Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

Meski begitu, pemerintah Amerika Serikat telah bergerak cepat untuk mengeluarkan langkah-langkah stimulus untuk menstabilkan ekonomi. Di waktu bersamaan, kebijakan menjaga jarak sosial juga diterapkan oleh pemerintah federal Amerika Serikat.

Lembaga keuangan seperti Goldman Sachs dan Morgan Stanley memperkirakan resesi dan pemulihan dengan grafik "berbentuk V". Meski begitu, mereka optimis pemulihan yang relatif cepat akan terjadi di kuartal akhir tahun ini.

"Secara umum, ekonomi Amerika Serikat memiliki posisi yang lebih baik untuk pulih dari guncangan besar dan potensi pergeseran jangka panjang daripada banyak negara lainnya. Populasi rata-rata lebih muda daripada sebagian besar dunia dengan mobilitas lebih tinggi, dan pembatasan pasar tenaga kerja umumnya lebih ringan, sehingga memfasilitasi realokasi tenaga kerja yang lebih besar," kata profesor ekonomi di Universitas Notre Dame, Eric Sims.
 
Lebih lanjut, Amerika Serikat mengambil langkah berupa usulan membagi negara bagian menjadi daerah-daerah yang tidak terlalu terpukul dan memungkinkan kegiatan ekonomi normal dimuai kembali di wilayah yang tidak terlalu parah terkena dampak.

"Saya pikir langkah-langkah itu akan berjalan jauh menuju pada akhirnya menyiapkan kondisi untuk pemulihan yang kuat," kata peneliti di American Institute for Economic Research, Peter C Earle,

"Kami ingin uang, barang, jasa, tenaga kerja, dan gagasan mengalir selebar mungkin, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga secara internasional," sambungnya.

4. Rwanda

Negara yang terletak di sub-Sahara Afrika ini membuat beberapa lompatan terbesar dalam indeks dalam beberapa tahun terakhir. Negara ini melonjak 35 tempat ke peringkat saat ini dalam Indeks Ketahanan Global 2019. Rwanda menjadi negara yang paling tangguh ke-77 di dunia (dan tertinggi keempat di Afrika) dalam indeks tersebut.

Hal yang sangat mencolok dari Rwanda adalah, negara ini mampu bangkit kembali dari jenis krisis semacam ini, tepatnya ketika menghadapi wabah Ebola tahun lalu.

Negara ini melakukan sejumlah langkah agresif dengan melakukan perawatan kesehatan universal yang baik, penyediaan pasokan medis dan pemeriksaan termometer di perbatasannya.

"Banyak siswa asing seperti saya tetap tinggal di Rwanda karena kami merasa yakin bahwa pemerintah Rwanda akan menangani situasi dengan cara yang lebih baik daripada di negara asal kami," kata kurator konten digital untuk Baobab Consulting dan mahasiswa di Universitas Kepemimpinan Afrika, yang tinggal di Kigali dan berasal dari Kenya,  Garnett Achieng.

Rwanda adalah negara pertama di kawasan tersebut yang melakukan lockdown total dan sudah mendistribusikan makanan gratis dari pintu ke pintu ke negara yang paling rentan.

5. Selandia Baru

Negara ini mampu bergerak cepat untuk menahan penyebaran virus corona dengan menutup perbatasan untuk pelancong internasional pada 19 Maret dan memberlakukan kuncian non-esensial-bisnis pada 25 Maret.

"Sebagai negara kepulauan, lebih mudah untuk mengontrol perbatasan kita, sumber utama infeksi. Jadi penutupan perbatasan yang efektif masuk akal," kata warga Auckland yang juga merupakan ekonom di Sense Partners, Shamubeel Eaqub.

"Dibandingkan dengan negara lain, respons di Selandia Baru sangat berani dan tegas," sambungnya.

Langkah-langkah itu membuahkan hasil, karena beberapa ahli epidemiologi melihatnya berpotensi menjadi satu dari sedikit negara "normal" yang tersisa.

Dengan sektor pariwisata dan ekspor yang terganggu, Selandia Baru akan menghadapi beberapa perjuangan untuk ekonominya dalam waktu dekat. Namun ini tidak harus selalu menjadi hal yang buruk.

Secara keseluruhan, negara ini ditempatkan dengan baik untuk pemulihan yang stabil, dengan tingkat utang pemerintah yang rendah dan kemampuan untuk menerapkan pelonggaran kuantitatif untuk menjaga suku bunga rendah.




Kelompok Pro-Israel Serang Demonstran Pro-Palestina, Bentrokan Terjadi di Kampus UCLA

Sebelumnya

Bintang Puspayoga: Angka Perkawinan Anak Menurun dalam Tiga Tahun Terakhir

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News