Bendera merah putih setengah tiang di balkon apartemen/Istimewa
Bendera merah putih setengah tiang di balkon apartemen/Istimewa
KOMENTAR

SEJAK awal April 2020, saya mengibarkan bendera merah putih setengah tiang di balkon apartemen saya sebagai ungkapan belasungkawa atas wafatnya sekitar dua ratus warga Indonesia akibat angkara murka virus Corona.

Tiga bulan kemudian pada awal Juli 2020 di tengah suasana duka atas wafatnya lebih dari 3.500 warga Indonesia akibat Covid-19, sang deklarator Untuk Indonesia Watch, mantan demonstran Orla dan Orba merangkap mahaguru geopolitik-ekonomi-global saya, Haryono Kartohadiprojo berbagi sebuah tulisan yang beredar di alam maya. Edaran itu memaklumatkan amanat penderitaan para dokter yang berada di gugus terdepan medan pertempuran melawan angkara murka virus Corona yang sedang mencengkeram persada Nusantara masa kini.

Beban Derita

Para dokter curhat bahwa siap mengorbankan jiwaraga untuk menolong para pasien Covid-19 namun sayang tampaknya perhatian, apalagi dukungan dari pihak pemerintah secara kuantitas dan kualitas masih dirasa kurang. Dana dukungan yang dijanjikan presiden bahkan sama sekali belum diserahkan ke para dokter sesuai amarah Presiden.

Amanat penderitaan para dokter sepenuhnya dapat dimengerti sebab para pahlawan kesehatan sudah siap mengorbankan jiwaraga sambil juga sudah mengorbankan nafkah akibat harus fokus merawat para pasien terjangkit virus Corona.

Memang di dalam amanat penderitaan para dokter yang bertempur di front terdepan melawan Cobid-19 terungkap bahwa beban derita para beliau berlapis-lapis mulai dari nafkah dari praktik musnah sambil tidak mendapat dana insentif yang dijanjikan Presiden, minimnya peralatan kesehatan sehingga setiap saat senantiasa potensial terpapar Corona yang ganas membinasakan manusia tanpa pandang latar belakang sosial, suku, etnis, gender, usia, agama, ekonomi, politik atau apa pun.

Dukungan

Memang ada yang menganggap amanat penderitaan para dokter itu lebay berdasar keyakinan bahwa tugas professional para dokter memang wajib mengorbankan jiwa raga untuk merawat pasien. Lazimnya yang bersikap sinis adalah yang tidak memiliki sanak keluarga dokter yang gugur dalam bertugas dalam pertempuran melawan Corona.

Namun selama mengharap belum dilarang secara konstitusional, besar harapan saya bahwa amanat penderitaan dokter sudi didengar oleh Menteri Kesehatan untuk dilaporkan ke Presiden agar bisa segera menginstruksikan Menteri Keuangan untuk segera menyalurkan dukungan dana yang dijanjikan ke segenap dinas kesehatan di setiap daerah Indonesia untuk diserahkan untuk melindungi jiwaraga para dokter yang sedang berjuang di gugus terdepan perang melawan Corona.

Kasihan para dokter dan perawat yang mempertaruhkan jiwaraga dalam perjuangan menyelamatkan jiwaraga para pasien Corona tidak memperoleh dukungan yang telah dijanjikan diberikan kepada para pahlawan kesehatan Indonesia tersebut.

Penulis pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan




Viral, Seorang Terapis Diduga Lakukan Kekerasan kepada Anak Penyandang Autisme

Sebelumnya

Menggratiskan Tes PCR Pasti Mampu Jika Mau

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Jaya Suprana