KOMENTAR

TAUSIYAH Ustaz Abdul Somad (UAS) punya tempat spesial di hati umat Islam Indonesia. Ayat dan hadis yang dibawakan, retorika dakwah yang mengugah kesadaran, sedikit balutan humor, kelugasan, serta logat bicara khas tanah Sumatra membuat ceramah UAS disukai. Pemahaman ilmu agama terutama masalah fiqih dan hadis lulusan S1 Universitas Al-Azhar Mesir, S2 di Dar El Hadith Al Hassania Maroko, dan S3 di Universitas Islam Omdurman Sudan ini tidak diragukan lagi.

Tentang pendidikannya di tiga negara, UAS menjelaskan bahwa dia adalah seorang pemburu beasiswa. Untuk menempuh S1 di Mesir, ia lolos seleksi 100 beasiswa yang digelar di Provinsi Aceh, Sumut, dan Riau. Kemudian untuk menempuh S2 di Maroko, ia berhasil mendapat beasiswa AMCI (Agence Marocaine de Cooperation Internationale) yang tersedia untuk 15 mahasiswa Indonesia.

Kisah berbeda terjadi saat UAS ingin melanjutkan program S3. Dia mendaftar pada beasiswa 5000 Doktor yang digelar Kementerian Agama. Tiga kali mengajukan dalam tiga tahun, entah mengapa UAS tidak berhasil lolos. Pernah juga ada orang yang menawarkan untuk membiayai UAS. Tapi UAS tak pernah menghubungi orang itu.

UAS pun setia berdakwah. Setiap ada orang yang memberinya uang dolar, ia kumpulkan. Hingga akhirnya uang yang terkumpul itu cukup untuknya menuntut ilmu ke Sudan. "Saya selalu ingat perkataan ibu saya bahwa rezeki itu tidak berpintu (tidak hanya satu pintu). Dalam arti, jika satu jalan tertutup, maka rezeki Allah akan datang dari pintu lain."

Dengan gelar doktoral di tangannya, UAS juga aktif mengajar di beberapa perguruan tinggi. Di antaranya menjadi dosen Tafsir dan Hadis di Kelas Internasional Fakultas Ushuluddin serta dosen Bahasa Arab di Pusat Bahasa UIN Sultan Syarif Kasim, Riau. UAS juga tercatat menjadi Profesor Tamu di Universitas Islam Sultan Sharif Ali, Brunei Darussalam.

Rupanya tak hanya masyarakat biasa yang kepincut dakwah UAS, wartawan senior yang juga Pemimpin Redaksi tvOne Karni Ilyas juga mengapresiasi sosok UAS. "Saya banyak melihat ustaz tidak hanya berkhutbah di kota-kota besar dan di masjid-masjid terkenal, tapi juga sampai ke pelosok di berbagai penjuru, naik perahu, hingga ke suku terasing dan dusun-dusun. Apa yang mendorong ustaz melakukan itu?" tanyanya dalam wawancara bersama UAS di Karni Ilyas Channel.

UAS menjelaskan bahwa cita-citanya hanyalah ingin menjadi guru ngaji. Dan dulu ketika menuntut ilmu di Mesir, ia banyak dibantu secara finansial oleh seorang warga Mesir yang kaya raya. Terlebih saat krisis moneter melanda Indonesia di tahun 1998.

Orang itu meminta UAS dan kawan-kawannya untuk berdakwah ke seluruh pelosok Tanah Air karena tahu masih banyak rakyat Indonesia yang belum mengenal Islam. "Yang saya jalankan sekarang ini adalah memenuhi janji saya kepada orang tersebut," kata UAS.

Bicara tentang aktivitas UAS terkini, Karni pun bertanya tentang pertemuan UAS dengan Habib Rizieq Shihab. Menurut UAS, ada beberapa alasan mengapa sosok HRS begitu dicintai oleh umat. "Orang melihatnya sebagai ulama, sebagai pejuang pembela kebenaran, sebagai orang yang tertindas teraniaya, dan di sisi lain HRS sebagai keturunan Nabi Muhammad saw.," ujar UAS.

Disinggung apakah dia akan masuk ke panggung politik, UAS menjawab bijak. Menurut UAS, kepada para mahasiswanya ia selalu berpesan mereka harus mengambi peran di politik. Jika tidak, maka politik akan diambil orang lain (yang tidak berpihak pada Islam).  Hal ini sejalan dengan 3 (tiga) substansi yang selalu UAS bawakan dalam setiap tabligh akbar.

Pertama adalah islahut tarbiyah atau perbaikan pendidikan. Anak-anak harus punya dasar pendidikan Islam di usia SD, SMP, dan SMA. Barulah nanti mereka bebas memilih jurusan saat kuliah.

