Ilustrasi perempuan muslim dimuliakan Islam/Net
Ilustrasi perempuan muslim dimuliakan Islam/Net
KOMENTAR

TRADISI jahiliyah memperlakukan perempuan yang sudah tidak mempunyai suami secara kejam. Mereka tidak berhak mendapatkan harta warisan. Mereka dihalangi untuk menikah lagi. Mereka bahkan dicegah keluar dari rumah. Dan yang lebih buruknya lagi, perempuan-perempuan itu malah dijadikan warisan. Sungguh terlalu!

Hal yang demikian berat dialami oleh Kabisyah. Padahal dia sudah merawat suami dengan telaten di masa-masa sakit yang berat. Bahkan perempuan mulia itu yang mengasuh dan membesarkan anak tirinya. Namun, begitu dirinya menjadi janda sepeninggal sang suami, justru kemalangan yang ditimpakan kepadanya.

Jabir Asysyaal dalam bukunya Al-Qur’an Bercerita Soal Wanita (1988: 148-150) mengungkapkan:

Mendengar Aasim wafat, keluarganya datang dan menyelimutkan kain ke badan Kabisyah. Ini adalah adat jahiliah yaitu bila seorang suami wafat maka keluarganya akan menyelimutkan kain ke tubuh istri yang ditinggalkan, hal itu untuk mencegah agar si istri tidak memperoleh harta warisan atau menikah lagi.

Dengan adanya perlakuan demikian berarti Kabisyah tidak dibolehkan menikah lagi atau keluar meninggalkan rumahnya. Kabisyah memikirkan perlakuan zalim seperti itu yang menimpanya.

Tuhan memberikan pemikiran nan cemerlang di otak Kabisyah. Kerasnya tradisi jahiliyah tidak membuat nyalinya ciut. Terlebih dahulu dia merenungkan betapa gigihnya Islam membela hak-hak perempuan. Bahkan agama suci ini melarang tradisi jahiliyah yang mengubur anak perempuan hidup-hidup. Islam adalah ajaran mulia yang tiada henti melawan kezaliman tradisi jahiliyah terhadap kaum perempuan.

Bersama cahaya Islam yang bersinar di hatinya, Kabisyah gagah berani melawan tradisi jahiliyah yang semena-mena. Dia menemui Rasulullah dan mendapatkan sokongan yang luar biasa. Dan yang paling spektakuler, turun pula ayat yang terang-terangan membela hak perempuan.

Surah An-Nisa ayat 19, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa. Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergaulilah mereka dengan cara yang patut.

Seorang sejarawan bernama Jawwad Ali menerangkan pada bukunya Sejarah Arab Sebelum Islam 5 (2019: 332) bahwa:

Tentang ayat, “Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa,” Ath-Thabari menjelaskan kewarisan di kalangan penduduk Yatsrib.

Seorang laki-laki meninggal dunia, maka anaknya mewarisi istri ayahnya. Ibunya tidak bisa mencegah. Jika anaknya suka, maka dia memperlakukan ibunya sebagaimana ayahnya memperlakukan ibunya. Jika tidak suka, maka dia menceraikannya.

Jika anak itu masih kecil, maka ibunya menahan hingga anak itu besar. Setelah anak itu sudah besar, jika mau, maka dia dapat berhubungan seksual dengan ibunya. Jika tidak, maka dia menceraikannya. Oleh karena itu, Allah berfirman, “Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa.”

Pernikahan ini diharamkan dalam Islam. Siapa pun yang mengawini istri ayahnya, sedangkan dia berstatus muslim, maka dia mesti dihukum mati dan hartanya dimasukkan ke Baitul Mal.

Bukan hanya buruk, tradisi Arab jahiliyah malah berlaku sangat keji. Sehingga mereka sampai tega menikahi istri ayah yang telah menjanda. Sekalipun statusnya ibu tiri, tetap saja perempuan itu adalah ibu baginya, sehingga sangat tercela yang melakukan perbuatan keji tersebut. Namun, tradisi jahiliyah sudah memandangnya biasa saja, bahkan tidak ada yang melarang ketika perempuan yang ditinggal mati suaminya dijadikan warisan.

Kabisyah adalah sosok inspiratif sepanjang masa. Kendati kita sudah berada di era modern bukan berarti tradisi jahiliyah tidak bisa muncul kembali. Sadarilah bahwa perbuatan tercela yang melanggar aturan agama merupakan jejak tradisi jahiliyyah yang harus diberantas.

Sikap diam terhadap kezaliman merupakan lahan subur bagi munculnya beragam kekerasan terhadap perempuan. Jangan pernah diam saat dizalimi! Inilah kunci dari penafsiran atas perjuangan heroik Kabisyah.

Kaum perempuan tidak boleh diam saja. Mereka harus berani melawan kezaliman sebagaimana yang dipentaskan oleh Kabisyah. Dengan sengaja Al-Qur’an mengabadikan Kabisyah dalam ayat sucinya, sebagai inspirasi bagi muslimah sepanjang zaman, bahwa perjuangan melawan kezaliman adalah sesuatu yang dimuliakan Allah dan Rasulullah.




Assalamualaikum dan Semangat Mulia yang Menaunginya

Sebelumnya

Tafsir Keadilan Gender di Antara Mukmin Perempuan dan Mukmin Laki-laki

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tafsir