Ilustrasi lockdown/Disway
Ilustrasi lockdown/Disway
KOMENTAR

Semua itu bukan hanya hasil kedisiplinan. Saya tahu orang di sana juga sulit disiplin. Sama saja. Pemerintahlah yang mendisiplinkan mereka.

Pertanyaanya: seandainya akhir Januari lalu tidak dilakukan lockdown, apa yang terjadi? Apakah sekarang sudah bisa lega?

Silakan berhitung sendiri.

Rupanya ada persyaratan tidak resmi untuk bisa melakukan lockdown: suasana harus mencekam dulu.

Tidak bisa ketika orang masih happy-happy, masih berani kumpul-kumpul tiba-tiba di-lockdown.

Begitulah di Wuhan. Setelah Imlek suasana Wuhan memang sudah sangat mencekam. Yang sakit tidak mendapat tempat di rumah sakit: penuh. Yang meninggal tidak bisa mendapat peti mati: habis. Yang sudah mati tidak bisa dikubur atau dikremasi: tempat pembakaran mayat pun tidak cukup.

Sedang di Jakarta, suasananya belum mencekam.

Cobalah lakukan lockdown di Jakarta sekarang: pasti ambyar! Terutama karena begitu banyak orang miskin: dapat penghasilan dari mana? Dapat makan dari mana?

Kelak, kalau suasana sudah mencekam barulah memenuhi syarat untuk lockdown. Tidak akan ada lagi yang berpikir dari mana dapat penghasilan. Tidak ada lagi yang bingung dari mana dapat makan.

Semua orang bingung sendiri-sendiri: lari-lari mencari rumah sakit. Yakni untuk mengantarkan orang tua atau suami atau anak ke rumah sakit. Apalagi kalau sudah lari ke rumah sakit mana pun hanya menemukan pengumuman: RS sudah penuh sesak.

Orang juga bingung mencari penggali kubur. Apalagi kalau penggali kubur pun sudah tidak ada. Atau sudah kewalahan.

Tidak ada lagi yang berpikir: dari mana dapat penghasilan. Tidak ada lagi yang heboh dari mana mendapat makan.

Kapan kah suasana mencekam itu akan datang? Bulan apa?

Atau tidak akan datang?

Katakanlah masa seperti itu tidak akan datang. Seperti juga kita dulu merasa tidak akan ada Covid-19 di Indonesia.

Alhamdulillah.

Kalau ternyata tiba?

Pasti kita akan melakukan juga lockdown. Apa boleh buat. Selama tiga bulan. Tiga bulan setelah lockdown kita bisa lega.

Kalau ujung-ujungnya kelak lockdown juga mengapa tidak berakit-rakit ke hulu?

Kita sudah sakit sekarang --meski belum parah. Sampai parah nanti kita tetap sakit. Setelah parah makin sakit.

Mengapa tidak sakit sekarang saja? Tiga bukan lagi lega?

Saya bukan ahli matematika yang bisa menghitung pertambahan orang sakit. Saya bukan dokter. Saya bukan ahli penyakit menular. Saya bukan pemerintah. Saya bukan ahli agama. Saya bukan peramal. Saya bukan siapa-siapa.

Saya hanya bisa berharap obat anti Covid itu segera lahir dari Wuhan. Atau dari mana pun.

Kalau doa itu terkabul saya akan ke Wuhan lagi seperti dulu-dulu. Saya tahu tempat-tempat makan yang enak di Wuhan. Terutama yang di sepanjang pinggir sungai Changjiang yang lebar, indah, dan gemerlap itu.




Cerita Pengalaman Vloger asal China Menginap di Hotel Super Murah Hemat Bajet

Sebelumnya

Muara Yusuf

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Disway