Banu Mustaq (Ubud Writers Festival)
Banu Mustaq (Ubud Writers Festival)
KOMENTAR

BANU Mushtaq, perempuan asal Karnataka, India Selatan, yang berhasil mencetak sejarah sebagai penulis bahasa Kannada (salah satu bahasa di India Selatan) pertama yang memenangkan International Booker Prize 2025.

Melalui kumpulan cerpen bertajuk Heart Lamp, Banu berhasil mengangkat suara dan pengalaman perempuan Muslim yang selama ini sering terpinggirkan. Melalui karyanya, Banu membawa kita menyelami kehidupan sehari-hari para perempuan dalam masyarakat yang konservatif, penuh tantangan, tapi tetap hangat dan manusiawi.

Perempuan kelahiran 3 April 1948 ini merupakan seorang pengacara, jurnalis, dan aktivis.  Ia bekerja di media seperti Lankesh Patrike dan All India Radio, dan aktif menyuarakan isu-isu perempuan, khususnya perempuan Muslim. Meski hidup di masa ketika isu kebebasan perempuan dianggap tabu, Banu tak gentar menyatakan sikap, bahkan di tengah tekanan sosial dan ancaman kekerasan.

Banu telah menunjukkan semangat bebasnya sejak usia muda, terlepas dari fakta bahwa ia tumbuh di lingkungan Muslim tradisional. Berbeda dari kebanyakan perempuan lain yang menikah karena perjodohan, Banu memilih pasangan hidupnya sendiri di usia 26 tahun, setelah menjalani masa kuliahnya. Ini menjadi salah satu langkah awal keberanian Banu melawan norma-norma patriarki di sekitarnya.

Karier Banu sebagai penulis dimulai pada 1970–1980-an, ketika ia menjadi bagian dari gerakan Bandaya Sahitya, gerakan sastra perlawanan di India barat daya yang menentang sistem kasta dan mendorong keadilan sosial. Mushtaq termasuk sedikit perempuan penulis dalam gerakan ini dan menjadi suara penting bagi komunitas Dalit dan Muslim.

Banu menulis dalam bahasa Kannada, dan telah menerbitkan enam kumpulan cerita pendek, satu novel, satu buku esai, dan satu kumpulan puisi. Karyanya juga telah mendapat sejumlah penghargaan, termasuk dari Karnataka Sahitya Academy dan Daana Chintamani Attimabbe Award.

Heart Lamp, karya yang mengantarkannya ke panggung dunia merupakan kumpulan 12 cerpen yang ditulis selama lebih dari tiga dekade, antara 1990 hingga 2023. Cerita-cerita ini menghadirkan tokoh-tokoh yang begitu hidup. Setiap kisah menyentuh sisi manusiawi perempuan Muslim di India Selatan dengan segala perjuangan, cinta, dan pengorbanan mereka.

“Kisah-kisah saya berpusat pada perempuan – bagaimana agama, masyarakat, dan politik menuntut ketaatan tanpa syarat dari mereka, dan dengan demikian, menimpakan kekejaman yang tidak manusiawi kepada mereka, mengubah mereka menjadi sekadar objek semata. Kejadian-kejadian sehari-hari yang dilaporkan di media dan pengalaman pribadi yang saya alami menjadi inspirasi bagi saya. Penderitaan, kesengsaraan, dan kehidupan yang tak berdaya dari perempuan-perempuan ini memicu respons emosional yang mendalam dalam diri saya, mendorong saya untuk menulis,” jelas Banu dalam wawancaranya yang dikutip dari The Booker Prizes.

Pada Mei 2025, Heart Lamp dinobatkan sebagai pemenang International Booker Prize. Buku tersebut merupakan karya bahasa Kannada pertama yang berhasil meraih penghargaan bergengsi ini. Heart Lamp juga menjadi kumpulan cerpen pertama yang memenangkan penghargaan ini dalam sejarah Booker.Menurut wawancaranya bersama India Today, Banu menyatakan bahwa kemenangan ini adalah kemenangan untuk semua perempuan yang kisahnya tidak pernah ditulis.

Ketua juri Booker Prize, Max Porter, menggambarkan karya ini sebagai radical translation yang menawarkan pengalaman baru bagi pembaca berbahasa Inggris. Mengutip Outlook India, Heart Lamp disebut memberi ruang bagi suara-suara yang selama ini tidak terdengar dan menjadikannya cerita yang benar-benar segar dan penting untuk didengar dunia.

Dalam ceritanya, Banu tidak menggambarkan perempuan sebagai korban, tapi sebagai manusia yang kompleks dan penuh daya juang. Hal ini sangat terasa di setiap cerita dalam Heart Lamp, menjadikan karya ini tidak hanya menarik secara sastra, tapi juga bermakna secara sosial. 

Banu Mushtaq dikenal karena gaya penulisannya yang jenaka, hidup, dan colloquial (santai tapi kuat). Ceritanya tidak hanya menyentuh pembaca lokal, tapi juga membuka mata pembaca internasional soal kehidupan yang selama ini jarang disorot di media. 

Bukan hanya sebagai penulis, Banu Mushtaq juga disebut sebagai pejuang. Karyanya lahir dari realitas keras sebagai perempuan Muslim dalam masyarakat yang kerap membungkam suara mereka.




Rania Yamin Membangun Citra Budaya Gen Z di Media Sosial

Sebelumnya

Menembus Langit, Menantang Batas: Kisah Kapten Esther Gayatri Saleh Pilot Penguji Perempuan Pertama Indonesia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women