Jaya Suprana/Net
Jaya Suprana/Net
KOMENTAR

DEWAN Juri Anugerah Nobel tahun 2021 menganugerahkan Penghargaan Nobel untuk Perdamaian kepada Maria Ressa dari Filipina dan Dmitry Muratov dari Rusia.

Maria Ressa adalah pimpinan Rappler, kantor berita kritis terhadap rezim Duterte di Filipina dan Dmitry Muratov memimpin surat kabar independen kritis terhadap rezim Putin di Rusia.

Kedua jurnalis telah menghadapi ancaman hukum mau pun nyawa selama perjuangan menghadapi masing-masing penguasa yang berupaya membrangus kebebasan mengungkap pendapat.

Kriteria

Sejak cukup lama saya mempelajari sifat pengambilan keputusan Dewan Juri Anugerah Nobel terutama bidang Sastra dan Perdamaian. Dari apa yang berhasil saya pelajari dapat disimpulkan bahwa keputusan Dewan Juri Nobel untuk Sastra dan Perdamaian tidak obyektif sebab kriteria terkait pada Sastra dan Perdamaian memang nisbi terkait selera subyektif maka tidak bisa diukur seperti misalnya Fisika, Kimia, Biologi bahkan Ekonomi.

Dari para penerima Nobel seperti Martin Luther King, Rigoberta Menchú Tum, Nelson Mandela, Aung San Syu Ki, Boris Pasternak, Aleksandr Solzhenitsyn, Liu Xiaobo, Malala Yousafzai dapat disimpulkan bahwa mayoritas keputusan Dewan Juri Nobel tidak lepas dari pertimbangan politis.

Ketika saya bangga Pramudya Ananta Toer dinominasikan sebagai penerima anugerah Nobel, seorang sahabat di Eropa yang memiliki akses informasi dari para anggota Dewan Juri Nobel menyatakan bahwa nominasi Pramudya terkait kisah derita keterbuangan beliau ke pulau Buru akibat fobia komunis pasca G30S.

Mujur tak teraih, nahas tak tertolak rezim yang pada masa itu sedang berkuasa di Indonesia masih memiliki cukup daya kewibawaan untuk menggugurkan nominasi PAT ke Dewan Juri Anugerah Nobel.

Legowo

Saya yakin banyak putra-putri terbaik Indonesia layak menerima anugerah Nobel. Namun permasalahannya adalah bagaimana cara menempuh akses yang tepat dan benar untuk menominasikannya ke Dewan Juri Nobel serta sejauh mana pemerintah Indonesia berkenan mendukung.

Terutama di bidang Sastra dan Perdamaian slayak dipertanyakan mengenai apakah pemerintah Indonesia cukup sudi berjiwa besar demi legowo mendukung nominasi putra-putri terbaik Indonesia ke Dewan Juri Nobel yang justru memiliki kriteria mengutamakan mereka yang bersikap kritis terhadap pemerintah.

Selama konstelasi peta kekuasaan masih belum berubah maka sulit diharapkan bahwa para tokoh nasional seperti Rizal Ramli, Feisal Basri, Kwik Kian Gie, Dewi Sartika, Sri Palupi, Sandyawan Sumardi, Sumarsih, Hersubeno Arief, Rocky Gerung, Refli Harun bakal menerima anugerah Nobel.




Viral, Seorang Terapis Diduga Lakukan Kekerasan kepada Anak Penyandang Autisme

Sebelumnya

Menggratiskan Tes PCR Pasti Mampu Jika Mau

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Jaya Suprana