Ilustrasi Jabal Nur/ Net
Ilustrasi Jabal Nur/ Net
KOMENTAR

Bukankah Allah Swt. menegaskan jaminan terbaik bagi akhlak Rasulullah yang merupakan uswatun hasanah atau suri teladan.

Surat al-Ahzab ayat 21, yang artinya, “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”

Dalam ayat ini terkandung pengakuan Allah atas budi pekerti Nabi Muhammad, sehingga dapat dipastikan Surat Abasa tidak menyebutkan cederanya akhlak beliau. Ingat, tak ada ayat yang berseberangan maknanya dengan ayat lain.

Hikmah dari kisah pria tunanetra

Para mufasir punya pandangan yang menarik dalam memahami peristiwa datangnya Abdullah bin Ummi Maktum ini.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menerangkan tentang hal ini bahwa, seakan-akan beliau khawatir, para pembesar itu akan mencaci beliau karena perhatiannya kepada pria tunanetra itu dan dianggap berpaling dari mereka.

Nabi Saw. dalam keadaan masam dan berpaling adalah karena memperhatikan dua hal ini: Pertama, harapan kiranya para pembesar itu memeluk Islam. Kedua, agar mereka tidak mencela Nabi Saw. ketika beliau menoleh kepada pria tunanetra yang menurut mereka merupakan manusia hina.

Tidak diragukan bahwa semua ini adalah ijtihad dari Rasulullah dan bukan hinaan bagi Abdullah bin Ummi Maktum, karena kita mengetahui bahwa Nabi Saw. tidak berkepentingan melainkan menyebarnya dakwah kebenaran di antara para hamba Allah.

Semua manusia bagi beliau adalah sama. Bahkan orang yang sangat baik penerimaannya akan Islam adalah orang yang paling beliau cintai. Inilah yang kita yakini berkenaan dengan Rasulullah. 

Tidak ada yang perlu disalahkan dari episode ini, kecuali kita hendaklah menjadikannya sebagai ibrah.

Semua yang terjadi adalah manusiawi adanya; sebagaimana manusiawinya Nabi Muhammad bermuka masam setelah dakwahnya ditanggapi tidak enak oleh pembesar Quraisy, toh beliau juga manusia biasa.

Manusiawi pula seorang tunanetra yang tidak paham kondisi, datang pada waktu Rasulullah dikecewakan oleh pembesar Quraisy.

Ada sisi-sisi manusiawi yang perlu kita cerna dari sepenggal episode ini. Artinya, marilah kita menghargai kemanusiaan.

Lagi pula, Abdullah bin Ummi Maktum kemudian menjadi sahabat kesayangan Rasulullah. Selain Bilal bin Rabah, Abdullah bin Ummi Maktum adalah muazin andalannya. Di samping itu dia juga seorang penghafal Al-Qur’an. Allah mengabadikan sang pria tunanetra dalam kitab suci karena banyak ibrah sepanjang hayat yang bisa dipetik.

Inilah pentingnya mengupas Sirah Nabawiyah berdasarkan Al-Qur’an, bukan hanya dari dimensi sejarah belaka. Sebab kitab suci mengungkapkan suatu kejadian bukan sekadar mengabarkan peristiwa melainkan demi dipetik hikmahnya.




Belum Ada Perang Seunik Perang Ahzab

Sebelumnya

Mukjizat Nabi pada Periuk Istri Jabir

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Sirah Nabawiyah