Ilustrasi pekerja profesional yang sibuk dan kurang bergerak. (Pexels)
Ilustrasi pekerja profesional yang sibuk dan kurang bergerak. (Pexels)
KOMENTAR

Selain itu, di antara ruas-ruas tulang terdapat gap atau celah berisi jaringan tisu. Fungsinya seperti bantalan untuk tulang. Saat terjadi benturan, tulang bergeser dan celah di antara ruas tulang menyempit, bantalan akan terjepit sehingga menonjol keluar. Akibatnya, saraf di sekitar akan terjepit, karena tak banyak ruang tersisa akibat pergeseran struktur tulang.

“Jika saraf terjepit terabaikan, tidak mendapatkan pengobatan yang sesuai, atau tidak diterapi dengan benar, saraf akan rusak. Saat kerusakan saraf terus memburuk, hal terburuk yang mungkin terjadi adalah kematian saraf lokal,” kata dr. Irca, menjelaskan.

Sebutlah saraf terjepit terjadi di lumbar 3 (L3) yang bertugas menggerakkan paha. Maka, jika tidak diterapi, otot paha bagian luar akan mengecil dan fungsinya tidak berjalan dengan benar. Saraf memiliki dua tugas, yaitu menggerakkan otot dan mengatur raba rasa.

“Jika fungsi raba rasa terganggu, saat kaki ditusuk dengan benda tajam sekalipun, kita tidak akan bisa merasakan apa pun. Kondisi tersebut menjadi berbahaya, ketika ada luka di kaki yang sakitnya tidak bisa kita rasakan. Di samping itu, ada pula risiko kelumpuhan. Namun, pada kasus saraf terjepit, hanya terjadi kelumpuhan lokal di area yang digerakkan oleh saraf yang terjepit saja.”

Regenerasi saraf perlu proses

Karena melibatkan perubahan struktur tulang, dr. Irca menjelaskan, saraf terjepit tidak bisa sembuh dengan sendirinya. Tapi, bukan berarti tidak bisa disembuhkan. Saraf terjepit yang tergolong ringan bisa diatasi dengan stretching atau relaksasi otot.

“Separah apa pun kondisinya, selalu ada solusi treatment. Hanya saja, yang perlu dipahami, treatment itu sering kali memerlukan proses yang panjang. Sebab, regenerasi saraf berjalan sangat lambat, tidak seperti kulit. Apalagi, jika kondisinya berat. Yang jelas, dokter akan memaksimalkan treatment. Seandainya tidak bisa pulih total, paling tidak bagian tubuh yang sarafnya sempat lumpuh akan bisa digerakkan dan difungsikan kembali,” kata dr. Irca.

Karena itu, agar pemulihannya juga maksimal, pasien diharapkan bisa menghargai proses. Setelah beberapa kali terapi dan merasa nyerinya sudah hilang, banyak pasien memutuskan tidak kembali lagi untuk terapi lanjutan. Padahal, dokter perlu memperbaiki sumber masalahnya. Jika masalahnya terletak pada tulang, berarti dokter harus memperbaiki struktur tulang. Proses perbaikan tulang bukan hal yang mudah dan memerlukan waktu lama.

“Sebab, tulang dilapisi oleh otot. Kami terlebih dahulu harus merelaksasi otot yang terdiri dari banyak sekali lapisan, agar kemudian bisa memperbaiki tulang. Dan, proses ini panjang. Namun, pasien perlu melewati proses tersebut agar sumber masalahnya dapat diperbaiki secara optimal, sehingga mereka tidak kembali lagi dengan keluhan yang sama.”

Dalam kasus saraf terjepit, yang ditangani dokter bukan nyeri, melainkan sumber masalah, sehingga gejala yang mengikutinya menghilang seiring waktu. Jika jarak antar tulang sudah bagus, tidak ada yang terjepit, maka tidak ada lagi rasa nyeri. Kalau jaraknya masih agak sempit, masih ada saraf yang terjepit, maka rasa nyeri itu masih akan dirasakan.

“Inilah yang terkadang menyebabkan pasien menjadi tidak puas. Mereka bilang sudah ke dokter, tapi rasa nyeri masih ada. Hal itu terjadi, karena mereka terbiasa dengan obat. Mengembalikan struktur tulang ke posisi awal tidak bisa instan, kecuali dengan operasi, yang sebenarnya juga tetap menimbulkan rasa nyeri.”

Kenali kekuatan tubuh sendiri

Pertanyaannya, bisakah saraf terjepit dicegah, atau paling tidak diminimalkan risikonya? Sangat bisa. Saran dr. Irca, langkah pertama adalah mengenali tubuh kita sendiri. “Sebesar apa kemampuan otot kita, seberat apa beban yang bisa kita bawa, apakah postur tubuh kita sudah baik saat melakukan sesuatu, olahraga apa saja yang kita lakukan, aktivitas harian apa yang kita jalani, dan sebagainya.”

Kalau pekerjaan kita sehari-hari tidak melibatkan pembentukan otot, maka otot tulang belakang tidak akan terbentuk. Itu berarti, kemampuan otot kita untuk mengangkat beban, tidak akan besar. Untuk mengangkat beban seberat 2,5 kg saja, otot kita mungkin tidak mampu.

“Ketika otot yang tidak terlatih dipaksa untuk mengangkat beban berat, otot tersebut akan mencengkeram kuat-kuat, hingga kemudian menjadi kaku. Otot yang kaku akan menggenggam tulang belakang terus-menerus. Akibatnya, celah di antara tulang akan menyempit, hingga kemudian menyebabkan saraf terjepit.”

Dokter Irca juga menyarankan stretching untuk tulang belakang. Stretching yang dilakukan dengan benar bisa membantu peregangan, melenturkan otot, sekaligus mengurangi tekanan pada otot di tulang belakang.

Di samping itu, ia sangat berharap, anak usia remaja dan sekolah, bisa menjalani screening dini untuk pemeriksaan tulang belakang. “Lewat screening, struktur tulang seseorang bisa diketahui. Sehingga, ketika suatu kali merasakan pegal di pinggang, misalnya, dokter sudah tahu bahwa pasien tidak punya kelainan struktur tulang sebelumnya. Hal ini akan memudahkan dalam menentukan treatment terbaik,” kata dr. Irca, yang juga menyarankan orang berusia produktif untuk menjalani screening.




Lawan Radang Tenggorokan dengan Buah, Sehatkan Tubuh secara Alami

Sebelumnya

Biji Selasih vs Chia Seed: Mirip Tapi Tak Sama, Ini Manfaat dan Bedanya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Health