@pinterest
@pinterest
KOMENTAR

KENDATI makan dan minum sudah dikurangi selama Ramadan, bahkan ditiadakan selama menjalankan ibadah puasa, ternyata hal demikian bagi sebagian orang tidak menyurutkan gairah mereka dalam urusan ranjang. Puasa sama sekali tak bisa memadamkan gelora berhubungan badan.

Hukum Islam dengan tegas mengharamkan hubungan seksual selama berpuasa. Bahkan bagi orang yang melanggar itu dikenai sanksi yang sangatlah berat.

Abu Syuja’ al-Ashfahani pada Kitab Lengkap Fiqh Sunnah Imam Syafi’i (2022: 123) menjelaskan:

Barang siapa melakukan hubungan badan dengan sengaja pada kemaluan di siang hari bulan Ramadan, maka ia wajib mengqadha puasa tersebut dan membayar kafarat. Adapun kafaratnya ialah memerdekakan budak yang beriman. Apabila tidak mampu, maka ia wajib puasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu juga, maka wajib memberi makan 60 orang miskin, masing-masing orang miskin sebanyak satu mud.

Bagi siapa pun yang berpuasa selain harus mengqadha atau mengganti puasanya di hari yang lain, maka dia pun diwajibkan membayar pilihan kafarat atau denda yang tidak ringan, yakni:

Pertama, memerdekakan seorang budak yang beriman. Ingatlah, selain budak itu sangat mahal harganya, di masa sekarang pun tidak ada lagi perbudakan. Jika pilihan yang ini tidak mampu ditunaikan, bisa dipilih kafarat berikutnya.

Kedua, atau puasa dua bulan berturut-turut tanpa diselang-selingi. Puasa model begini jelas bukan perkara gampang, dan tidak sembarang orang yang sanggup menjalaninya. Jika pilihan yang ini tidak mampu, atau kafarat berikutnya.

Ketiga, memberi makan 60 orang miskin, masing-masingnya sebanyak satu mud. Jelas sekali kafarat yang begini cukup berat, sebab menelan biaya yang lumayan besar.

Salah satu dari tiga pilihan kafarat ini sangatlah berat, dan semata-mata bertujuan sebagai pengingat supaya kita benar-benar waspada menghindari hubungan seksual ketika berpuasa. Sekali lagi perlu berhati-hati dengan larangan yang satu ini.

 Sejatinya Ramadan itu tidak memangkas nafsu secara keseluruhan, melainkan hanya mengendalikannya. Makan minum memang diharamkan, tetapi diperbolehkan saat berbuka puasa dan di waktu sahur. Demikian pula dengan hubungan intim suami istri, toh setelah berbuka puasa kegiatan yang berpahala itu tetap diperbolehkan.

Dan bersyukurlah! Betapa manusiawinya kebijakan Allah Swt. terhadap kita. Di tengah semangat imsak (menahan) selama Ramadan, Tuhan masih memberi kesempatan manusia menyalurkan hasrat seksualnya.

Allah menjelaskan pada surat Al-Baqarah ayat 187, yang artinya, "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur (jimak) dengan istri-istri kamu."

M. Quraish Shihab pada buku Membumikan Al-Qur'an menjelaskan bahwa ayat ini membolehkan hubungan seks (bersetubuh) di malam hari bulan Ramadan dan ini juga berarti di siang hari Ramadan, hubungan seks tidak dibenarkan. Termasuk dalam pengertian hubungan seks adalah mengeluarkan sperma dengan cara apa pun.

Karena itu, walaupun ayat ini tidak melarang ciuman atau pelukan antara suami istri, para ulama mengingatkan bahwa hal itu adalah makruh, khususnya bagi yang tak mampu menahan diri, karena dapat menyebabkan keluarnya sperma. Bagi yang mencium atau apa pun selain berhubungan seks, kemudian ternyata "basah" maka puasanya batal; ia harus menggantinya pada hari yang lain. 

Selaras dengan itu, pada kitab Shahih Bukhariy disebutkan bahwa Aisyah mengatakan Nabi Muhammad pernah menciuminya dan tidur seranjang dengannya, padahal beliau sedang berpuasa. Dan beliau adalah orang yang paling sanggup menguasai nafsu birahinya.  

Sejatinya tidak dilarang mencumbu istri di siang hari Ramadan, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah, namun bila terlalu bersemangat mencium atau mencumbu istri akan berpotensi berlanjut pada hal-hal yang dilarang di saat berpuasa Ramadan. Jadi, ciuman atau cumbuan itu dalam takaran yang sekadarnya saja.

Kembali pada urusan hubungan seks, selaras dengan semangat Ramadan yang intinya pengendalian diri, maka dalam berhubungan badan pun mesti ada manajemennya. Ia harus ditata secara profesional sesuai dengan aturan agama. Dari itu, mari maksimalkan waktu-waktu malam karena cuma itulah waktu yang dihalalkan Allah.

Pintar-pintarlah mencari waktu yang tepat melepaskan hasrat, sebab waktu yang tersedia sebetulnya relatif sempit. Setelah berbuka puasa saat Magrib, kita ternyata memiliki waktu beberapa jam saja menjelang imsak sahur, itu pun akan terpotong waktu tidur. Kesempatan yang terbatas itulah yang perlu dimanfaatkan untuk melakukan hubungan yang halal bersama pasangan sah.

Kita pun perlu menjaga kearifan dan memahami kondisi pasangan, dengan menghindari pemaksaan keinginan. Harap dimaklumi bila kondisi puasa membuat stamina pasangan cukup terkuras. Belum tentu pula pasangan langsung siap ke ranjang begitu usai berbuka puasa.

Selama berpuasa, kita membutuhkan kesegaran fisik di siang hari. Jadi, lamanya waktu bercinta juga dipertimbangkan supaya tidak terlalu loyo menjalankan puasanya. Terlebih apabila kita maupun pasangan sama-sama bekerja.

Terkadang hadirnya Ramadan dibarengi kecemasan terkait pemenuhan kebutuhan biologis. Padahal Islam sudah menyiapkan solusi dalam menyalurkan hasrat manusiawi itu. Kita tidak perlu puasa jimak secara penuh selama bulan Ramadan.

Ini bulan pengendalian nafsu dan bukan membinasakannya. Toh, pada waktu sesudah buka puasa dan menjelang imsak tersedia kesempatan menyalurkannya. Bila dilakukan dengan ikhlas dan benar, hitung-hitung aktivitas yang berkah ini menambah pundi-pundi pahala Ramadan kita.




Inilah Puasa yang Pahalanya Setara Berpuasa Setahun

Sebelumnya

Saat Itikaf Dilarang Bercampur Suami Istri, Maksudnya Apa?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Fikih