Ustaz Abdul Somad saat menyampaikan tausiyah dalam rangka HUT I Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Senin (8/2)/ Farah
Ustaz Abdul Somad saat menyampaikan tausiyah dalam rangka HUT I Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Senin (8/2)/ Farah
KOMENTAR

BERBICARA tentang kode etik jurnalistik dalam perspektif Islam, maka harus bersumber pada tiga hal, yaitu Al Qur'an, statement nabi/sahabat/hadits/sunnah, dan interpretasi ulama berdasarkan Al Qur'an dan sunnah (ijtihad).

Ustaz Abdul Somad memaparkan 10 poin penting ketika seorang jurnalis hendak membuat berita, yaitu:

1. Dalam Islam, manusia itu suci dan bersih. Jadi, harus memakai asas praduga tak bersalah dalam memberitakannya.

"Fitrah atau kesucian, asal mula jadi, manusia suci tidak ada salah dan dosa. Jadi jurnalis harus memandang manusia bersih, tidak buruk, sesuai hukum asalnya," kata Ustaz Abdul Somad saat memberi tausiyah dalam HUT I Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Senin (8/2).

Ada tiga orang yang pena pencatat malaikat tidak ditulis, yaitu anak kecil sampai akil balik, orang gila sampai sembuh, orang tidur sampai bangun.

Jurnalis tidak berangkat dari subjektifitas, tapi harus berdasarkan objektifitas. Maka ketika membaca berita, sesungguhnya media menampilkan kesucian, pribadi, bahwa kemudian ada yang negatif datang, itu adalah unsur tambahan. Jurnalis harus melihat manusia seperti kanvas yang belum dilukis.

2. Islam datang untuk menjaga 5 hal, yaitu menjaga akal (karenanya Islam mengharam mengonsumsi narkoba karena merusak akal), menjaga nyawa (Islam mengharam membunuh), menjaga harta (haram mencuri, menipu, membohong), menjaga keturunan (haram zinah), menjaga kehormatan orang (terkait kode etik jurnalistik).

"Tidak boleh caci maki, sumpah serapah, merusak nama baik. Nilai-nilai ini kemudian disusun oleh para ulama dengan bersumber pada hadits nabi," ujar UAS.

3. Bahwa dalam Islam, jika ada suatu berita haruslah diklarifikasi, ada check and balance. Tidak boleh mendengar satu arah, harus ada konfirmasi dan klarifikasi. Karena sama dengan lembu yang keluar dari tanah, sulit masuk kembali ke dalam tanah (Tabayyun).

4. Jangan kamu mencaci maki orang yang menyembah selain Allah (syirik), karena mereka akan balas mencaci Allah tanpa ilmu dan terjadi konflik yang luar biasa.

5. Tidak boleh ada generalisir (didasarkan pada piagam Madinah). Ketika Rasulullah pindah ke Madinah, berhadapan dengan kaum Yahudi, diantara poinnya, jika ada orang Yahudi yg berbuat kesalahan, yang disebut adalah personalna, bukan Yahudinya. Karena pada dasarnya mereka tidak sama, tidak semuanya jahat.

6. Tidak dibenarkan ada gosip dan jangan membicarakan aib orang lain.

"Boleh hakim di pengadilan bertanya kepada saksi, hai saksi, apakah benar lihat perzinahan? Dijawab, tidak boleh saya bercerita karena gosip. Ini salah! Contoh lainnya, ada orang bertanya masalah hukum, lalu ditanya oleh hakim, apa masalahnya? Namun dijawab, tidak bisa, ini gosip. Salah juga," jelas dia.

Lalu tentang menunjukkan bahwa ini hak dan bathil. Jika memberitakan kebathilan, itu bukanlah gosip tapi sedang menunjukkan yang hak dan batil. Tugas media menjelaskannya.

7. Menghindari pornografi.

Al Qur'an bercerita tentang macam-macam hukum dengan cara yang lembut. Ketika berbicara tentang hubungan kelamin, disebut dalam Al-Qur'an adalah menyentuh kulit wanita. Bagaimana kata atau kalimat yang tidak bisa menjelaskan, pilih kata yang paling minim mudhorotnya atau dampak negatifnya.

8. Bagaimana Islam berkembang melalui jaringan-jaringan orang yang datang kepada nabi. Kemudian mereka pulang sebagai media, yang menceritakan kepada masyarakatnya tentang Islam. Saat menyampaikan berita itu, mereka melihat dari tiga aspek yaitu Allah, hukum, dan ahlak.

Ketika pesan Islam ini disampaikan lewat media, yaitu lewat jamaah yang bertebaran yang ditulis dalam biografi sahabat (124 ribu) orang yang berjumpa dengan nabi, percaya dengan nabi dan mati dalam Islam. Tapi hanya ada 12 ribu riwayat yang bertebaran

Penerimaan berita pun harus sangat selektif. Harus tahu apakah pembawa berita bertemu langsung dengan sumbernya atau harus tahu biografi yang memberi berita.

9. Orang yang menyampaikan berita benar, mendapat pahala. Jika tidak benar, dapat hukuman dunia dan akhirat. Hukuman akhirat adalah pengkhianat. Ada balasan yang luar biasa ketika berita itu benar, bahkan lebih baik dari dunia dan isinya.

10. Setiap orang beriman percaya kepada nabi dan Allah, maka ia akan mendapat balasan yang besar.

Jadi, ada semangat Islam yang dibawa ketika membuat tulisan. Dengan begitu, kode etik jurnalistik dalam perspektif Islam tersampaikan dengan baik.

 




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News