Hidangan nasi dengan Natto/Pixabay
Hidangan nasi dengan Natto/Pixabay
KOMENTAR

KULINER Jepang seperti tidak ada matinya. Berbagai makanan asal negeri Sakura itu terasa makin dekat di selera masyarakat Indonesia dan semakin mudah memperolehnya. Seperti halnya Natto, yang hingga kini masih mendapat tempat istimewa di hati masyarakat Nusantara.

Natto dipercaya punya keunggulan yang khas, bukan sekadar memanjakan lidah tapi diyakini punya khasiat tersendiri. Pada buku Awet Muda ala Jepang (2013: 15) diterangkan bahwa fermentasi meningkatkan kekuatan estrogen sehat yang ditemukan dalam kedelai dan mengubahnya ke dalam bentuk yang bisa digunakan tubuh secara lebih mudah, yang lalu membuat Natto bahkan lebih sehat dibanding tahu atau susu kedelai.

Di Jepang, orang-orang makan Natto secara rutin untuk sarapan pagi, disajikan di atas nasi dengan telur di atasnya. Natto kaya dengan fitoestrogen yang membantu mencegah kanker, terutama kanker payudara.

Bisa makan enak sekaligus dapat sehat, tentunya suatu nilai lebih yang bisa menambah daya tarik Natto. Hanya saja jangan kaget, sebetulnya Natto terbuat dari bahan yang sangat akrab dalam budaya kuliner Nusantara, yakni kedelai. Kita sudah sama-sama tahu apa saya produk sebagai hasil pengolahan kedelai. Akan tetapi, ada baiknya juga kalau kita cermati apa yang membuat Natto produk Jepang ini tampil beda.  

Buku Bahan Makanan Bersumber dari Kacang-Kacangan (2023: 187) memuat penjelasan bahwa Natto merupakan pangan khas Jepang berbahan dasar kedelai yang difermentasi oleh bakteri, Bacillus Subtilis atau Bacillus Natto. Pembuatan Natto kacang gude dimulai dari perendaman selama 18 jam, perebusan selama 30 menit kemudian ditiriskan. Selanjutnya, dilakukan penambahan Bacillus Subtilis lalu difermentasi pada suhu ruang selama 32-48 jam.

Berbeda dengan tempe, Natto bisa langsung dikonsumsi di akhir masa fermentasi tanpa perlu dimasak terlebih dahulu, dan umumnya dikemas menggunakan mangkuk plastik kecil. Natto kacang gude bisa dimanfaatkan sebagai pangan fungsional karena adanya kandungan senyawa bioaktif yang di antaranya bersifat sebagai antioksidan dan antihipertensi.

Bagi siapa pun pengusaha tempe Indonesia, mestinya tidak begitu terkendala dalam pembuatan Natto. Patut dicoba bagi siapa pun yang berminat, terlebih pangsa pasar Natto tampaknya terus menggairahkan. Barangkali juga Natto mudah diterima bangsa Indonesia sebab kita memang sudah terbiasa dengan makanan olahan kedelai.

Selain faktor demikian, daya tarik Natto juga dipengaruhi oleh aromanya yang cukup menyengat. Kevin Lau pada buku Program Pencegahan dan Penyembuhan Skoliosis Untuk Anda (2012: 134) menerangkan:

Sering dibandingkan dengan keju karena aromanya yang menyengat, Natto terbuat dari kedelai kukus yang difermentasi sampai diperoleh ras kacangnya. Natto memiliki pasta licin lengket pada permukaannya, dan setelah diaduk, volume pasta licinnya meningkat, membentuk benang seperti sarang laba-laba. Karena rasa yang dihasilkannya, penggemar keju biru mungkin akan sangat menyukai Natto.

Di samping itu, aspek sejarah kulinernya yang sangat lama, membuat Natto punya daya tahan yang mumpuni untuk terus diminati. Berbagai pergantian zaman sudah dilewatinya, dan nyatanya Natto masih eksis dengan kekhasannya.

Dalam buku Program Pencegahan dan Penyembuhan Skoliosis Untuk Anda tertulis bahwa Natto telah menjadi makanan tradisional Jepang selama lebih dari 1.000 tahun.

Menurut dongeng Jepang, prajurit terkenalnya, Yoshie Minamoto dulu bertanggungjawab untuk mengenalkan Natto ke Jepang barat laut. Samurai kuno mengonsumsi Natto setiap hari dan bahkan menjadikannya sebagai pakan kuda untuk meningkatkan kecepatan dan kekuatannya. Selama periode Edo (1603-1867), Natto diberikan kepada perempuan hamil untuk menjamin bayi lahir sehat.       

Ini bisa jadi bukti yang mendukung bahwa Natto merupakan kuliner yang berkhasiat. Para samurai yang harus berperang pun mengonsumsinya sebagai sumber energi. Tidak tanggung-tanggung, kuda-kuda pun turut disuguhi Natto supaya kuat perkasa. Sekalian ibu hamil juga dianjurkan menyantap Natto, sehingga keunggulan kuliner ini patut mengundang decak kagum.

Benarkah 100% Halal?

Sebagai kuliner berbahan nabati, sepertinya menyantap Natto aman-aman saja. Seharusnya memang tidak ada yang mencurigakan dari segi kehalalan. Bukankah kedelai memang sudah halal?

Akan tetapi jangan mudah terkecoh, Natto yang berasal dari Jepang ini juga punya sejumlah titik rawan, yang potensial menjerumuskan hukumnya menjadi haram untuk disantap. Kedelainya sih jelas halal, tapi bahan-bahan pendukungnya bisa membuat Natto tidak lagi memenuhi kriteria aman secara syar’i.

Pada laman halalmui.org diungkapkan secara jelas:

Banyak yang menganggap proses fermentasi menjadi salah satu titik kritis kehalalan produk ini karena dianggap dapat menghasilkan produk samping berupa alkohol. Padahal, tidak semua fermentasi dapat menghasilkan produk samping berupa alkohol.

Selain itu, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol menyebutkan bahwa produk makanan hasil fermentasi yang mengandung alkohol/etanol hukumnya halal, selama dalam prosesnya tidak menggunakan bahan haram dan apabila secara medis tidak membahayakan.

Meski begitu, ternyata Natto memiliki titik kritis kehalalan yang perlu diwaspadai. Media untuk menumbuhkan bakteri Bacillus dalam proses pembuatan Natto menjadi salah satunya.

Secara tradisional, bakteri diambil dari sisa produksi sebelumnya. Namun, pembuatannya bisa saja menggunakan media mikrobiologi. Titik kritis media mikrobiologi terletak pada sumber nitrogen, yang bisa berasal dari ekstrak daging, pepton hidrolisis daging, dan bahan lainnya.

Asal daging inilah yang perlu ditelusur berasal dari hewan halal yang disembelih sesuai syariat Islam. Titik kritis kehalalan berikutnya bisa dilihat dari bumbu pelengkap yang bisa saja mengandung bahan nonhalal, seperti minuman keras atau kaldu daging yang tidak jelas kehalalannya. Di Jepang, penggunaan khamar seperti sake dan mirin lumrah digunakan sebagai campuran masakan.

Beginilah kendala yang terus berulang jika membahas kuliner Jepang. Titik kritis keharamannya nyaris berkisar di bidang itu-itu saja. Bukan hanya meresahkan kalangan konsumen muslim, pihak produsen kuliner Jepang juga ikut pusing. Sebab pebisnis kuliner Jepang berjuang keras supaya makanan itu masih persis seperti aslinya. Sementara itu, mereka juga harus menyingkirkan beberapa bahan tertentu yang tidak sesuai dengan kriteria halal, tanpa harus membuat masakan Jepang itu berkurang cita rasanya.

Namun, gaya hidup halal adalah pilihan. Tidak ada alasan apa pun yang membenarkan konsumen muslim menyantap sesuatu yang diharamkan. Tanpa pengecualian, produk Natto pun hendaknya memudahkan konsumen dengan menyertakan logo halal dari lembaga yang berwenang.




Ternyata Siomay Bisa Saja Haram

Sebelumnya

Parsel: Halal atau Haram?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Halal Haram