KOMENTAR

DOSEN psikologi, relawan (pendamping) korban bencana, praktisi parenting, womanpreneur, juga penggerak lingkungan. Itulah sederet kesibukan yang dijalankan oleh Sri Sintawati.

Di tengah segudang kesibukannya, Ibu Sinta—biasa ia disapa, juga aktif memberdayakan masyarakat di sekitarnya, terutama para perempuan di RW 004 Kelurahan Sunter Jaya, Jakarta Utara untuk terjun ke bisnis batik.

Berawal dari kecintaannya terhadap batik sebagai kekayaan budaya Nusantara, Ibu Sinta sering mengikuti pelatihan batik hingga ke Yogyakarta dan Pekalongan.

"Dari dulu saya senang pakai batik. Saking cintanya, saya sering ikut pelatihan batik. Di tahun 2019, Suku Dinas Pariwisata dan Budaya menawarkan pelatihan batik. Saya pun mengajak teman-teman di kompleks, waktu itu ada 21 orang. Awalnya mereka menolak. Ada yang bilang tidak bisa menggambar, saya bilang nanti bisa belajar mencanting. Jika tidak piawai mencanting, bisa mendalami proses pewarnaan, atau bagian pelorotan, bisa juga memegang manajemen," kisah Ibu Sinta.

Pelatihan batik dilaksanakan di RPTRA (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak) Nirmala. Setelah mengikuti pelatihan, batik buatan Ibu Sinta dan teman-teman kemudian diikutkan Suku Dinas Pariwisata dan Budaya dalam lomba pada Gebyar RPTRA Jakarta Utara. Ia tak menyangka hasil karya mereka terpilih menjadi juara pertama.

Setelah menang, pesanan batik pertama datang dari acara Pra-Jabatan Kepala Sub Dinas DKI Jakarta. Adanya komplain dari calon pembeli membuat Ibu Sinta dan teman-teman tak henti belajar dan belajar untuk menciptakan batik yang indah dan berkualitas.

Menyadari bahwa batik bisa menjadi peluang usaha yang menjanjikan, Ibu Sinta kemudian mengajak teman-temannya untuk serius menekuni produksi batik. Tercetuslah nama Griya Batik Nirmala untuk unit usaha batik mereka, terinspirasi dari RPTRA Nirmala yang menjadi 'rumah' mereka dalam berkreasi, berinovasi, dan memproduksi batik.

Melihat keberhasilan Griya Batik Nirmala, banyak ibu dari wilayah lain di ibu kota yang ikut bergabung untuk belajar membatik bersama Ibu Sinta. Yang terpenting menurutnya, masing-masing individu harus memiliki ikatan emosional yang kuat dengan 'rumah' mereka. Dengan rasa memiliki yang kuat itulah akan lahir komitmen untuk memajukan Griya Batik Nirmala.

Hingga saat ini, Ibu Sinta mengandalkan promosi word of mouth dan media sosial untuk penjualan batik. Kebanyakan pesanan datang dari instansi, sekolah, dan komunitas. Ia berharap bisa mendapat pendampingan lebih mendalam tentang teknik membatik, produksi kain yang lebih baik, hingga distribusi yang lebih luas.

Ia berharap batik Nirmala bisa semakin dikenal luas. Ia juga berharap semakin banyak perempuan bisa percaya diri, percaya pada bakat yang mereka miliki, dan bisa mandiri secara finansial.

Bukan hanya memberdayakan masyarakat melalui batik, Ibu Sinta juga menggerakkan warga di wilayahnya untuk memilah dan mengelola sampah. Ia membentuk kelompok pilah sampah yang awalnya beranggotakan 75 orang sebagai role model.

Para role model itu melakukan pilah sampah kemudian mendapat edukasi tentang pengolahan sampah. Mereka mengenal komposter lalu mengolah limbah sampah hingga menjadi POC (pupuk organik cair). Alhamdulillah, kegiatan ini berjalan sukses juga menghasilkan secara finansial karena ada sebuah perusahaan yang tertarik membeli POC hasil olahan warga.

Dikenal sebagai sosok yang suka bermasyarakat dan bersosialisasi, kisah #AksiHidupBaik yang dilakoni Ibu Sinta ternyata sudah dimulai sebelum ia menggagas Griya Batik Nirmala.

Memiliki passion mengajar dan berbagi ilmu, Ibu Sinta lebih dulu aktif dalam dunia parenting. Ia membentuk beberapa komunitas, termasuk Peduli Sehat Mental. Mengambil lokasi di pusat perbelanjaan, komunitas ini menyediakan free counseling untuk para remaja.

Ia pun aktif sebagai relawan bagi korban bencana alam. Salah satunya menjadi pendamping untuk penyembuhan trauma anak-anak korban tsunami di Palu tahun 2018.

Demikian pula di Griya Batik Nirmala, Ibu Sinta mengatakan bahwa kegiatan mereka tidak hanya membatik tapi juga berbagi ilmu. Salah satu program yang sudah direncanakan sejak sebelum pandemi adalah membuka pelatihan batik dan jumputan di panti asuhan.

"Saya ingin mereka mandiri, tidak mengandalkan pemasukan dari donasi orang lain, bisa berdiri sendiri," ujar Ibu Sinta.

Apa yang membuat Ibu Sinta memiliki dedikasi sedemikian besar untuk masyarakat?




Tetap Aktif di Usia 83 Tahun, Ros Yusuf Sekolahkan Anak Yatim Piatu dan Dhuafa Demi Pendidikan yang Adil Merata

Sebelumnya

Henny Christiningsih, Membawa UMKM Batik Go Global

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Paras Jakarta