Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

DIMULAINYA Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100% di sekolah dan pemberlakuan jam belajar penuh (fullday) di saat angka COVID-19 kembali meningkat tentu membuat banyak orangtua khawatir.

Apakah Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendukung pelaksanaan PTM 100% yang berjalan saat ini?

Ketua Satgas Penanganan COVID-19 IDAI dr. Yogi Prawira, Sp.A(K) menekankan agar protokol kesehatan di sekolah dijalankan dengan sebaik-baiknya.

"Di masa awal pandemi, kita masih 'buta' tentang COVID, bagaimana jika anak terinfeksi dan bagaimana setelahnya. Saat itu IDAI memilih untuk mengutamakan hak anak untuk hidup, hak sehat, baru kemudian hak untuk pendidikan. Namun saat ini, ibarat kita masuk ke dalam terowongan yang ujungnya belum terlihat, kita tidak tahu kapan pandemi berhenti. Mungkin akan ke arah endemi, yang artinya akan ada terus-menerus," ujar dr. Yogi dalam IG Live @idai_ig bertajuk "Tips Orangtua kawal PTM 100%" (23/7/2022) yang dipandu dr. Nina Dwi Putri, Sp.A(K), M.Sc(TropPaed) selaku moderator.

"Secara prinsip, IDAI saat ini sangat mendukung PTM. WHO bahkan menyatakan pada masa pandemi sekalipun, sekolah adalah tempat terakhir yang ditutup dan tempat pertama yang dibuka saat pandemi terkendali. Mengapa demikian, karena ternyata tidak semua anak punya akses untuk Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), lokasi tempat tinggal yang jauh, dan banyak anak tidak punya akses ke internet," tambahnya.

Menurut dr. Yogi, ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian utama para orangtua selama pandemi. Kesadaran ini tidak boleh berubah, baik dalam kondisi angka kasus tinggi maupun dalam kondisi pandemi terkendali.

Pertama, jangan berasumsi bahwa COVID saat ini sama saja dengan flu biasa yang menginfeksi hanya sebentar lalu hilang. Bagaimanapun, anak bisa tertular dan menularkan.

Sebagian besar anak saat fase akut COVID 'hanya' mengalami gejala ringan atau bahkan tanpa gejala. Namun ada sebagian kecil anak yang mengalami fase akut cukup berat, misalnya anak dengan penyakit bawaan dan gangguan imunitas. Kondisi tersebut tidak boleh diremehkan.

Kedua, mewaspadai kondisi pascaCOVID dan Long COVID pada anak. Meski persentase kecil, MIS-C menjadi peradangan hebat yang terjadi setelah anak sembuh dari COVID-19. Orangtua harus waspada jika anak mengalami demam tinggi, nyeri perut, mata merah, lidah kemerahan, nyeri dada, diare, dan mudah lelah. Segeralah memeriksakan anak ke dokter.

"Inilah kenapa kita harus berhati-hati. Yuk, bersama kita lindungi anak-anak kita," kata dr. Yogi.

Lalu bagaimana agar orangtua merasa aman mengirimkan anak untuk belajar ke sekolah di tengah gelombang kasus COVID-19 yang mulai naik?

1# Tumbuhkan empati dan rasa tanggung jawab. Ketika anak mengalami batuk, pilek, atau diare, jangan masuk sekolah. Periksakanlah ke dokter. Jika angka kasus di daerah tersebut sedang tinggi, lakukan tes COVID-19. Di sinilah tanggung jawab masyarakat: kalau ada gejala atau kontak erat, jangan disembunyikan.

2# Perketat protokol kesehatan di sekolah. Kita memiliki pengalaman mengendalikan pandemi dengan disiplin prokes dan program vaksinasi yang dilakukan secara simultan. Prokes merupakan cara paling sederhana dan murah untuk mengendalikan pandemi.

Di sekolah, jika menjaga jarak 1 – 1,5 meter antarsiswa tidak memungkinkan, pastikan ada ventilasi udara serta anak mengenakan masker dengan baik dan benar. Inilah mengapa prokes dibuat berlapis.

3# Waktu belajar disesuaikan kembali dengan level PPKM. Sebaiknya tidak langsung fullday, tapi bertahap. Dimulai dengan 4 – 6 jam. Terlebih bagi siswa TK.

Waktu belajar juga berhubungan dengan penggunaan masker. Dikatakan paling lama menggunakan masker medis adalah 4 hingga 6 jam. Jika anak lebih dari 6 jam berada di sekolah, artinya dia harus mengganti masker.

Waktu 4-6 jam juga memungkinkan anak tidak makan di sekolah atau melaksanakan ibadah bersama. Dengan demikian, meminimalkan anak membuka masker selama di sekolah.

Namun jika pun harus makan atau melaksanakan ibadah, pastikan mereka berada di ruang dengan ventilasi baik (aliran udara lancar) atau di outdoor.

4# Kepala sekolah dan dewan guru harus menjadi teladan bagi anak dalam menerapkan prokes. Orangtua pun harus bisa mengajarkan anak melindungi dirinya. Jika ada anak yang menjalankan prokes dengan ketat di sekolah, jangan dijauhi, dianggap sombong, atau bahkan di-bully.

5# Penggunaan masker untuk anak adalah kompromi antara keamanan dan kenyamanan. Gunakanlah masker medis. Pastikan anak memakai dan melepas masker dengan benar, yaitu dengan memegang earloop. Pastikan ukuran masker pas di wajah, menutup hidung dan mulut. Buang masker ke tempat sampah tertutup.

"Setelah kita memahami bahwa anak-anak bisa tertular dan menular, dan sebagian kecil anak bisa mengalami kondisi pasca COVID yang berat, maka pencegahan adalah cara terbaik. Dan selama ini protokol kesehatan terbukti murah dan efektif untuk melawan berbagai penyakit infeksi, bukan hanya COVID-19. Saat kasus sedang tinggi-tingginya, inilah waktunya kita perketat lagi prokes. Sekali lagi, sekolah bukan area untuk mereka yang belum paham prokes. Sekolah adalah tempat untuk anak-anak yang sudah cakap menjalankan prokes," pungkas dr. Yogi.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News