KOMENTAR

Namun, kejujuran Nabi Muhammad telah diakui oleh masyarakat Mekah, yang kelak menggelarinya “al-Amin”, dia yang tepercaya. Beliau menjauhi sikap curang, dan ujian menggembala domba adalah salah satu buktinya. Tanggung jawab itu ditunaikannya dengan lurus, tanpa kecurangan sebutir debu pun.

Dengan menggembala, mata Rasulullah teramat cermat mengawasi domba-dombanya di padang luas.

Beliau menjaga supaya tidak ada ternak yang terpisah dari rombongan, apalagi sampai tersesat hingga menghilang. Dengan demikian banyaknya domba yang mesti dijaga, di sana pula beliau menunjukkan kecakapan dalam bekerja.

Selain itu, pekerjaan mengurusi ternak memberinya kesempatan untuk banyak merenung. Di masa mudanya, Nabi Muhammad mengamati langit yang bersih, yang membuatnya bahagia melihat hamparan cakrawala. Pemandangan yang menakjubkan itu menyadarkan dirinya tentang suatu kekuatan yang menciptakan segala keindahan.

Ketika gurun sedang panas membara, maka berhembus pula angin yang menyejukkan serta awan yang melindungi. Rasulullah memahami alam yang seimbang itu bukanlah suatu kebetulan, tetapi ada yang menatanya dengan cinta. Dia menyadari tidaklah mungkin patung-patung berhala yang mengatur kehidupan yang begini teratur. Sesembahan masyarakat Mekah itu tidak lebih dari patung batu yang tiada berdaya. Oleh sebab itulah, sejak usia muda Nabi Muhammad tidak mau menyembah berhala Latta-Uzza yang dipuja-puja kaum Quraisy.

Senja pun menjelang, sebelum mentari tenggelam di ufuk barat lalu siang berganti dengan gelapnya malam, domba-domba digiring oleh Rasulullah menuju kandang. Ternak yang dipeliharanya telah pulang dengan selamat. Kemudian beliau pun berpikir demikian besar kuasa dirinya atas domba-domba, tentulah ada Tuhan yang berkuasa atas alam semesta, yang mengaturnya dalam tertib yang tertata.

Di tengah kepungan tradisi jahiliyah, ternyata ada orang-orang lurus yang menjauhi berhala dan setia menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Mereka inilah yang disebut golongan Hanifiyyah. Dengan demikian, sebelum resmi menerima wahyu dari Allah Swt., Nabi Muhammad tetap menyembah Tuhan yang sebenarnya.

Lantas, bagaimanakah beliau beribadah sebelum resmi menjadi nabi utusan Allah Swt.?

Orang-orang Hanifiyyah yang lurus berperan besar dalam menjaga dan mengamalkan ajaran nabi-nabi terdahulu. Bukankah para nabi terdahulu itu mendapatkan ajaran agama Allah melalui wahyu-wahyu Ilahi juga? Demikianlah Nabi Muhammad telah beribadah sebagaimana agama Allah yang diwariskan oleh Nabi Ibrahim terdahulu.

Hal ini sesuai dengan Surat al-An’am ayat 90, yang artinya, “Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.”

Di antara ajaran agama Allah Swt. yang diwariskan dari Nabi Ibrahim yang tetap bertahan itu, seperti khitan, talak, mandi junub, juga rangkaian ibadah di Ka’bah dan lain sebagainya.     

Demikian teguhnya Nabi Muhammad mempertahankan diri dari pengaruh buruk tradisi jahiliyah, tetapi beliau tidak dapat mengelak dari mempertahankan Tanah Airnya. Pada usia belia pula beliau terjun ke medan perang, ikut bertempur bersama paman-pamannya demi membela kebenaran dan keadilan.

Nabi Muhammad yang masih remaja muncul tidak dapat mengelak dari Perang Fijar yang datang di pelupuk matanya.

 




Belum Ada Perang Seunik Perang Ahzab

Sebelumnya

Mukjizat Nabi pada Periuk Istri Jabir

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Sirah Nabawiyah