Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

SUATU sore, Lyla yang berusia 5 tahun bermain ke rumah Fira yang terletak tepat di samping rumah. Mereka bermain di kamar yang dipenuhi boneka milik Fira. Lyla mengajak Fira bermain gunting batu kertas. Yang menang, bisa mendapatkan boneka. Dan ketika Lyla menang, ia pun membawa pulang satu boneka Fira. Dia mengatakan pada orangtuanya bahwa Fira memberinya boneka.

Di rumah Fira, ayah dan ibunya berbeda pendapat setelah mendengar cerita anak mereka. Menurut ibu, biarkan saja boneka itu dibawa Lyla. "Namanya juga anak-anak..." kata ibu.

Tapi menurut ayah Fira, Lyla harus tahu bahwa perbuatannya itu tidak tepat. Semua boneka itu milik Fira. Jika Fira yang menang, itu artinya dia tidak mendapat apa-apa. Jelas itu bukanlah permainan yang adil.

Seperti Ibu Fira, banyak orangtua sering mengomentari perbuatan salah anak mereka dengan berkomentar singkat, "Namanya juga anak-anak." Padahal tanpa disadari, kata-kata itu menunjukkan betapa orangtua bersikap sangat permisif dengan selalu memaklumi kesalahan yang dilakukan si kecil.

Sikap permisif tersebut bisa diartikan anak sebagai batasan dari aturan sosial yang berlaku di masyarakat. Anak akan merasa apa yang dia lakukan bukanlah sebuah kesalahan, bukan sesuatu yang melanggar aturan, juga bukan hal yang merugikan orang lain. Pemahaman tersebut sangat berbahaya karena kelak setelah mendewasa, anak tidak bisa menjadi pribadi yang bisa menyadari kesalahannya.

Karena itulah orangtua harus mampu menjadi sosok yang bersahabat namun tetap tegas terhadap anak. Jika memang apa yang dilakukan anak adalah sesuatu yang salah, kita harus memberi pengertian padanya. Jangan sampai anak menganggap hal itu wajar dilakukan dan pantas dilakukan terhadap orang lain.

4 hal yang perlu diperhatikan untuk memberitahu anak tentang kesalahannya.

#Menegur bukan marah
Jangan sampai ayah bunda menegur anak dengan nada suara tinggi dan langsung menyalahkan anak. Terlebih lagi jika anak memang belum memahami perbuatannya karena usianya yang masih kecil. Jika kembali pada kisah Lyla dan Fira di atas, orangtua Fira bisa memberi pemahaman pada Fira bahwa permainan tersebut tidak adil karena hanya satu anak yang bisa mendapatkan hadiah.

#Memperluas wawasan dan pengetahuan
Yang perlu dilakukan orangtua adalah memberi pemahaman dengan menambah pengetahuan dan wawasan anak. Hal itu tentu menggunakan bahasa yang sesuai dengan usia anak. Untuk anak kecil, jelaskan dengan kata-kata yang mudah dipahami. Sementara untuk anak praremaja, jangan pernah menghakimi. Jelaskan saja fakta dan dalil yang mendukung pendapat orangtua.

Untuk anak yang duduk di kelas 5 SD ke bawah, mereka biasanya belum memiliki pemahaman tentang hal-hal yang abstrak. Agar mereka paham bahwa mereka melakukan kesalahan, kita harus memberi contoh yang konkret.

#Memilih waktu yang tepat
Semakin kecil usia anak, usahakan orangtua menegur anak sesegera mungkin. Dengan begitu anak akan lebih cepat paham dan pemahaman itu agar cepat melekat dalam pikirannya.

Berbeda dengan anak yang mulai memasuki usia praremaja, orangtua harus mencari waktu yang tepat—terutama secara emosional anak—untuk bisa membuatnya sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan dan tidak akan mengulanginya.

#Menghormati hak orang lain
Tujuan dari teguran orangtua haruslah berujung pada satu tujuan yaitu menghormati hak orang lain. Anak harus memahami bahwa dia hidup bersama orang lain di sekitarnya. Mulai dari orangtua, kakak, adik, juga teman-teman. Karena itulah dia sejak kecil harus diajarkan tentang menghormati orang lain.

 

 




Seringkali Diabaikan dan Tidak Dianggap, Waspadai Dampak Depresi pada Anak Laki-Laki

Sebelumnya

Anak Remaja Mulai Menjauhi Orang Tua, Kenali dan Pahami Dulu Alasannya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Parenting