Festival Bedhayan 2025 di Gedung Kesenian Jakarta (9/8). (FARAH/Nadine)
Festival Bedhayan 2025 di Gedung Kesenian Jakarta (9/8). (FARAH/Nadine)
KOMENTAR

GEDUNG Kesenian Jakarta pada 9 Agustus 2025 menjadi saksi kemegahan Festival Bedhayan ke-5, sebuah perayaan seni tari klasik Indonesia yang mengusung tema Pancat Utsava Bedhayan. Festival ini tidak hanya menampilkan keindahan estetika tari Bedhaya, tetapi juga mengusung nilai-nilai luhur budaya sebagai karakter bangsa Indonesia.

Festival dibuka dengan Tari Enggang dari Kalimantan, disusul dengan penampilan Bedhayan Tembang Ayu oleh Jaya Suprana School of Performing Arts. Festival ini terselenggara atas kolaborasi antara Jaya Suprana School of Performing Arts, Laskar Indonesia Pusaka, dan Yayasan Swargaloka, serta didukung oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, Dinas Kebudayaan dan Pertamanan DKI Jakarta, BCA, Sinar Mas, Djarum Foundation, PT Hutama Karya, MURI, PT Kutus-Kutus, dan sejumlah mitra lainnya.

Pendiri Jaya Suprana School of Performing Arts Jaya Suprana dalam sambutannya menyampaikan apresiasi mendalam kepada penggagas utama festival ini, Dewi Sulastri bersama Aylawati Sarwono. Menurut Jaya Suprana, Festival Bedhayan adalah peristiwa langka di planet bumi, karena menampilkan tari Bedhaya—tari klasik keraton yang sarat makna spiritual dan estetika tinggi—dalam bentuk festival terbuka yang mendapat dukungan dari banyak tokoh tari tradisional.

Tamu kehormatan hadir dari berbagai kalangan, termasuk Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi, serta perwakilan dari kementerian luar negeri dan negara-negara sahabat seperti Pakistan, Rusia, India, Kamboja, dan Laos. Pembukaan ditandai dengan pemukulan kemanak (alat musik tradisional Jawa) bersama sebagai simbol kebersamaan budaya lintas bangsa.

Dalam sambutannya, Fadli Zon menegaskan pentingnya melestarikan warisan budaya tak benda seperti tari Bedhaya, yang kaya akan makna spiritual, filosofis, dan estetika. Ia juga menekankan perlunya inovasi dalam pelestarian budaya. Sementara itu, Menteri PPPA Arifah Fauzi menyoroti pentingnya membangun karakter anak melalui budaya, permainan tradisional, dan kesenian, di tengah tantangan modernitas dan teknologi.

Beragam pertunjukan ditampilkan, di antaranya Martitas Suci Usada Walu Ya Ning Projo oleh Selaras Cipta Purusatama, Bedhayan Sukoharjo oleh Arkamaya Sukmasatu, hingga Bedhayan Kusuma Aji oleh Komunitas Kebaya Menari, yang menggambarkan perempuan Nusantara sebagai penjaga nilai adat dan budaya.

Festival ini juga menghadirkan pasar UMKM sebagai bagian dari pemberdayaan ekonomi kreatif dan budaya. Sejalan dengan pesan para pemimpin, Bedhayan bukan sekadar tarian—ia adalah ekspresi jiwa bangsa, jembatan antargenerasi, dan napas dari warisan leluhur yang harus terus dijaga dan dikembangkan.




Peringatan 123 Tahun Bung Hatta: Menyalakan Kembali Esensi Integritas dan Pengabdian Tanpa Pamrih

Sebelumnya

Menteri Kebudayaan Fadli Zon: Indonesia Harus Menemukan Kembali Jati Dirinya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel C&E