Meminta keadilan bagi para korban Itaewon/ Net.
Meminta keadilan bagi para korban Itaewon/ Net.
KOMENTAR

SUKA cita libur Natal dan Tahun Baru sudah terlihat di berbagai ruang publik di Korea Selatan. Lampu-lampu berwarna-warni telah tergantung di pusat perbelanjaan dan kedai-kedai kopi.

Ya, ada banyak alasan untuk bisa bersuka cita di penghujung tahun ini.

Meskipun Korea Selatan masih melaporkan ribuan kasus baru COVID-19 setiap hari, masyarakat sudah 'menyepakati' bahwa hal terburuk dari pandemi telah berakhir.

Inilah kali pertama, sejak akhir 2019, mereka bisa merayakan libur akhir tahun tanpa batasan ketat tentang berapa banyak orang boleh berkumpul dalam ruangan.

Namun memang tidak semuanya berjalan normal dan tidak semua orang bersorak karena 'kebebasan' itu.

Banyak orang masih berduka atas tragedi Halloween yang terjadi di area Itaewon, Seoul akhir Oktober lalu. Banyaknya korban yang merupakan orang-orang muda yang tidak bersalah menjadi kesedihan yang begitu membekas. Negara pun dianggap lengah, hingga sebagian besar masyarakat masih dilanda kecemasan. Mereka masih enggan untuk menggelar perayaan yang melibatkan keramaian.

Publik masih ngeri mengingat kembali fakta malam Halloween, bagaimana di distrik yang populer dengan kehidupan malamnya, 158 orang meninggal akibat sesak napas saat tubuh mereka bertumpuk satu sama lain ketika berusaha untuk menuruni jalan di ruang yang terbatas.

Namun gambaran itu masih belum lengkap. Banyak orang mempertanyakan bagaimana hal itu bisa terjadi bahkan mencurigai apakah pejabat setempat berusaha menghancurkan bukti yang menunjukkan kelalaian petugas yang bertanggung jawab pada malam tragedi itu.

Sebuah konsensus muncul bahwa sebenarnya himpitan massa dapat dicegah. Namun pertanyaannya kemudian, mengapa polisi gagal menerapkan langkah-langkah pengendalian massa yang efektif?

Tragedi Itaewon mau tidak mau menyeret kembali ingatan rakyat Korea Selatan pada tragedi di masa lalu yaitu runtuhnya sebuah department store ternama di tahun 1995 dan tenggelamnya feri penumpang di tahun 2014.

Kesedihan itulah yang membuat keceriaan libur Natal dan tahun baru masyarakat berkurang. Bahkan ditambah naiknya harga bahan-bahan pokok, termasuk kebutuhan untuk membuat kue dan aneka panggangan yang menjadi idola di musim libur Nataru.

Penghujung tahun juga bertambah 'bermasalah' setelah para pengemudi truk kargo mogok dalam beberapa pekan terakhir meminta pemerintah menjamin tarif yang adil untuk mereka. Pemerintah Korea Selatan menyuruh mereka kembali bekerja atau menerima hukuman denda dan penjara.




Bintang Puspayoga: Angka Perkawinan Anak Menurun dalam Tiga Tahun Terakhir

Sebelumnya

Lebih dari 200 Rumah Rusak, Pemerintah Kabupaten Garut Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi Selama 14 Hari

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News