUN saat menggunakan masker. Saat ini kita hanya masih belum terbiasa sehingga rasanya sesak.

Q: Bagaimana orangtua bisa aware terhadap gejala Covid-19 pada anak?

A: Perlu diperhatikan bahwa gejala Covid-19 tidak ada yang khas. Gejalanya sama dengan infeksi lain seperti demam, batuk, dan pilek. Dengan kondisi seperti sekarang, misalnya di Jakarta yang merupakan zona merah dengan tingkat penularan tinggi, maka orangtua WAJIB WASPADA.

Orangtua harus curiga ke arah Covid-19 jika ada kontak erat dengan orang yang terkonfirmasi positif Covid-19. Seperti dalam kasus anak G, kakeknya yang tinggal satu rumah positif Covid-19, itu berarti harus SEGERA melakukan swab test untuk memastikan. Namun demikian, jika tidak ada kontak erat tapi ada gejala demam, batuk, pilek, orangtua tetap harus waspada.

Q: Adakah gejala khusus pada balita?

A: Gejala pada anak sama dengan gejala Covid-19 pada orang dewasa. Mulai dari demam, lemas, badan menggigil, kram otot, pegal-pegal, gangguan saluran pernapasan, batuk dan pilek, sakit tenggorokan, sesak napas, mual, muntah, hingga diare. Yang cukup khas adalah gangguan penciuman dan gangguan indera pengecap. Penciuman bisa terganggu atau berkurang dan lidah kurang bisa mengecap.

Gejala yang dilaporkan antara anak-anak dengan orang dewasa dilaporkan sama. Tapi tidak selalu semua gejala itu muncul. Bisa beberapa di antaranya, bisa hanya satu, bahkan seperti OTG—bisa tanpa gejala. Karena itulah orangtua harus peka.

Q: Apakah hasil swab test itu sudah pasti? Apa yang diperiksa dari swab test?

A: Swab test ini merupakan tes real time PCR, hasilnya berupa diagnosis. Swab itu adalah metodenya yaitu apusan. Bahan yang diperiksa adalah lendir di dalam hidung dan di dalam tenggorokan. Lendir diambil menggunakan satu alat bantu yang dimasukkan ke hidung dan tenggorokan. Pemeriksaan PCR akan mendeteksi apakah ada virus dalam tubuh atau tidak. Yang diperiksa adalah RNA virus.

Ada juga metode menggunakan CT scan score untuk melihat apakah virus masih bisa menularkan atau tidak. Tapi tidak semua RS menyediakannya.

Yang lebih mudah dilakukan adalah melakukan swab paling tidak sebanyak dua kali. Misalkan hasil swab test negatif tapi ada gejala menunjukkan ke arah Covid-19, swab bisa diulang sampai dua kali paling cepat dalam jangka waktu satu sampai tiga hari. Jika hasilnya negatif lagi, berarti tidak terinfeksi.

Sedangkan pada rapid test, yang dites adalah antibodi. Saat virus masuk, tubuh kita akan bereaksi dengan menghasilkan antibodi untuk melawannya. Artinya, jika kita pernah terinfeksi, tubuh kita memiliki antibodi tapi kita tidak tahu apakah virus itu masih menularkan atau tidak.

Saat awal memproduksi antibodi, tubuh memproduksi IgM, lalu kadarnya turun menjadi IgG. Jika yang terdeteksi adalah IgG, bisa jadi kita pernah terkena tapi tidak menularkan. Antibodi sudah ada, tapi apakah virus itu masih ada atau tidak, itu bisa diketahui dengan swab test.

Q: Apa mungkin orang yang pernah terkena Covid-19 dapat terkena lagi?

A: Karena itulah lebih baik swab dua kali. Bisa saja terkena lagi, bisa tidak dengan gejala, dan bisa tidak menularkan.




Benarkah Cuaca Panas Ekstrem Berbahaya Bagi Penderita Diabetes?

Sebelumnya

Yuk, Lindungi Mata dari Bahaya Sinar UV

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Health