PERLINDUNGAN terhadap perempuan dan anak tak bisa ditangani secara sepihak. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi menegaskan bahwa sinergi lintas sektor adalah kunci dalam menciptakan keadilan dan keamanan yang inklusif, khususnya bagi para korban kekerasan.
Salah satu langkah strategis adalah menghadirkan tenaga paralegal yang terlatih dan berpihak pada korban, untuk memastikan proses hukum yang ramah dan tidak memberatkan.
Momentum kerja sama antara Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dan pemerintah daerah Jawa Timur memperlihatkan komitmen nyata membangun sistem perlindungan yang menyeluruh. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menekankan pentingnya pendekatan pentahelix—melibatkan unsur pemerintah, komunitas, akademisi, pengadilan, dan media—untuk menjawab tantangan kompleks seperti tingginya angka perceraian dan dispensasi kawin yang banyak melibatkan perempuan dan anak.
“Kolaborasi adalah kunci. Kita ingin membangun sistem perlindungan yang tidak sektoral, tetapi menyeluruh, melibatkan semua unsur, dari pemerintah, pengadilan, akademisi, komunitas, hingga media,” ujar Gubernur Jatim (30/7) di Pasuruan.
Data menunjukkan bahwa mayoritas pengajuan cerai berasal dari pihak perempuan, mencerminkan kerentanan sosial-ekonomi yang masih besar. Oleh karena itu, layanan perlindungan seperti UPTD PPA terus diperkuat melalui dana alokasi khusus dan dukungan tenaga profesional.
Kementerian PPPA juga membangun inisiatif Ruang Bersama Indonesia (RBI), wadah kolaboratif lintas sektor yang memperkuat pelaksanaan Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak. Program ini diharapkan mampu menjangkau akar permasalahan dengan pendekatan edukatif, kultural, dan berbasis komunitas.
Langkah ini menjadi harapan baru bagi perempuan Indonesia—khususnya di Jawa Timur—untuk hidup lebih aman, setara, dan bermartabat. Karena masa depan bangsa ditentukan oleh bagaimana kita memperlakukan perempuan dan anak hari ini.
KOMENTAR ANDA