KISAH berikut ini menjadi memikat, karena menyibak cakrawala perihal betapa adilnya Islam dalam memandang sesuatu. Agama ini bukan hanya indah dalam memberikan pemahaman, tetapi juga sangat rasional saat menggugah daya nalar. Berikut ini ceritanya:
Ayyasy bin Abu Rabi'ah al-Makhzumi berhasil hijrah ke Madinah bersama Umar bin Khattab. Namun tokoh musyrikin Quraisy, Abu Jahal bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam menyusul hendak menjemput Ayyasy.
Keduanya beralasan bahwa ibunda Ayyasy telah bernazar, sisir tidak akan menyentuh rambutnya dan dirinya tidak akan berteduh dari matahari hingga melihat Ayyasy kembali. Sehingga Ayyasy pun terketuk hatinya mendengar cerita kedua orang itu.
Namun Umar bin Khathab mengingatkan, “Orang-orang Quraisy hanya ingin mengeluarkanmu dari agamamu. Demi Allah, jika ibumu terganggu oleh kutu, ia pasti menyisir rambutnya dan jika panas matahari Mekkah membara, ia pasti berteduh.”
Ayyasy bin Abu Rabi'ah menyahut, “Aku akan membersihkan sumpah ibuku. Di sana, aku mempunyai uang dan akan mengambilnya.”
Umar berkenan memberikan separuh harta miliknya sebagai gantinya. Namun Ayyasy lebih tertarik pulang bersama Abu Jahal dan Al-Harits. Umar pun menyerahkan unta yang andal sebagai tunggangan Ayyasy.
Maka Ayyasy bin Abu Rabi'ah pun mengikuti keduanya balik ke Mekkah. Di tengah perjalanan, keduanya meringkus Ayyasy. Ibnu Ishaq mengatakan, Ayyasy masuk ke Mekkah dalam keadaan terikat di malam hari. Dia mengalami penyiksaan yang berat dan ditahan.
Ibu macam apakah yang tega anaknya disiksa, mengalami penderitaan demi kebenaran Tuhan. Tentunya bukan ibu jenis ini yang akan membukakan pintu surga.
Ayyasy anak yang berbakti, tetapi dia lengah, padahal bakti kepada ibu tidak boleh mengalahkan bakti pada Allah. Nabi Muhammad memaklumi kepolosan Ayyasy dalam memahami makna bakti, dan beliau meminta kaum muslimin membebaskannya dari derita.
Kemudian Al-Walid bin Al-Walid bin Al-Mughirah berangkat ke Mekkah dan mencari tempat orang tersebut ditahan. Pada sore harinya, Al-Walid berhasil membebaskan Ayyasy hingga tiba kembali di Madinah.
Sesungguhnya Al-Qur’an juga memuat tentang ibu-ibu yang berperangai buruk; istri Nabi Nuh yang durhaka pada suami, dan sebagai ibu dia mempengaruhi lalu menjerumuskan putranya dalam kesesatan hingga tenggelam dalam banjir.
Istri Nabi Luth yang melakukan persekongkolan jahat dengan kaum kafir, dan sebagai ibu dia juga hendak menyesatkan anak-anaknya. Tetapi dua putrinya menolak muslihat sang ibu dan lebih memilih kebenaran bersama ayahnya, Nabi Luth.
Ummu Jamil menjadi duet maut bersama suaminya Abu Lahab dalam menganiaya Nabi Muhammad. Ummu Jamil berperangai buruk dengan mulutnya yang jahat dan hatinya yang busuk. Sebagai ibu, dia pun turut memaksa dua putranya melakukan kekerasan psikis dengan menceraikan dua putri Rasulullah. Sayang, dua putranya itu tidak dapat melihat cahaya kebenaran dan menaati kejahatan ibunya.
Tentunya, bukan ibu-ibu macam itu yang akan membawa anak-anaknya ke surga. Bahkan dengan mengikuti mereka, anak-anaknya akan mengalami pintu surga yang ditutup oleh Allah. Karena bakti dan taat yang tertinggi hanyalah pada Tuhan.
Dari itu, Islam menerangkan bagaimanakah tipikal ibu yang sejati, yang akan membukakan pintu surga, yaitu ibu yang menaati Allah, yang berakhlak mulia, yang menyayangi keluarga.
Selain tentunya ayat-ayat suci, banyak hadis Rasulullah membimbing para wanita agar menjadi ibunda yang salehah, yang menaati aturan Tuhan. Karena bakti yang tertinggi hanyalah kepada Allah, tidak ada yang berhak melanggar kebenaran dan ketentuan Tuhan.
Namun tidak ada agama, kepercayaan, kebudayaan atau peradaban yang tidak memuliakan ibu. Demikian pula Islam juga memberikan porsi kemuliaan yang luar biasa untuk tema ini. Di antara teladannya terdapat pada kisah berikut ini:
Sebetulnya Rasulullah belum pernah berjumpa dengan Uwais Al-Qarni. Namun Rasulullah berkata, “Dia seorang penduduk daerah Qaran di Yaman, dari kabilah Murad. Ayahnya telah meninggal dunia. Dia hidup bersama ibunya dan berbakti kepadanya. Dia pernah terkena penyakit kusta.
Dia berdoa kepada Allah Swt., lalu dia diberi kesembuhan, tetapi masih ada bekas sebesar dirham di kedua lengannya.”
Kemudian Rasulullah berpesan, “Jika kamu bisa meminta kepadanya doa memohonkan ampunan kepada Allah untuk dirimu, maka lakukanlah!”
Siapakah Uwais Al-Qarni yang dipuji oleh Nabi itu? Uwais hanyalah pemuda miskin, seorang penggembala domba. Allah yang mengabari keutamaan Uwais Al-Qarni kepada Nabi Muhammad Saw.
Dia seorang lelaki saleh yang berbakti kepada ibunya yang lumpuh. Bahkan Uwais Al-Qarni memecahkan rekor, yaitu berjalan kaki sambil menggendong ibunya dalam rangka menunaikan ibadah haji.
Dari Yaman berjalan kaki dengan menggendong ibu, tentulah bakti yang belum ada yang mampu menandinginya. Bukan hanya jarak yang teramat jauh, tetapi juga medan yang amat berat. Dengan amalannya itu, pantaslah doa Uwais dikabulkan Allah, layaklah pintu surga terbuka lebar untuknya.
Setelah bertahun-tahun mencari, akhirnya Umar bin Khattab berhasil menemukan Uwais. Pada kesempatan itu Umar melaksanakan pesan Rasulullah agar meminta doa. Umar berkata, “Mohonkanlah kepada Allah Swt ampunan untuk diriku.”
KOMENTAR ANDA