Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

KEMENTERIAN Kesehatan RI hingga Senin (9/5/2022) menyatakan ada 15 kasus hepatitis akut pada anak yang terdeteksi di provinsi Sumatra Barat, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi menjelaskan bahwa dari 15 kasus tersebut, sebanyak 11 pasien terdapat di DKI Jakarta. Adapun dari empat provinsi lainnya masing-masing tercatat satu pasien.

Dari kasus-kasus tersebut, lima pasien di Sumatra Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Timur dilaporkan meninggal dunia dan pasien lain masih dirawat.

Dari penjelasan dr. Nadia, diketahui bahwa rata-rata pasien yang terkena hepatitis akut berusia 1-6 tahun. Satu pasien meninggal di Sumatra Barat adalah bayi berusia dua bulan.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan bahwa penularan hepatitis akut diduga melalui fekal-oral atau saluran pencernaan.

Hepatitis Akut vs Pembelajaran Tatap Muka

Menjelang dimulainya Pembelajaran Tatap Muka (PTM), Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) melalui koordinatornya, Satriwan Salim menyatakan bahwa kasus hepatitis akut yang menyerang anak-anak ini harus menjadi perhatian serius.

Satriwan meminta perhatian dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, juga pemerintah daerah di seluruh Indonesia untuk tidak menganggap remeh Kejadian Luar Biasa (KLB) yang ditetapkan WHO tersebut.

Dalam keterangan tertulis (10/5/2022), P2G menyatakan, "Kami mendesak Kemendikbud Ristek dan pemerintah daerah untuk membuat surat edaran sebagai pengingat sekolah-sekolah agar meningkatkan disiplin protokol kesehatan, mencegah COVID-19 yang masih dalam pandemi, termasuk mencegah penularan hepatitis akut pada anak."

Kasus hepatitis akut ini juga mesti mendapat perhatian lebih khusus pada jenjang playgroup, PAUD/ TK dan SD/MI.

Surat edaran tersebut dianggap urgen untuk mengingatkan semua warga sekolah tentang indikasi gejala, faktor penyebab, langkah pencegahan, serta memastikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dijalankan dengan maksimal.

Selama ini, seiring dengan membaiknya kondisi pandemi COVID-19 dan dimulainya adaptasi kebiasaan baru di sekolah, sejumlah pelanggaran prokes masih terjadi.

Ditambah lagi dengan kondisi KLB hepatitis akut, prokes dan PHBS menjadi dua kunci penting untuk mencegah penularan yang berpotensi selama proses belajar mengajar di sekolah.

Jangan Anggap Enteng

Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman menekankan pentingnya kebersihan pribadi, kebersihan keluarga, dan kebersihan masyarakat sekitar untuk mencegah penularan hepatitis akut. Menurut Dicky, kerentanan anak-anak dipengaruhi perilaku orang-orang dewasa yang ada di sekitar mereka.

Penyakit ini, kata Dicky, berpotensi menjadi epidemi atau wabah di suatu kawasan, tapi tidak menjadi pandemi baru. Alasannya, salah satu karakter dari pandemi adalah emerging disease atau penyakit baru yang imunitasnya belum dimiliki masyarakat dunia. Pandemi menyerang populasi dari segala usia.

Adapun hepatitis akut lebih banyak terjadi pada anak, sehingga ada hipotesis bahwa orang dewasa tidak terkena. Artinya kecil potensi bahwa hepatitis akut akan menjadi pandemi.

Meski demikian, Dicky menegaskan Indonesia tak boleh menganggap remeh hepatitis akut. Apalagi proses deteksi dan penanganannya memerlukan banyak komponen yang belum tersedia secara merata di berbagai daerah di Tanah Air.

Sampai saat ini, WHO mencatat 230 kasus hepatitis akut misterius di 20 negara di dunia. Sebanyak 115 kasus terjadi di Inggris.

Dari data tersebut, setidaknya ada 16 anak (10 persen) dari total kasus hepatitis akut secara global harus menjalani transplantasi hati.

 




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News