Kedua adalah islahul iqtishad atau perbaikan ekonomi. Mulai dari gerakan belanja di warung tetangga, promosi produk halal dan UMKM, berbagai cara untuk membangkitkan ekonomi umat.

Ketiga adalah islahus siyasah atau perbaikan politik. Yaitu bagaimana kita memilih politikus/ pejabat yang mampu menyuarakan sikap dan peraturan yang berpihak pada Islam.

UAS menambahkan, ketika dia memilih menjadi ustaz, dia secara otomatis telah menjadi juru kampanye. "Ketika saya mengajak orang untuk salat dan puasa, saya menjadi juru kampanye ibadah. Ketika saya bicara tentang riba itu haram, mulailah pinjam meminjam yang halal, saya menjadi juru kampanye ekonomi Islam. Dan Islam pun mengatur aspek politik. Dalam Al Ahkam as Sulthaniyah karya Al Mawardi, umat diajak mari menuju politik Islam karena Islam kaffah (sempurna) dari semua aspek kehidupan," ujar UAS.

Sayangnya memang ada segelintir oknum politikus beragama Islam yang tidak amanah dalam menjalankan tugas mereka. Sehingga opini masyarakat tentang politik Islam menjadi buruk. "Harus dibedakan bahwa politik Islam itu mulia, tidak sama dengan perilaku politik (yang dilakukan politikus)," tegas UAS.

UAS menegaskan bahwa dia memilih untuk menjadi ustaz yang fokus pada dakwah dan pendidikan. Dia tidak menampik banyak teman bertitel Lc yang langsung masuk ke partai dan menjadi anggota dewan baik tingkat pusat, daerah, maupun kabupaten/ kota.

UAS mengibaratkan amar ma'ruf dalam urusan dakwah dan politik sebagai satu tim sepak bola. Para kyai yang mengajarkan kitab kuning di pesantren-pesantren—mengajarkan integrasi, kejujuran, dan berbagai ilmu agama—ibarat penjaga gawang. Para anggota legislatif adalah pemain belakang, menjaga umat dengan undang-undang dan peraturan yang memihak Islam. Lalu ada pemain depan yang bertugas untuk ke sana kemari berdakwah, seperti yang dia lakukan. Butuh team work untuk mencetak gol.

"Saya tidak akan protes mengapa kyai hanya menjaga gawang, dan mereka juga tidak mempertanyakan mengapa saya terbang ke sana kemari dan memaksa saya untuk menjaga gawang."

UAS menjelaskan dia mensupport masyarakat yang sudah putus asa melihat politikus yang berperilaku tidak baik. Karena bagaimana pun juga, politik Islam harus berjalan agar undang-undang tidak dikuasai pihak sekuler, liberal, bahkan komunis. Karena itulah ia selalu menyarankan masyarakat untuk memilih.

Bicara umat Islam di Indonesia sulit menghindari topik tentang radikalisme. Bagaimana sikap UAS tentang ekstremnya benturan antara satu kelompok kecil yang menginginkan Indonesia berbentuk khilafah dan satu kelompok kecil yang memerangi keinginan tersebut, hingga kelompok besar umat Islam di Tanah Air menjadi korban?

"Dibutuhkan dua hal agar mayoritas umat Islam tidak menjadi korban. Pertama, umat harus dibuat paham tentang keadaan yang ada. Kedua, jangan memberi ruang bagi pihak yang memiliki kepentingan untuk bermain," jawab UAS.

UAS menyampaikan keprihatinannya tentang fenomena saat ini yaitu dengan mudah memberi label kepada orang yang berseberangan pendapat. UAS sendiri kerap mendapat label anti-NKRI meskipun ada juga yang memberinya label anti-khilafah. Label-label itu berbahaya karena bisa menjatuhkan orang. UAS mencontohkan bahkan seorang HAMKA pun melekat padanya label sebagai orang yang siap menggulingkan kekuasaan.

UAS mencontohkan berita yang ramai tentangnya beberapa waktu lalu tentang penolakan masyarakat Bali terhadapnya. Menurut UAS, penolakan itu dilakukan sekelompok pemuda hingga tidak bisa dikatakan sebagai suara masyarakat.

"Saya bisa melakukan tabligh akbar di dalam masjid, dan di sana ada Raja Bali. Dia menjamin saya aman untuk berceramah. Karena itu pemahaman harus diluruskan dan jangan ada kepentingan yang bermain. Fitnah harus dihilangkan agar kita bisa menjaga kebhinekaan. Negara kita ini multietnis, multiagama. Jangan sampai umat terpecah."




Ketika Maksiat dan Dosa Menjauhkan Kita dari Qiyamul Lail

Sebelumnya

Karena Rasulullah Tak Pernah Melupakan Kebaikan Orang Lain

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur