KOMENTAR

Tetapi di hadapan para tamu, Nabi Muhammad berkata, “Ibu kalian sedang cemburu!”

Kalimat indah menawan itu membuat para sahabat pun maklum, cemburu kan perasaan yang lumrah. Jadi, tidak perlu dibesar-besarkan, apalagi sampai dijadikan bahan gosip. Keputusan Rasulullah untuk tidak merasa tersakiti itu berangkat dari subjektifitas jiwa beliau, yang terpancar dari hati yang amat lapang, melebihi samudera terluas sekalipun.

Dari kecerdikan beliau pula timbul kesadaran Aisyah yang kemudian mengganti kerugian di atas kesalahannya. Insiden itu berakhir dengan baik, tanpa pertengkaran atau pun perasaan tersakiti.
Tidak ada salahnya juga bila kita memandang sesuatu perbuatan itu salah, dan boleh juga merasa tersakiti.

Dan ingatlah, itu hanyalah subjektif toh! Tetapi, jangan pernah mencari-cari kesalahan atau memojokkan pasangan dalam posisi bersalah terus. Jika dia salah, maafkan dan diskusikan bagaimana caranya agar perasaan tersakiti itu tidak berlarut-larut.

Pikirkanlah dengan timbal balik, jika melihat suami atau istri salah, maka tahukah kita bahwa sangat mungkin kesalahan kita jauh lebih banyak atau lebih parah. Apabila kita merasa tersakiti oleh suami atau istri, sadarilah sangat mungkin kita pernah menikam rasa sakit yang lebih dalam atau lebih sering menggores luka di hatinya.

Sebaliknya, jika kita kukuh berpendapat hanya pasangan yang salah dan kita selalu benar, hanya kita yang tersakiti dan pasangan hanya kerjanya menyakiti belaka, maka runyamlah rumah tangga. Pada subjektifitas macam inilah setan bermain, membakar, dan kemudian berpesta-pora.

Rasulullah memandang positif atas istrinya, kesalahan dipandang lumrah manusiawi, toh kesalahan dapat diperbaiki. Tentang perasaan tersakiti, tampaknya hal demikian bukan bagian dari kepribadian beliau yang amat pemaaf.

Walau bagaimana pun suami atau istri adalah pasangan sah yang telah mencintai dan banyak berkorban. Tidaklah mungkin dari cinta tulus itu ada niat menyakiti. Perasaan tersakiti atau tidak itu bermain pada subjektifitas kita, dan mulai dari sana pula kita menatanya.  

“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (terjemahan surat al-A’raf ayat 199).

 

 




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur