Ilustrasi Madinah di masa lampau/Net
Ilustrasi Madinah di masa lampau/Net
KOMENTAR

AISYAH baru saja mencicipi manisnya hidup bersama suaminya setelah berhijrah ke Madinah. Justru pada masa yang demikian manis, dirinya menghadapi ujian kehidupan yang cukup berat di negeri rantau.  

Sang Humaira paham sekali nyawa Nabi Muhammad terancam kapan saja. Sebab di Madinah lebih dulu bercokol suku-suku Yahudi yang sangat provokatif. Di samping itu banyak pula kalangan munafik yang bermuka dua. Belum lagi pihak Quraisy yang diam-diam mengirim bandit-bandit mengincar nyawa Rasulullah.

Pada usianya yang masih muda, Aisyah tegar melalui malam-malam yang genting dengan tetap setia mengawal suami tercinta. Dan tak dapat dielakkan lagi, Aisyah adalah pengawal terdekat Rasulullah.

Sang istri itu mengandalkan kecemerlangan otaknya untuk memastikan kamar mereka aman. Karena serangan mendadak bisa saja datang dari muslihat musyrikin Quraisy atau dari dalam Madinah sendiri.

Aisyah menjadi perisai atas berbagai ancaman yang ditujukan terang-terangan kepada suaminya. Nabi Muhammad tidak boleh lengah sedikit pun karena situasi Madinah belum sepenuhnya dalam kendali kaum muslimin.

Surat Al-Ahzab ayat 1, yang artinya, “Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”

Berbagai muslihat dilancarkan oleh pihak munafik dan musyrik dalam menghentikan dakwah Rasulullah. Sebelumnya, saat masih di Mekah, mereka menggoda dengan harta benda dan takhta, syaratnya beliau menghentikan syiar Islam. Sekali pun dalam kondisi terjepit, Nabi Muhammad menolak dengan tegas.

Sesudah berhijrah ke Madinah, malah kaum Yahudi dan orang-orang munafik yang mengancam pembunuhan terhadap beliau. Sehingga Allah Swt. menurunkan ayat di atas untuk meneguhkan hati Sang Nabi, supaya beliau tidak gentar dengan intimidasi tersebut.          

Imam As-Suyuthi pada kitab Asbabun Nuzul (2014: 418-419) menerangkan:

Juwaibir meriwayatkan dari Adh-Dahhak dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, “Sesungguhnya penduduk Mekah, di antaranya Al-Walid bin Al-Mughirah dan Syaibah bin Rabi’ah mengajak Nabi Saw. untuk menarik ucapan beliau dan mereka akan memberikan separuh dari hartanya kepada beliau. Sedangkan orang-orang munafik dan orang-orang Yahudi di Madinah menakut-nakuti beliau jika tidak menarik ucapannya, maka akan dibunuh. Maka Allah menurunkan ayat ini.    

Allah mengetahui segalanya dengan kebijaksanaan-Nya, dan turunnya ayat ini sebagai petunjuk kepada Nabi Muhammad saw. Tuhan menegaskan bahwa kebenaran tidak boleh dikompromikan atau bahkan ditarik kembali hanya karena janji duniawi yang palsu atau ancaman pembunuhan sekali pun.

Dalam kemuliaan-Nya, Allah senantiasa melindungi dan membimbing Nabi Muhammad melalui wahyu-Nya. Ayat ini adalah salah satu bentuk bimbingan tersebut, yang mengingatkan beliau untuk tetap teguh dalam menyampaikan risalah Allah. Supaya beliau tidak takut pada ancaman yang datang dari orang-orang jahat dan kaum munafik.

Dengan turunnya ayat ini, Nabi Muhammad saw. melanjutkan perjuangannya dengan keberanian nan membaja. Namun, bukan berarti beliau tidak melakukan upaya apa pun dalam menjaga keamanan dirinya. Rasulullah tetap bersikap waspada terhadap ancaman pembunuhan, yang syukurnya kondisi demikian lekas dipahami oleh istri beliau.

Di awal kedatangan di Madinah, Aisyah menyaksikan suaminya susah tidur. Nabi Muhammad terlihat dalam posisi siaga, sementara malam semakin larut dan setiap orang membutuhkan istirahat.

Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri dalam buku Sirah Nabawiyah (2014: 222) menerangkan:

Aisyah berkata, “Pada malam pertama kedatangannya di Madinah, Rasulullah Saw. tidak bisa tidur.”

Beliau bersabda, “Andaikan saja malam ini ada seseorang yang saleh dari sahabatku yang menjagaku.”

Pada saat itu pula, terdengar suara gemerincing senjata. Lalu beliau bertanya, “Siapa itu?”

“Sa’ad bin Abi Waqqash.”

Apa yang mendorongmu datang ke sini?” tanya Rasul.

 “Aku merasa khawatir terhadap keamananmu, ya Rasul. Maka aku datang ke sini untuk menjagamu,” jawab Sa’ad.

Maka beliau langsung mendoakannya, setelah itu beliau tidur.

Penjagaan terhadap diri Rasulullah Saw. tidak dilakukan hanya satu-dua malam saja, tetapi dilakukan secara terus-menerus. Sampai kemudian Nabi Muhammad membuka jendela dan berkata kepada para sahabat yang berjaga di luar rumah beliau, “Wahai semua orang, menyingkirlah dari tempatku ini, karena Allah telah menjagaku.”

Kisah ini menunjukkan perlunya sikap waspada dan aksi nyata berjaga-jaga dari serangan musuh. Di samping juga menunjukkan kewajiban untuk menjaga pemimpin karena dikhawatirkan akan dibunuh musuh. Dari itulah Aisyah dapat memahami dan mendukung kehadiran pengawal yang bersiaga di rumahnya.




Belum Ada Perang Seunik Perang Ahzab

Sebelumnya

Mukjizat Nabi pada Periuk Istri Jabir

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Sirah Nabawiyah